Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَدِمَ عَلَى رَسُوِلْ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْمٌ غُزَاةٌ، فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَدِمْتُمْ خَيْرَ مَقْدَمٍ مِنَ الْجِهَادِ الأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الأَكْبَرِ ». قَالُوْا : وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ ؟ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُجَاهَدَةُ الْعَبْدِ هَوَاهُ » رَوَاهُ الْبَيْهَقِي فِي “الزُّهْدِ الْكَبِيْرِ” وَالْخَطِيْبُ فِي “تَارِيْخِ بَغْدَادَ” بإِسْنَادٍ ضَعِيْفٍ

Dari Jâbir bin ‘Abdillâh Radhiyallahu anhu , beliau berkata, “Para pasukan perang telah datang (dan menemui) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dari medan jihad), lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian telah datang dengan sebaik-baik kedatangan, dari jihad yang paling kecil (berperang di jalan Allâh Azza wa Jalla ) menuju jihad yang paling besar.” Merekapun bertanya, ‘Apakah jihad yang paling besar itu?’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjuangan seorang hamba (untuk menundukkan) hawa nafsunya.”

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi dalam az-Zuhdul Kabîr (no. 384), al-Khathib al-Bagdadi dalam Târîkh Bagdâd (13/523), dan Ibnul Jauzi dalam Dzammul Hawâ (hlm. 39), dengan sanad mereka bertiga dari jalur Yahya bin Ya’la, dari Laits bin Abi Sulaim, dari ‘Atha’ bin Abi Rabah, dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu , dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Hadits ini adalah hadits yang sangat lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Laits bin Abi Sulaim. Riwayat orang ini ditinggalkan karena hafalannya yang sangat buruk[1]. Demikian pula rawi yang bernama Yahya bin Ya’la al-Aslami, Imam Ibnu Hajar berkata tentangnya, “Dia lemah dan penganut (paham) Syi’ah.”[2]

Imam al-Baihaqi setelah mengeluarkan hadits ini, beliau rahimahullah berkata, “Sanad hadits ini lemah.” Pernyataan beliau ini dibenarkan oleh Imam al-‘Iraqi dan al-Munâwi.[3]

Hadits ini juga dinyatakan lemah oleh Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan dihukumi sebagai hadits mungkar (sangat lemah) oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.[4]

Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menghukumi hadits ini sebagai hadits yang tidak ada asalnya dan matannya (isinya) sangat mungkar. Beliau berkata, “Hadits ini tidak ada asalnya dan tidak diriwayatkan oleh seorangpun dari para Ulama (ahli hadits) yang memahami ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan berjihad melawan orang-orang kafir adalah termasuk amal yang paling agung, bahkan merupakan seutama-utama amalan sunnah yang dikerjakan oleh seorang hamba”[5].

Penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas menunjukkan bahwa hadits ini bukan hanya lemah dari sisi sanadnya, tapi matan (isi)nya juga mungkar, maksudnya sangat bertentangan dengan dalil-dalil dari al-Qur’an dan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kedudukan dan keutamaan berjihad melawan orang-orang kafir di jalan Allâh Azza wa Jalla . Sementara kandungan hadits lemah ini seakan-akan merendahkan kedudukan berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla , dengan menamakannya sebagai ‘jihad yang paling kecil’. Penamaan inilah yang diingkari beliau rahimahullah.[6]

Adapun kedudukan berjihad (berjuang) menundukkan hawa nafsu di jalan Allâh Azza wa Jalla , maka tentu sangat tinggi dan besar, bahkan berjihad melawan orang-orang kafir dan munafik tidak mungkin dilakukan seorang hamba kecuali setelah dia berhasil menundukkan hawa nafsunya di jalan Allâh Azza wa Jalla .

Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ

Dan berjihadlah kamu di jalan Allâh dengan jihad yang sebenar-benarnya [Al-Hajj/22:78]

Imam ‘Abdullah bin al-Mubârak berkata, “maksud ayat ini adalah berjihad (berjuang menundukkan) nafsu dan hawa, inilah jihad yang paling besar dan inilah jihad yang sebenar-benarnya.”[7]

Dalam hal ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي الله تَعَالَى

Orang yang berjihad (dengan jihad yang sebenarnya) adalah orang yang berjihad (untuk menundukkan) nafsunya di (jalan) Allâh Azza wa Jalla [8]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Jihad yang paling wajib adalah berjihad (berjuang menundukkan) nafsu, berjihad (menundukkan) hawa, berjihad (melawan) Syaithan dan berjihad (menundukkan) dunia. Barangsiapa berjihad (menundukkan atau melawan) empat hal ini di (jalan) Allâh, maka Allâh Azza wa Jalla akan melimpahkan hidayah kepadanya (untuk menempuh) jalan-jalan keridhaan-Nya yang menyampaikannya ke Surga”[9].

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVIII/1435H/2014M.]
________
Footnote
[1] Lihat kitab Tahdzîbut Tahdzîb (8/418) dan Taqrîbut Tahdzîb (hlm. 464).

[2] Kitab Taqrîbut Tahdzîb (hlm. 598)

[3] Lihat kitab Faidhul Qadîr (4/511).

[4] Lihat kitab Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfah wal Maudhû’ah (5/459, no. 2460).

[5] Lihat kitab Majmû’ul Fatâwâ (11/197).

[6] Lihat kitab Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfah wal Maudhû’ah (5/459).

[7] Dinukil oleh Imam al-Bagawi dalam tafsir beliau Ma’âlimut Tanzîl (hlm. 402).

[8] HR at-Tirmidzi (no. 1621) dan Ahmad (6/20), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani.

[9] Kitab al-Fawâ’id (hlm. 59).

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top