عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه البخاري و مسلم]
(1) Dari Umar bin Al Khattab radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang diinginkannya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya tertuju kepada apa yang diniatkannya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Fawaid (Kandungan Hadits):
1. Perintah berbuat ikhlas, karena Allah tidak menerima amal kecuali yang ikhlas karena-Nya dan sesuai Sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Sebagian ulama berkata, “Hadits innamal a’maalu bin niyyat adalah penimbang amalan batin, sedangkan hadits man ahdatsa fii amrinaa adalah penimbang amalan zhahir (yang tampak).”
3. Niat tempatnya di hati; bukan di lisan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم: «يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ فإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وآخِرِهِمْ» . قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَيْفَ يُخْسَفُ بأوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيهمْ أسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ؟! قَالَ: «يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيّاتِهمْ» .( مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. هذَا لَفْظُ الْبُخَارِيِّ.)
(2) Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada sepasukan tentara yang hendak menyerang Ka’bah. Saat mereka berada di salah satu tanah lapang, maka mereka pun dibenamkan ke dalam tanah baik orang-orang yang pertama maupun yang terakhir.” Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana orang-orang yang pertama maupun yang terakhir dibenamkan, sedangkan di antara mereka ada orang-orang biasa dan yang tidak ikut pasukan itu?” Beliau bersabda, “Dibenamkan ke dalam tanah baik orang-orang yang pertama maupun yang terakhir, kemudian mereka dibangkitkan sesuai niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafaz ini adalah lafaz Bukhari)
Fawaid:
1. Peringatan untuk tidak berkawan dengan orang-orang zalim agar tidak tertimpa musibah seperti yang mereka alami.
2. Dalam proses hisab diperhatikan pula niat seseorang; baik atau buruk?
3. Perintah memiliki niat yang baik dan ikhlas.
عَنْ عَائِشَة رَضِيَ اللهُ عنْهَا قَالَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: " لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفرِتُمْ فانْفِرُوا" (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ).
(3) Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hijrah setelah penaklukkan Mekkah, yang ada adalah jihad dan niat. Dan jika kalian diminta berangkat perang (oleh imam), maka berangkatlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Al Khaththabi dan ulama lainnya berkata, “Pada awalnya hijrah wajib bagi setiap muslim karena kurangnya jumlah kaum muslimin di Madinah dan butuhnya mereka berkumpul. Setelah Allah menaklukkan Mekkah sehingga manusia masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong, maka kewajiban hijrah ke Madinah menjadi gugur, namun tetap ada kewajiban jihad dan niat (untuk berjihad agar kalimat Alah menjadi tinggi) bagi orang yang melakukannya atau ketika diserang oleh musuh.”
2. Al Hafizh berkata, “Hikmah wajibnya hijrah bagi orang muslim adalah agar dapat selamat dari gangguan orang-orang kafir, karena mereka biasa menyiksa orang yang masuk Islam sampai ia keluar dari agamanya.”
3. Al Mawardiy berkata, “Jika seseorang mampu menampakkan (ajaran) agamanya di sebuh negeri kufur, maka tinggal di sana bisa lebih utama daripada berpindah darinya, karena diharapkan dengan sikapnya itu orang-orang masuk ke dalam Islam.”
عَنْ جابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِيِّ رضِيَ اللهُ عنْهُمَا قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم في غَزَاةٍ فَقَالَ: "إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالاً مَا سِرْتُمْ مَسِيراً، وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِياً إِلاَّ كَانُوا مَعَكُم حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ" وَفِي روايَةِ: "إِلاَّ شَركُوكُمْ فِي الْأَجْرِ" )رَواهُ مُسْلِمٌ. ورواهُ البُخَارِيُّ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: رَجَعْنَا مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ مَعَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ: "إِنَّ أَقْوَامَاً خَلْفَنَا بِالْمَدِينَةِ مَا سَلَكْنَا شِعْباً وَلاَ وَادِياً إِلاَّ وَهُمْ مَعَنَا، حَبَسَهُمْ الْعُذْرُ"(.
(4) Dari Jabir bin Abdullah Al Anshariy radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah peperangan, lalu Beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidaklah kalian melakukan suatu perjalanan dan melintasi lembah melainkan mereka ikut bersama kalian, namun mereka terhalang oleh sakit.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Mereka bersama kalian dalam memperoleh pahala.” (HR. Muslim. Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Kami pernah pulang dari perang Tabuk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Belau bersabda, “Sesungguhnya ada beberapa kaum di Madinah yang kita tinggalkan, dimana kita tidaklah menempuh sebuah lereng maupun melewati lembah melainkan mereka bersama kita. Mereka dihalangi oleh udzur.”)
Fawaid:
1. Keutamaan memiliki niat yang ikhlas.
2. Orang yang memiliki niat yang baik dan ikhlas serta berusaha untuk melakukannya, namun ternyata tidak dapat dilakukan karena terhalang oleh udzur, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.
عَنْ مَعْنِ بْن يَزِيدَ بْنِ الأَخْنسِ رضي الله عَنْهمْ، وَهُوَ وَأَبُوهُ وَجَدّهُ صَحَابِيُّونَ، قَالَ: كَانَ أبي يَزِيدُ أَخْرَجَ دَنَانِيرَ يَتصَدَّقُ بِهَا فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ فَجِئْتُ فَأَخَذْتُهَا فَأَتيْتُهُ بِهَا. فَقَالَ: وَاللَّهِ مَا إِيَّاكَ أَرَدْتُ، فَخَاصَمْتُهُ إِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ: "لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيدُ، وَلَكَ مَا أَخذْتَ يَا مَعْنُ
(5) Dari Ma’an bin Yazid bin Akhnas radhiyallahu ‘anhum –dia, ayahnya, dan kakeknya adalah termasuk sahabat-, ia berkata, “Ayahku, yaitu Yazid pernah mengeluarkan beberapa dinar untuk ia sedekahkan, lalu ia berikan kepada seseorang di masjid, maka aku datang mengambilnya dan membawa beberapa uang itu.” Ia pun berkata, “Demi Allah, bukan kepadamu aku berikan,” Selanjutnya aku adukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau bersabda, “Engkau telah memperoleh pahala sesuai niatmu wahai Yazid, dan engkau berhak memiliki yang engkau ambil wahai Ma’an (karena telah diizinkan oleh orang yang berada di masjid tadi).” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Seseorang akan mendapatkan pahala sesuai niatnya.
2. Berniat sedekah untuk orang yang membutuhkan tetap memperoleh pahala meskipun sedekah itu diambil oleh orang yang ditanggung nafkahnya atau selainnya.
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - قَالَ: جَاءَنِي رَسُوْلُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يَعُودُنِي عَامَ حَجَّةِ الوَدَاعِ مِنْ وَجَعٍ اشْتَدَّ بي، فقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إنِّي قَدْ بَلَغَ بي مِنَ الوَجَعِ مَا تَرَى، وَأَنَا ذُو مَالٍ وَلاَ يَرِثُني إِلاَّ ابْنَةٌ لِي، أَفأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي؟ قَالَ: «لاَ» ، قُلْتُ: فالشَّطْرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ فَقَالَ: «لاَ» ، قُلْتُ: فالثُّلُثُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الثُّلُثُ والثُّلُثُ كَثيرٌ - أَوْ كَبِيْرٌ - إنَّكَ إِنْ تَذَرْ وَرَثَتَكَ أغنِيَاءَ خيرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يتكفَّفُونَ النَّاسَ، وَإنَّكَ لَنْ تُنفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجهَ اللهِ إلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ في فِيِّ امْرَأَتِكَ» ، قَالَ: فَقُلتُ: يَا رسولَ اللهِ، أُخلَّفُ بعدَ أصْحَابي؟ قَالَ: «إِنَّكَ لَنْ تُخَلَّفَ فَتَعْمَلَ عَمَلًا تَبتَغي بِهِ وَجْهَ اللهِ إلاَّ ازْدَدْتَ بِهِ دَرَجَةً ورِفْعَةً، وَلَعلَّكَ أَنْ تُخَلَّفَ حَتّى يَنتَفِعَ بِكَ أقْوَامٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ. اللَّهُمَّ أَمْضِ لأصْحَابي هِجْرَتَهُمْ ولاَ تَرُدَّهُمْ عَلَى أعقَابهمْ، لَكِنِ الْبَائِسُ سَعدُ بْنُ خَوْلَةَ» يَرْثي لَهُ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ مَاتَ بمَكَّة. مُتَّفَقٌ عليهِ.
(6) Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjengukku karena sakit parah yang kuderita, lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakitku ini begitu parah seperti yang engkau lihat, dan saya seorang yang memiliki harta, namun tidak ada yang menjadi Ahli Warisku kecuali puteriku. Bolehkah aku bersedekah dengan dua pertiga hartaku?” Beliau menjawab, “Tidak boleh.” Aku berkata lagi, “Kalau begitu separuh saja?” Beliau menjawab, “Tidak boleh.” Aku berkata lagi, “Kalau begitu sepertiga wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Sepertiga saja. Sepertiga itu sudah banyak -atau besar-. Sesungguhnya engkau meninggalkan Ahli Warismu dalam keadaan kaya lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta kepada manusia. Sesungguhnya engkau tidaklah mengeluarkan sebuah infak karena mengharapkan keridhaan Allah melainkan engkau akan diberi pahala karenanya sampai makanan yang engkau berikan kepada istrimu.” Aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, apakah saya akan ditinggalkan (di Mekkah) setelah kepulangan kawan-kawanku?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau tidaklah ditinggalkan, kemudian engkau mengerjakan amal saleh karena mencari keridhaan Allah melainkan derajat dan kedudukanmu semakin bertambah. Mungkin saja engkau ditinggalkan sehingga sebagian orang mendapatkan manfaat darimu, sedangkan yang lain mendapatkan madharat. Ya Allah, lanjutkanlah hijrah para sahabatku dan jangan engkau kembalikan mereka ke belakang.” Yang disayangkan adalah Sa’ad bin Haulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat kasihan kepadanya karena wafat di Mekkah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Perintah menghadirkan niat yang ikhlas agar suatu perbuatan mendapatkan pahala dari sisi Allah Azza wa Jalla.
2. Disyariatkan menjenguk orang sakit.
3. Perintah menafkahi orang yang ditanggungnya.
4. Bagi yang meninggalkan sedikit harta, maka yang disarankan baginya adalah tidak berwasiat dan membiarkan hartanya untuk Ahli Waris, tetapi barang siapa yang meninggalkan harta yang banyak, maka boleh berwasiat maksimal sepertiga.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللهُ عَنْه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «إنَّ الله لاَ ينْظُرُ إِلَى أجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ» . رواه مسلم.
(7) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuhmu dan rupamu, akan tetapi Dia melihat kepada hatimu dan amalmu.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Perintah memperhatikan niat.
2. Tidak cukup niat yang baik, bahkan amal pun harus baik, yaitu sesuai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Syarh Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
======================
Pemateri: Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah
======================
Pemateri: Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah
Setiap Amalan Tergantung Niat (Bab Ikhlash – Hadits 1) » http://bit.ly/1T8PRJi
Kisah Pasukan yang Ditenggelamkan (Bab Ikhlash – Hadits 2) » http://bit.ly/1pMQiBG
Jihad dan Niat (Bab Ikhlash – Hadits 3) » http://bit.ly/1SCClyv
Meraih Pahala Hanya karena Niat (Bab Ikhlash – Hadits 4) » http://bit.ly/1pMQpxf
Sedekah Tergantung Niat (Bab Ikhlash – Hadits 5) » http://bit.ly/1rDGbkA
Kisah Sakitnya Sa’ad bin Abi Waqqash (Bab Ikhlash – Hadits 6) » http://bit.ly/1pMQxg9
Urgensi Amalan Hati (Bab Ikhlash – Hadits 7, 8, 9) » http://bit.ly/1Sxj8Bv
0 comments:
Post a Comment