عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ n قَالَ لَا تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ أَبِيهِ فَهُوَ كُفْرٌ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Jangan-lah kamu membenci bapak-bapak-mu, karena barangsiapa membenci bapaknya, maka itu merupakan perbuatan kekafiran”. [HR. al-Bukhâri, no. 6386 dan Muslim, no. 62]
Kata “membenci” dalam hadits di atas diterjemahkan dari kata raghiba ‘an yang artinya: meninggalkannya dengan sengaja dan meremehkannya. (Lihat Mu’jamul Wasîth, bab: raghiba)
Demikian juga penjelasan Ulama’ yang menjelaskan makna hadits ini.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yaitu, janganlah kamu menisbatkan (nasab kamu) kepada selain mereka (bapak-bapak kamu).” [Fathul Bâri, 19/257]
Ibnul Baththâl rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan hadits ini adalah orang merubah penisbatan dirinya kepada selain bapaknya, dengan sadar, sengaja, dan sukarela (tidak terpaksa). Dahulu di zaman jahiliyah, mereka tidak mengingkari seseorang yang mengangkat anak orang lain sebagai anaknya, dan anak tersebut dinisbatkan kepada orang yang mengangkatnya sebagai anak, sehingga turun firman Allâh Azza wa Jalla :
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allâh . [al-Ahzâb/33:5]
Dan firman-Nya :
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ
Dia (Allâh) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri) [al-Ahzâb/33:4]
Maka (setelah turun ayat itu) setiap orang dinisbatkan kepada bapaknya yang sebenarnya, sementara penisbatan kepada orang tua angkat ditinggalkan. Tetapi sebagian mereka tetap dikenal penisbatannya kepada orang tua angkat, maka dia disebut dengannya dengan niat informasi, bukan dengan niat nasab hakiki. Seperti Miqdâd bin al-Aswad. Al-Aswad bukan bapaknya, tetapi orang yang mengangkatnya sebagai anak.” [Fathul Bâri, 19/171]
Maksud kata kekafiran di sini bukanlah kufur akbar yang mengakibatkan pelakunya murtad dan kekal dalam neraka. Yang dimaksudkan adalah kufur ashghar atau kufur nikmat. Sebagian Ulama menyatakan sebab disebut kufur ialah karena itu merupakan kedustaan atas nama Allâh Azza wa Jalla , seolah-olah dia mengatakan, “Allâh telah menciptakan aku dari air mani Fulan”, padahal Allâh telah menciptakannya dari yang lain. Wallahu a’lam. [Lihat Fathul Bâri, 19/171]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVI/1434H/2012M.]
0 comments:
Post a Comment