عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يُسْأَلُ الرَّجُلُ فِيمَا ضَرَبَ امْرَأَتَهُ»
(68) Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Janganlah seseorang ditanya; apa sebabnya ia memukul istrinya.” (HR. Abu Dawud dan lainnya, namun isnad hadits ini dhaif karena majhulnya Abdurrahman Al Musliy).
BAB: KETAKWAAN
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)
فَاتَّقُوا الله مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kepada Allah semampumu.” (QS. At Taghabun: 16)
Ayat ini menerangkan maksud ayat yang pertama.
Allah Ta’ala juga berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,” (QS. Al Ahzaab: 70)
Ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk bertakwa cukup banyak dan sudah diketahui bersama. Dia juga berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا - وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.--Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath Thalaq: 2-3)
إِنْ تَتَّقُوا اللهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan[i]. Dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.”(QS. Al Anfal: 29)
Ayat-ayat berkenaan dengan masalah ini cukup banyak dan sudah sama-sama diketahui.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ: مَنْ أَكْرَمُ النَّاسِ؟ قَالَ: «أَتْقَاهُمْ» فَقَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ، قَالَ: «فَيُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ» قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ، قَالَ: «فَعَنْ مَعَادِنِ العَرَبِ تَسْأَلُونِ؟ خِيَارُهُمْ فِي الجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الإِسْلاَمِ، إِذَا فَقُهُوا»
(69) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa.” Para sahabat berkata, “Bukan terkait tentang hal ini kami bertanya kepadamu?” Beliau menjawab, “Kalau begitu, (orang yang mulia) adalah Yusuf Nabi Allah putera Nabi Allah, putera Nabi Allah, putera kekasih Allah.” Para sahabat berkata, “Bukan terkait tentang hal ini kami bertanya kepadamu?” Beliau menjawab, “Jadi tentang keturunan dan nasab bangsa Arab kalian bertanya kepadaku? Orang-orang pilihan bangsa Arab di masa Jahiliyah akan menjadi orang-orang pilihan di masa Islam jika mereka paham agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Nasab yang utama akan dipandang jika diiringi dengan takwa dan takut kepada Allah Azza wa Jalla.
2. Seseorang akan menjadi mulia ketika bertakwa kepada Allah. Dan bahwa orang yang bertakwa akan menjadi orang yang banyak kebaikannya di dunia, dan derajatnya akan tinggi di akhirat.
3. Seseorang akan menjadi mulia karena kemuliaan orang tua dan leluhurnya, tentunya jika mereka bertakwa dan dirinya pun bertakwa.
4. Keutamaan Nabi Yusuf ‘alaihis salam karena ia telah memadukan antara akhlak yang mulia, kenabian, dan kemuliaan nasab, ditambah dengan ilmu tentang takwil mimpi, mampu mengelola harta, serta mampu mengatur rakyat.
5. Keutamaan ilmu, dan bahwa ia lebih utama daripada nasab, kedudukan, dan harta.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - عَنِ النَّبيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «إنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ؛ فإنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ»
(70) Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, "Sesungguhnya dunia ini manis lagi hijau (indah), dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu pengganti generasi sebelumnya. Dia akan melihat apa yang kamu kerjakan, maka berhati-hatilah kamu terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah karena wanita." (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Peringatan agar tidak tertipu oleh dunia dan wanita, karena keduanya adalah fitnah (cobaan).
2. Perintah agar zuhud dan tidak berlebihan terhadap dunia.
3. Mengambil pelajaran dari umat-umat terdahulu.
4. Allah menjadikan manusia sebagai pengganti manusia sebelumnya agar Dia melihat perbuatan yang kita lakukan di dunia, karena dunia adalah tempat ujian; bukan tempat yang kekal.
5. Dunia enak dinikmati dan indah dipandang sebagai ujian bagi kita.
6. Banyak manusia yang tertipu oleh dunia dan wanita, sehingga yang diperhatikan hanya masalah perut dan syahwat saja.
عَنْ عَبْدِ اللهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: «اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى، وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى»
(71) Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdoa, “Ya Allah, aku meminta kepadamu petunjuk, ketakwaan, kesucian, dan kecukupan.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan empat sikap di atas: (a) petunjuk, yaitu kebenaran, (b) ketakwaan, yaitu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, (c) kesucian, yaitu menjaga diri dari hal yang haram dan dari perkara yang menodai kemuliaan diri, (d) kecukupan, yakni kaya hati dan tidak membutuhkan apa yang ada di tangan manusia.
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkuasa memberikan manfaat dan menolak madharat terhadap dirinya. Hal ini menunjukkan batilnya perbuatan orang yang bergantung dan meminta kepada para wali dan orang-orang saleh yang telah meninggal dunia untuk mendatangkan manfaat dan menghindarkan madharat.
3. Hendaknya kita senantiasa kembali kepada Allah Azza wa Jalla dalam segala urusan.
4. Butuhnya jiwa kepada akhlak yang mulia agar senantiasa istiqamah di atas perintah Allah, takut terhadap azab-Nya, dan mengharap rahmat-Nya.
5. Hendaknya seseorang tidak bersandar kepada kemampuan diri untuk memiliki sifat-sifat mulia, tetapi bersandar kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
عَنْ عَدِّيِّ بْنِ حَاتِمٍ الطَّائِيِّ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ، ثُمَّ رَأَى أَتْقَى لِلَّهِ مِنْهَا، فَلْيَأْتِ التَّقْوَى»
(72) Dari Addi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bersumpah, lalu ia melihat ada perkara lain yang lebih mengarah kepada ketakwaan kepada Allah, maka hendaklah ia datangi sikap takwa itu.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Barang siapa yang bersumpah untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, namun ternyata ada perbuatan lain yang lebih baik dan lebih mengarah kepada ketakwaan daripada melanjutkan sumpahnya, maka hendaklah ia melakukan perbuatan yang lebih baik itu dan membayar kaffarat terhadap sumpahnya.
2. Barang siapa yang telah bertekad mengerjakan kemaksiatan, maka janganlah ia lanjutkan.
3. Wajibnya berada di atas ketakwaan bak dalam kondisi senang maupun susah, dan dalam kondisi lapang maupun sempit.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ صُدَيِّ بْنِ عَجْلاَنَ الْبَاهِلِيِّ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - قَالَ: سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فِي حَجَّةِ الوَدَاعِ فَقَالَ: «اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ، وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ، وَصُومُوا شَهْرَكُمْ، وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ، وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ»
(73) Dari Abu Umamah Shuday bin Ajlan Al Bahiliy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada saat haji wada (perpisahan), “Bertakwalah kepada Allah, dirikanlah shalat lima waktu, berpuasalah pada bulan kalian (Ramadhan), tunaikanlah zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian akan masuk ke dalam surga Rabb kalian.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hadits hasan shahih.”)
Fawaid:
1. Takwa merupakan wasiat Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Wajibnya melaksanakan rukun Islam.
3. Wajibnya menaati pemerintah selama perintahnya bukan maksiat.
4. Semua perbuatan di atas merupakan sebab masuk ke dalam surga.
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
[i] Petunjuk yang dapat membedakan antara yang hak (benar) dan yang batil, dapat juga diartikan di sini sebagai pertolongan.
0 comments:
Post a Comment