30 - وَعَنْ حُمْرَانَ «أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا
بِوَضُوءٍ. فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ تَمَضْمَضَ، وَاسْتَنْشَقَ،
وَاسْتَنْثَرَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ
الْيُمْنَى إلَى الْمِرْفَقِ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ،
ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إلَى الْكَعْبَيْنِ،
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ قَالَ: رَأَيْت رَسُولَ
اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا» .
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
30. Dari Humran bahwa Utsman minta air wudhu, lalu ia
mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan
memasukkan air ke dalam hidungnya lalu mengeluarkannya, kemudian ia membasuh
wajahnya tiga kali, kemudian ia mencuci tangan kanannya hingga siku tiga kali,
kemudian yang kiri seperti itu, kemudian ia mengusap kepalanya, kemudian mencuci
kaki kanannya hingga mata kaki tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu,
kemudian berkata, “aku melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini.”
(Muttafaq alaih)
[shahih: Al Bukhari 159, Muslim
226]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi Perawi
Humran adalah Ibnu Aban maula Utsman bin Affan yang dikirim
kepadanya oleh Khalid dari salah satu tawanan perang, lalu ia dimerdekakan oleh
Utsman.
Penjelasan Kalimat
bahwa Utsman minta air wudhu,
(yaitu air yang akan ia gunakan berwudhu) lalu ia
mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, (ini adalah sunnah wudhu
menurut kesepakatan para ulama, bukan mencucinya tiga kali ketika bangun tidur
sebagaimana yang akan disebutkan haditsnya, tetapi ini adalah sunnah wudhu. Maka
seandainya ia bangun tidur kemudian hendak berwudhu, tersebut dalam hadits bahwa
ia mencucinya tiga kali karena bangun tidur kemudian mencucinya tiga kali untuk
wudhu. Juga mengandung makna menyatukannya) kemudian
berkumur-kumur (الْمَضْمَضَةُ
‘berkumur’ adalah memasukkan air ke dalam
mulut kemudian memuntahkannya, wudhu yang sempurna adalah memasukkan air ke
dalam mulut kemudian memutar-mutarnya lalu memuntahkannya, demikian yang
terdapat dalam Asy Syarh. Sedang dalam Al Qamus: berkumur adalah
menggerak-gerakkan air dalam mulut, ia menyebutkan menggerak-gerakkan dan tidak
menyebut memuntahkan. Tidak disebutkan dalam hadits Utsman apakah ia melakukan
hal itu satu ataukah tiga kali. Akan tetapi dalam hadits Ali RA bahwa ia
berkumur-kumur lalu memasukkan air ke dalam hidung dan menghembuskannya dengan
tangan kirinya, ia melakukan tiga kali, kemudian berkata, ‘inilah wudhu Nabi
Allah’ [Shahih: An Nasa'i 91]) dan
memasukkan air ke dalam hidungnya (الِاسْتِنْشَاقُ
adalah memasukkan air ke dalam hidung dan menariknya dengan napas sampai
ujungnya) lalu mengeluarkannya (الِاسْتِنْثَارُ , menurut jumhur ahli
bahasa dan ahli hadits serta para fuqaha adalah mengeluarkan air dari hidung
setelah menghirupnya) kemudian ia membasuh
wajahnya tiga kali, kemudian ia mencuci tangan kanannya (dalam hadits ini
terdapat keterangan rinci terhadap apa yang disebutkan secara global dalam ayat:
‘dan tanganmu...’ (QS. Al-Maidah [5]: 6) dan bahwa dia mendahulukan yang
kanan) hingga siku (kata ‘إلَى
‘ pada dasarnya adalah berarti hingga ujung,
tetapi terkadang pula digunakan dengan makna ‘مَعَ ‘ bersama. Dan hadits-hadits telah
menerangkan bahwa inilah yang dimaksudkan. Sebagaimana dalam hadits Jabir,
(كَانَ يُدِيرُ الْمَاءَ عَلَى
مِرْفَقَيْهِ) ‘beliau SAW
memutar-mutarkan air atas kedua sikunya’, dikeluarkan oleh Ad Daruquthni dengan
sanad dhaif, dan dikeluarkan dengan sanad hasan pada sifat wudhu Utsman, bahwa
ia mencuci kedua tangannya hingga kedua siku hingga ia mengusap ujung-ujung
kedua lengan, dan menurut Al Bazzar dan At Thabrani dari hadits Wa’il bin Hujr
pada sifat wudhu (وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ
حَتَّى جَاوَزَ الْمَرَافِقَ) ‘dan beliau mencuci kedua siku hingga melewati siku’. Dan dalam
Ath-Thahawi dan At Thabrani dari hadits Tsa’labah bin Ubbad dari ayahnya
(ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ حَتَّى سَالَ
الْمَاءُ عَلَى مِرْفَقَيْهِ) ‘Kemudian ia mencuci kedua sikunya hingga mengalir di atas
kedua sikunya’. Hadits-hadits ini saling menguatkan satu sama lainnya. Ishaq bin
Rahawaih berkata, Illa dalam ayat di atas mengandung makna al
ghayah (hingga ujung) dan mengandung makna ma’a (bersama), maka
sunnah (hadits) menjelaskan bahwa dengan makna ma’a. Asy-Syafi'i berkata:
‘saya tidak mengetahui adanya perbedaan mengenai masuknya kedua siku pada saat
wudhu, dengan ini maka Anda telah mengetahui bahwa dalil telah menegaskan
masuknya siku’. Az Zamakshari berkata, “lafazh Illa secara mutlak
mengandung makna al ghayah, adapun masuknya kedua siku dalam hukum yang
wajib dibasuh atau tidak harus berdasarkan dalil, kemudian ia menyebutkan
beberapa contoh hal tersebut. Dan Anda telah mengetahui di sini telah tegak
dalil atas masuknya siku termasuk bagian yang dibasuh.” tiga
kali, kemudian yang kiri seperti itu, (maksudnya hingga siku tiga kali)
kemudian ia mengusap kepalanya, (hal ini sama dengan ayat dalam menggunakan
huruf ‘ba’ sedang ‘masaha’ (mengusap) membutuhkan objek baik
dengan bersamanya maupun secara sendirian. Al Qurthubi berkata, ‘Huruf
‘ba’ di sini litta’diyah, boleh dihapus dan boleh disebutkan.’ Ada yang
mengatakan bahwa ba di sini untuk memberikan faedah makna yang
dikandungnya. Bahwa ghusl (mencuci) secara bahasa menunjukkan yang dicuci
dan mashu (mengusap) secara bahasa tidak menunjukkan yang diusap. Maka
jika seseorang berkata امْسَحُوا
رُءُوسَكُمْ usaplah kepalamu, niscaya sudah cukup mengusapnya
dengan tangan tanpa air. Seolah-olah ia mengatakan, فَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ الْمَاءَ
usaplah kepala kamu dengan air. Ini termasuk al qalb
(jumlah yang dibalik), asalnya adalah فَامْسَحُوا بِالْمَاءِ رُءُوسَكُمْ
(usaplah dengan air kepalamu)
Tafsir Hadits
Para ulama berbeda pendapat, apakah wajib mengusap seluruh
kepala ataukah sebagiannya? Mereka berkata, ‘Ayat di atas tidak menunjukkan
kedua hal tersebut secara khusus, sebelum firman-Nya: ‘dan sapulah kepalamu’
mencakup seluruh kepala atau sebagiannya. Ayat tersebut tidak menunjukkan
bahwa harus seluruhnya dan juga tidak sebagiannya.
Akan tetapi yang berpendapat bahwa sah mengusap sebagiannya
ia berkata, “Sesungguhnya As Sunnah telah menjelaskan salah satu dari dua
kemungkinan dari kandungan ayat di atas, yaitu yang diriwayatkan oleh
Asy-Syafi'i dari hadits Atha’
«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - تَوَضَّأَ فَحَسَرَ الْعِمَامَةَ عَنْ رَأْسِهِ وَمَسَحَ مُقَدَّمَ
رَأْسِهِ»
‘Bahwa Rasulullah berwudhu, lalu membuka sorban dari
kepalanya dan mengusap bagian depan kepalanya.’
[Musnad Asy-Syafi'i no
7]
Hadits ini meskipun mursal, tetapi menjadi kuat dengan
disebutkannya secara marfu dari hadits Anas.
[Dhaif: Dhaif Abu Daud
147]
Hadits ini meskipun pada sanadnya ada perawi yang tidak
dikenal identitasnya, tetapi keduanya diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Sa’id bin Manshur dari hadits Utsman mengenai sifat wudhu,
«أَنَّهُ مَسَحَ مُقَدَّمَ
رَأْسِهِ»
‘Bahwa ia mengusap bagian depan kepalanya.’
Padanya terdapat perawi yang diperdebatkan.
Telah ditegaskan dari hadits Ibnu Umar [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/22] bahwa cukup
dengan mengusap sebagian kepala. Dikatakan oleh Ibnu Al Mundzir dan yang
lainnya, “Dan tidak diingkari oleh seorang pun dari shahabat.”
Di antara ulama ada yang mengatakan, “Jika hanya mengusap
sebagian, maka harus disempurnakan dengan mengusap di atas surban, berdasarkan
hadits Mughirah –akan datang – dan hadits Jabir yang diriwayatkan oleh
Muslim.
Dalam riwayat ini tidak disebutkan mengusap dengan berulang
sebagaimana disebutkan pada yang lainnya, meskipun juga tidak disebutkan secara
berulang pada berkumur-kumur sebagaimana yang telah Anda ketahui, dan tidak
disebutkannya berarti tidak terdapat dalil padanya. Dan akan disebutkan komentar
mengenai hal tersebut.
Lafazh ‘Kemudian ia mencuci kaki kanannya
hingga kedua mata kaki tiga kali’ dikomentari sebagaimana halnya pada
lafazh ‘mencuci tangannya hingga siku’. Akan tetapi batasan mengenai siku telah
disepakati, berbeda dengan kedua mata kaki yang masih diperdebatkan. Adapun
pendapat yang masyhur adalah tulang yang tumbuh pada pertemuan betis, ini adalah
pendapat mayoritas ulama. Diceritakan dari Abu Hanifah dan Al Imamiyah bahwa
tulang yang terdapat pada punggung kaki tempat tali sendal. Dalam masalah ini
terdapat diskusi dan pembicaraan panjang.
Dalam Asy Syarh ia berkata, “Dalil yang paling jelas
maksdunya menurut pendapat jumhur, adalah hadits An Nu’man bin Basyir mengenai
sifat shaf dalam shalat:
«فَرَأَيْت الرَّجُلَ مِنَّا يَلْزَقُ كَعْبَهُ
بِكَعْبِ صَاحِبِهِ»
“Maka aku melihat seorang di antara kami melekatkan tumitnya
pada tumit yang lain.”
[Shahih: Shahih Abu Daud
662]
Saya katakan, “Tidak asing bahwa tidak ada hujjah padanya,
karena yang menyelisihinya berkata, ‘saya menamainya tumit dan tidak menyelisihi
kalian padanya.’ Akan tetapi saya katakan, ‘Bukan itu yang dimaksudkan pada ayat
wudhu, karena ka’b adalah nama bagi organ tubuh yang menonjol yang
terdapat pada punggung kaki. Yang dimaksudkan pada hadits Nu’man, bahwa ia
menamakan ka’b yang menonjol, sementara tidak ada perbedaan atas
penamaannya, dan kami telah menerangkannya pada catatan kaki dalam kitab
Dhau’ An Nahr tentang rajihnya mazhab jumhur, dan kami telah menyebutkan
dalil-dalilnya di sana.
Lafazh hadits : ‘kemudian yang kiri demikian
pula (yaitu sampai mata kaki tiga kali) kemudian ia
berkata (yaitu Utsman) Aku melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini.’
Lanjutan hadits tersebut: “Maka ia berkata, Rasulullah bersabda:
«مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ
صَلَّى رَكْعَتَيْنِ: لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ»
‘Siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat
dua rakaat, dengan jiwa yang tenang dan khusyu’ pada kedua rakaat tersebut, maka
diampuni dosa yang telah ia lakukan.’
Yaitu tidak terlintas dalam jiwanya urusan dunia dan segala
yang tidak ada kaitannya dengan shalat. Jika godaan itu datang, namun ia
melawannya, maka dimaafkan dan tidak dianggap tergoda jiwanya.
Perlu diketahui bahwa hadits di atas menunjukkan bahwa
anggota-anggota wudhu yang di-athaf-kan dengan kata tsumma dilakukan
secara berurutan sebanyak tiga kali tetapi tidak berarti wajib, karena hanya
sifat perbuatan yang mendapatkan keutamaan dan tidak berarti shalatnya tidak
sah, kecuali jika dengan sifatnya, dan tidak dengan lafazh yang menunjukkan
wajibnya sifat tersebut.
Mengerjakannya secara berurutan dibantah oleh Al Hanafiyah,
mereka berkata ‘tidak wajib’. Melakukannya dengan tiga kali tidak wajib menurut
ijma, tetapi terdapat perbedaan yang syadz.
Dali yang menyatakan tidak wajibnya adalah hadits-hadits
menyebutkan dengan jelas bahwa beliau berwudhu dua kali-dua kali, satu
kali-satu kali, sebagian anggota wudhu tiga kali dan yang lainnya tidak, dan
disebutkan dengan jelas dalam wudhu beliau yang dlky dengan satu kali bahwa
Allah tidak menerima shalat tanpa dengannya.
Terdapat perbedaan pendapat mengenai wajibnya berkumur-kumur
dan memasukkan air ke dalam hidung. Ada yang berpendapat keduanya wajib,
berdasarkan perintah keduanya dalam hadits Abu Daud dengan sanad shahih dan di
dalamnya beliau bersabda:
«وَبَالِغَ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ
صَائِمًا»
“Dan bersungguh-sungguhlah ketika memasukkan air ke dalam
hidung kecuali jika sedang berpuasa.”
[Shahih: Shahih Al Jami'
927]
Dan bahwa beliau selalu melakukannya dalam semua
wudhunya. Yang lain berpendapat bahwa kumur-kumur hukumnya sunnah, berdasarkan
hadits Abu Daud dan Ad Daruquthni, di dalamnya disebutkan:
«أَنَّهُ لَا تَتِمُّ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى
يُسْبِغَ الْوُضُوءَ كَمَا أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى، فَيَغْسِلَ وَجْهَهُ
وَيَدَيْهِ إلَى الْمِرْفَقَيْنِ وَيَمْسَحُ بِرَأْسِهِ وَرِجْلَيْهِ إلَى
الْكَعْبَيْنِ»
“bahwa tidak sempurna shalat salah seorang kamu hingga ia
menyempurnakan wudhu sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT, maka hendaklah ia
mencuci wajah dan kedua tangannya sampai siku, dan mengusap kepala dan mencuci
kedua kaki hingga mata kaki.’
[shahih: Shahih Al Jami'
2420]
Beliau tidak menyebutkan berkumur-kumur dan memasukkan air ke
dalam hidung. Beliau hanya menyebutkan perkara wajib yang shalat tidak diterima
tanpa dengannya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa perintah tersebut
menunjukkan sunnah.
=========
Kandungan hadist :
. Hadits ini merupakan dalil penting mengenai tatacara wudhu.
. Saat akan berwudhu, disunahkan membasuh kedua tangan sebanyak tiga kali sebelum memasukannya kedalam tempat air wudhu. Pekerjaan ini merupakan sunnah yang disepakati para ulama. Sebagai bukti bahwa pekerjaan ini hanya sunnah adalah ayat al-Qur’an yang berbicara tentang tatacara wudhu tidak menyinggungnya. Sekedar pekerjaan rasulullah saja tidak cukup untuk menunjukan bahwa ia adalah wajib. Hal tersebut hanya menunjukan bahwa pekerjaan tersebut adalah sunnah.
. Disunnahkan mendahulukan yang kanan saat mengambil air wudhu. Dengan begitu tangan kanan yang memperoleh air terlebih dahulu.
. Kewajiban berkumur dan memasukan air kedalam hidung termasuk yang disebut sebagai wajah yang telah ditetapkan kewajiban membasuhnya dalam Surat al-Maidah.
. Berkumur dan menghirup air kedalam hidung tidak dibatasi dengan tiga kali. Namun, karena kita telah mengetahui bahwa kedua anggota tubuh tersebut bagian dari wajah maka sunnah melakukannya tiga kali sudah cukup dengan keterangan yang berkaitan dengan pembasuhan wajah.
. Disunnahkan mengeluarkan air yang telah dihirup ke dalam hidung [ dihukumi sunnah ] karena air tersebut boleh ditelan. Adapun yang dilakukan setelah bangun tidur malam maka yang dimaksudkan istinsyaq membersihkan hidung.
. Membasuh seluruh kepala, sebagaimana yang ditetapkan dalam beberapa hadits shohih.
. Mengusap kepala cukup dengan satu Kali usapan dari arah depan hingga belakang sampai merata keseluruh kepala.
. Kedua telinga termasuk kepala. Untuk itu yang disyariatkan bagi kedua telinga adalah ucapan [ mash ]. Untuk kedua telinga tidak diperlukan air baru.
========
Fawaid hadits:
1. Disunnahkan mencuci dua telapak tangan sebelum mencelupkan dalam bejana 3x.
2. Wajibnya berkumur-kumur dan istinsyaq, karena ia bagian dari wajah.
3. Yang sunnah dalam mencuci tangan adalah sampai siku-siku, dan kaki sampai mata kaki dan tidak sunnah lebih dari itu.
4. Mencuci kepala sekali saja, karena dalam hadits ini, semua anggota disebutkan 3x, sedangkan kepala tidak.
5. Sunnah mendahulukan kanan sebelum kiri.
6. Yang wajib dalam mencuci anggota wudlu adalah sekali-sekali, namun amat dianjurkan mencucinya 3x.
7. Wajibnya tertib dalam mencuci anggota wudlu, wajah-tangan-kepala-kaki, adapun dalam satu anggota maka tidak wajib, seperti mendahulukan berkumur sebelum mencuci wajah.
8. Wajibnya muwalah yaitu terus menerus, tanpa jeda yg panjang.
9. Disunnahkannya mengajar dengan disertai praktek.
=====================
31 - وَعَنْ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - فِي
«صِفَةِ وُضُوءِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ:
وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَاحِدَةً» . أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد. وَأَخْرَجَهُ
التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ. بَلْ قَالَ التِّرْمِذِيُّ:
إنَّهُ أَصَحُّ شَيْءٍ فِي الْبَابِ.
31. Dari Ali mengenai sifat wudhu Nabi ia berkata,
“Dan beliau mengusap kepalanya satu kali.”
(HR. Abu Daud, An Nasa'i dan At
Tirmidzi dengan sanad yang shahih, bahkan At Tirmidzi berkata, ‘sesungguhnya
hadits tersebut paling shahih dalam bab ini)
[Shahih: Shahih At Tirmidzi
48]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi Perawi
Ali adalah Amirul Mukminin, Abu Al Hasan Ali bin Abu
Thalib, putra paman Rasulullah. orang yang pertama masuk Islam dari kalangan
laki-laki menurut kebanyakan pendapat, meskipun umurnya ketika itu
diperselisihkan. Tidak disebutkan dalam berbagai pendapat tersebut bahwa sudah
sampai 18 tahun, tetapi antara 16 dan 17 tahun. Ia mengikuti semua peperangan
terkecuali Perang Tabuk. Ketika itu dia disuruh tinggal oleh Rasulullah di
Madinah untuk menggantikan beliau. Beliau bersabda kepadanya:
«أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ
هَارُونَ مِنْ مُوسَى»
“Tidakkah engkau suka berperan bagiku sebagaimana peran
Harun terhadap Musa.”
[Shahih: Al Bukhari 3706, Muslim
2402]
Ia diangkat menjadi Khalifah sejak terbunuhnya Utsman pada
hari Jum’at 18 Dzul Hijjah tahun 35 H dan mati syahid pada subuh hari Jum’at di
Kufah 17 Ramadhan tahun 40 H. Ia wafat setelah terkena tiga kali pukulan Ibnu
Muljam –semoga Allah melaknatnya- dan ada pendapat lain tentang ini. masa
khalifahnya selalu 4 tahun 7 bulan lebih beberapa hari. Mengenai sifat-sifat dan
keterangan berkaitan dengan kondisinya telah dikarang berbagai buku. Kami telah
menyebutkan intinya dalam Ar Raudah An Nadiyah Syarh At Tuhfah Al
Uluwiyah.
Tafsir Hadits
Hadits ini adalah potongan dari hadits yang panjang, di
dalamnya diterangkan sifat wudhu dari awal hingga akhirnya, hadits tersebut
menunjukkan yang telah disebutkan hadits Utsman, hanya saja penulis
rahimahullah menyebutkannya karena di dalamnya disebutkan dengan jelas
apa yang tidak dijelaskan oleh hadits Utsman yaitu mengusap kepala satu kali,
sedang di sini disebutkan satu kali, meskipun disebutkan dengan jelas
mengerjakan tiga kali bagi anggota wudhu lainnya.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:
Kelompok pertama berkata, “Mengusap kepala tiga kali,
sebagaimana anggota wudhu lainnya, karena ia termasuk bagian darinya”, dan telah
ditegaskan dalam hadits bahwa mengusap tiga kali. Karena telah dikeluarkan oleh
Abu Daud dari hadits Utsman mengenai mengusap tiga kali, diriwayatkan dari dua
jalur dan salah satunya dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, hadits tersebut cukup
menunjukkan keabsahan sunnah ini.”
Kelompok kedua mengatakan, “Tidak disunnahkan tiga
kali”, karena semua hadits Utsman yang shahih –sebagaimana dikatakan Abu Daud
menunjukkan bahwa mengusap kepala hanya satu kali, dan bahwa mengusap itu pada
dasarnya adalah keringanan, maka tidak boleh mengqiyaskannya dengan membasuh,
dan bahwa jumlah itu seandainya juga berlaku bagi mengusap maka akan sama dengan
mencuci.
Dapat dijawab bahwa ungkapan Abu Daud bertentangan dengan
hadits yang diriwayatkannya dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah sebagaimana
telah kami sebutkan, dan alasan bahwa mengusap pada dasarnya adalah keringanan
merupakan qiyas yang bertentangan dengan nash, maka tidak dapat diterima.
Perkataan bahwa ia menjadi sama dengan mencuci, tidak dipedulikan setelah
ditetapkannya dengan syariat. Kemudian, riwayat bahwa hal tersebut ditinggalkan
tidak bertentangan dengan riwayat fi’l (perbuatan) meskipun riwayat
meninggalkannya lebih banyak, karena pembicaraannya tidak wajib tetapi sunnah,
terkadang boleh dikerjakan dan terkadang boleh ditinggalkan.
Dan dikeluarkan hadits Ali , oleh An Nasa'i dan At Tirmidzi
dengan sanad shahih. Bahkan At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut paling
shahih dalam bab ini. dan dikeluarkan oleh Abu Daud dari enam jalan, dan pada
sebagian jalannya tidak disebutkan berkumur-kumur dan istinsyaq
(memasukkan air ke dalam hidung), dan pada yang lainnya,
«وَمَسَحَ رَأْسَهُ حَتَّى لَمْ
يَقْطُرْ»
“Beliau mengusap kepalanya hingga tidak menetes.”
[Shahih: Shahih Abu Daud 114, dan perhatikan
111, 112, 113]
==============
==============
Kandungan hadits :
. Jika mengusap kepala diganti dengan mencucinya, maka itu dianggap tidak cukup ; karena yang wajib adalah mengusap, sedang nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, ” barangsiapa mengerjakan amalan yang tidak berdasarkan atas tuntunanku, maka amalannya tertolak “. Maksudnya, tidak diterima. Inilah pendapat yang benar. Berbeda dengan orang yang mengatakan diperbolehkannya melakukan itu, meskipun dimakruhkan.
. Mengusap kepala itu wajib dilakukan sekali saja dan tidak boleh ditambah.
. Ringan, mudah dan sederhananya syariat Islam.
============
Fawaid hadits:
1. Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah dalam mengusap kepala adalah sekali.
2. Para ulama berbeda pendapat apakah mengusap kepala lebih dari sekali sunnah atau tidak?
Yang rajih tidak sunnah, alasannya:
a. Hadits-hadits yg menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap kepalanya lebih dari sekali adalah syadz. (Silahkan rujuk buku: 50 faidah surat almaidah karya penulis).
b. Mengusap kepala sama dengan mengusap khuff dan mengusap dalam tayammum, tidak disyari’atkan pada pengulangan, sebagaimana yg dikatakan oleh syaikhul islam ibnu Taimiyah (majmu’ fatawa 21/126).
c. Para shahabat yang memperaktekan wudlu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkan pengulangan mengusap kepala.
============
32 - وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ
عَاصِمٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - فِي صِفَةِ الْوُضُوءِ قَالَ: «وَمَسَحَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَأْسِهِ، فَأَقْبَلَ
بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
- وَفِي لَفْظٍ
لَهُمَا: «بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ، حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إلَى قَفَاهُ، ثُمَّ
رَدَّهُمَا إلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ»
32. Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim tentang sifat wudhu
ia berkata, “Dan Rasulullah mengusap kepalanya dari depan sampai belakang.”
(Muttafaq alaih)
[shahih: Al Bukhari 185-186, Muslim
235]
Dan dalam satu lafazh bagi keduanya: “Beliau memulai dari
bagian depan kepalanya (dan menariknya) hingga ke tengkuknya, kemudian
mengembalikan keduanya ke tempat ia memulai darinya.”
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi Perawi
Abdullah bin Zaid bin Ashim adalah kaum Anshar Al Mazani,
dari Bani Mazin bin an Najjar. Ikut serta dalam perang Uhud. Dialah yang
membunuh Musailamah Al Kadzdzab dan dibantu oleh Wahsyi. Ia terbunuh pada tahun
63 H, bukan Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih yang akan disebutkan haditsnya
pada bab adzan. Sebagian ulama hadits keliru padanya, oleh karenanya kami
tegaskan di sini.
Tafsir Hadits
Hadits di atas menerangkan tata cara mengusap kepala, yaitu
mengambil air dengan kedua tangan lalu mengusap dari depan ke belakang. Dalam
hal ini para ulama berbeda dalam tiga pendapat:
pertama; Memulainya dengan bagian depan kepala (tempat
tumbuhnya rambut kepala yang paling depan) lalu menariknya hingga bagian
belakang, kemudian mengembalikan keduanya ke tempat ia memulai darinya, yaitu
permulaan tempat tumbuhnya rambut pada perbatasan wajah, ini yang dipahami dari
zhair perkataannya, “Beliau memulai dari bagian depan kepalanya (dan menariknya)
hingga ke tengkuknya, kemudian mengembalikan keduanya ke tempat ia memulai
darinya.” Tetapi ia menyebutkan sifat ini bahwa ia memulai dari belakang ke
depan, karena menariknya ke bagian belakang disebut dengan idbaar, dan
kembalinya ke depan disebut iqbaal.
Dapat dijawab bahwa huruf waw tidak menunjukkan harus
berurutan, maka dapat diperkirakan ke belakang dan ke depan.
kedua: memulai dengan bagian belakang dan menariknya
ke depan, kemudian dikembalikan ke belakang untuk menjaga zhahir lafazh, ‘Ke
depan dan ke belakang’, sebab kata iqbaal adalah ke wajah dan
idbaar ke bagian belakang. Cara ini telah disebutkan dalam hadits shahih,
‘Ia memulai dengan bagian belakang kepalanya.’ Perbedaan dalam lafazh
hadits-hadits tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan pada tata caranya.
Ketiga; Memulai dari jambul (ubun-ubun), kemudian ke
arah wajah, lalu menariknya ke bagian belakang kepala, kemudian dikembalikan ke
tempat memulai mengusap yaitu jambul. Sepertinya yang berpendapat seperti
bermaksud menjaga lafazh hadits, “Beliau memulainya dari bagian belakang”, juga
menjaga zhahir lafazh: “Memulai dari depan lalu ke belakang”, karena jika
memulainya dengan ubun-ubun maka itu benar bahwa ia juga memulainya dari bagian
depan, juga benar bahwa ia memulai dari depan, karena ia menariknya ke arah
wajah yaitu bagian depan.
Abu Daud telah meriwayatkan dari Al Miqdam:
«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
لَمَّا بَلَغَ مَسْحَ رَأْسِهِ وَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى مُقَدَّمِ رَأْسِهِ
فَأَمَرَّهُمَا حَتَّى بَلَغَ الْقَفَا ثُمَّ رَدَّهُمَا إلَى الْمَكَانِ الَّذِي
بَدَأَ مِنْهُ»
“Bahwa Nabi ketika sampai pada mengusap kepala, beliau
meletakkan tangannya pada bagian depan kepalanya, lalu menjalankan keduanya
hingga ke bagian belakang, kemudian mengembalikannya ke tempat ia memulai
darinya.”
[Shahih: shahih Abu Daud
122]
Hadits ini sangat jelas maksudnya, zhahirnya bahwa
pelaksanaannya diberikan pilihan padanya, dan bahwa tujuan dari hal tersebut
adalah mengusap kepala secara keseluruhan.
===============
===============
Kandungan hadits :
Bahwa mengusap kepala itu harus dilakukan. Jika ada yang mencuci kepalanya sebagai pengganti dari basuhan, apakah itu dianggap cukup ? Sebagian ulama mengatakan bahwa itu dianggap sah, karena perubahan yang ada terjadi dari bawah [ mengusap ] keatas [ mencuci ]. Yang benar bahwa itu tidak dianggap sah, karena menyelisihi apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah, sedangkan nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda, ” barangsiapa mengerjakan amalan yang tidak berdasarkan petunjuk kami, maka amalan itu bertolak ” oleh karena itu ada pendapat ketiga dalam masalah ini, bahwa hal itu dianggap sah, jika dia meratakan air diatas kepala dengan menggunakan kedua tangan. Karena jika dia meratakan air itu di atas kepalanya, maka dianggap membasuh, meskipun ada penambahan air yang digunakan untuk membasuh. Ini adalah pendapat yang cukup kuat.
============
33 - وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا - فِي صِفَةِ الْوُضُوءِ - قَالَ: «ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ،
وَأَدْخَلَ إصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِي أُذُنَيْهِ، وَمَسَحَ
بِإِبْهَامَيْهِ ظَاهِرَ أُذُنَيْهِ» . أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ.
وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ
33. Dari Abdullah bin Amr tentang sifat wudhu ia berkata,
“Kemudian beliau mengusap kepalanya, dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke
dalam kedua telinganya, dan mengusap kedua ibu jarinya pada bagian luar kedua
telinganya.”
(HR. Abu Daud dan An Nasa'i dan dishahihkan oleh Ibnu
Khuzaimah)
[Hasan Shahih: shahih Abu Daud
135]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi Perawi
Abdullah bin Amr adalah Abu Abdurrahman atau Abu Muhammad,
Abdullah bin Amr bin al Ash bin Wa’il As Shami Al Qurasyi. Nasabnya bertemu
dengan Rasulullah SAW pada Ka’b bin Lu’ai. Ia masuk Islam sebelum ayahnya, dan
ayahnya lebih tua 13 tahun darinya. Abdullah adalah seorang Hafizh, alim dan
abid (ahli ibadah). Ia wafat pada tahun 63 H, ada yang mengatakan tahun 73 H,
dan ada pula yang mengatakan selain itu. Tempat wafatnya diperselisihkan, ada
yang berpendapat di Makkah, Tha’if atau Mesir.
Penjelasan Kalimat
“Kemudian beliau (yakni Rasulullah ) mengusap kepalanya, dan memasukkan kedua jari telunjuknya
(yang dimaksud adalah kedua jari telunjuk kiri dan kanan, dinamai
sabbahah karena keduanya diisyaratkan ketika bertasbih) ke dalam kedua telinganya, dan mengusap kedua ibu jarinya pada bagian
luar kedua telinganya.
Tafsir Hadits
Hadits di atas sama dengan hadits-hadits yang pertama tentang
sifat wudhu. Penulis menyebutkannya untuk menjelaskan tentang tata cara mengusap
kedua telinga yang belum dijelaskan hadits-hadits sebelumnya. Oleh karenanya,
penulis hanya menyebutkan bagian dari hadits ini.
Mengenai mengusap kedua telinga, telah diriwayatkan dalam
beberapa hadits, di antaranya adalah hadits Al Miqdam bin Madikarib yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ath Thahawi dengan sanad hasan, hadits Ar
Rubayyi’ yang juga diriwayatkan oleh Abu Daud, hadits Anas diriwayatkan oleh Ad
Daruquthni dan Al Hakim, dan hadits Abdullah bin Zaid, di dalamnya
disebutkan:
«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
مَسَحَ أُذُنَيْهِ بِمَاءٍ غَيْرِ الْمَاءِ الَّذِي مَسَحَ بِهِ
رَأْسَهُ»
“Bahwa Nabi mengusap kedua telinganya dengan air selain
yang digunakan untuk kepalanya.”
Mengenai hadits ini Al Baihaqi berkata, “ini adalah isnad
shahih”, meskipun dikomentari oleh Ibnu Daqiq Al Id dan berkata, “yang terdapat
dalam hadits itu, ‘Dan beliau mengusap kepalanya dengan air bukan sisa dari
kedua tangannya.’ Dan ia tidak menyebutkan kedua telinga, dan diperkuat oleh
penulis bahwa juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan At Tirmidzi yang demikian
itu.
Para ulama berbeda pendapat, apakah mengambil air baru untuk
telinga, ataukah keduanya diusap dengan sisa air mengusap kepala? Hadits-hadits
telah menyebutkan kedua pendapat tersebut, dan sebentar lagi akan dikomentari.
============
============
Kandungan hadits :
. Disyariatkannya mengusap kedua telinga. Yang benar bahwa mengusap kedua telinga itu wajib, karena telinga merupakan bagian dari kepala.
. Penjelasan tentang tatacara mengusap kedua telinga, yaitu seseorang memasukan dua jari telunjuk kedalam dua lubang telinga, kemudian kedua ibu jari mengusap bagian luarnya, para ulama mengatakan Demikian pula dengan mengusap kedua sepatu bot, tetapi jika ingin mengusap dengan satu tangan, maka dia mengusap bagian kanan terlebih dahulu sebelum bagian yang kiri. Ini berdasarkan keumuman hadits أَلَا فَيَمِّنُوٰا ” ketahuilah, hendaknya kalian memulai dengan bagian kanan ” dan juga perkataan Aisyah كَانَ يُعجِبُهُ التَّيَمُّنُ. ” bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam menyukai mendahulukan bagian kanan ”
. Tidak disyariatkan pengulangan dalam mengusap kedua telinga karena hadits tidak menyebutkan pengulangan. Dalam masalah mengusap kepala telah disebutkan bahwa mengusap kepala hanya dilakukan sekali saja. Begitu juga dengan kedua telinga, karena kedua telinga itu merupakan bagian dari kepala sehingga ini mirip dengan penisbatan kedua telinga dengan kepala. Penisbatan hidung dengan kotoran ketika sujud. Artinya keduanya dianggap bukan merupakan bagian tubuh yang terpisah, akan tetapi merupakan dua anggota yang menjadi bagian dari kepala, sehingga ketika kepala diusap, maka keduanya juga harus disuap.
. Secara zhahir beliau tidak mengambil air yang baru untuk membasuh kedua telinga, dan inilah yang benar, kecuali jika tangan telah kering. Ini karena keduanya merupakan bagian dari kepala, sehingga proses penyuciannya menjadi satu.
=============
Fawaid hadits 32-33:
1. Penjelasan tentang tata cara mengusap kepala, yaitu mengusap seluruh kepala bukan sebagian saja.
2. Perbuatan Nabi ini dalam rangka mempraktekan perintah Allah dalam al Qur’an, dan perbuatan seperti ini hukumnya mengikuti hukum perintah yaitu wajib, dan ini adalah pendapat imam Ahmad dan inilah yang rajih.
3. Telinga adalah bagian dari kepala yang merupakan rukun.
4. Mengusap telinga tidak disunnahkan mengambil air yang baru, adapun hadits: Nabi mengambil untuk telinganya air selain air untuk kepalanya, adalah hadits yang syadz.
5. Penjelasan tata cara mengusap telinga.
0 comments:
Post a Comment