Perintahkan Keluargamu Untuk Mendirikan Shalat

<div style="box-sizing: border-box; margin-bottom: 10px; outline: none 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> TAKHRIJ HADITS</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 495; Ahmad, II/180, 187; Al-Hakim, I/197; Dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, II/406, no. 505 dengan sanad hasan, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya. Hadits ini dinyatakan sebagai hadits hasan oleh Imam an-Nawawi t dalam al-Majmû’ dan Riyâdhush Shâlihîn. Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Sanadnya hasan shahih.” Lihat Shahîh Sunan Abi Dawud, II/401-402, no. 509.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini hasan, karena dalam sanadnya ada Sawwar bin Dawud Abu Hamzah al-Muzani as-Shairafi. Dia dikatakan tsiqah oleh Ibnu Ma’in. Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tidak apa-apa.” Imam ad-Daraquthni berkata, “Tidak bisa dijadikan mutâba’ah, tapi haditsnya bisa dipakai. [Lihat Mîzânul I’tidâl II/345, no. 3611].</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adapun ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, maka sanadnya hasan dan dipakai oleh para Ulama, seperti Imam Ahmad, Imam Ibnul Madini, Imam Ishaq bin Rahawaih, dan Imam al-Bukhâri.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini ada syahid dari Sabrah bin Ma’bad al-Juhani Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ ، وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika telah berumur tujuh tahun. Dan apabila telah berumur 10 tahun belum shalat, maka pukullah ia.<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn1">[1]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> SYARAH HADITS</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allâh terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [At-Tahrîm/66:6]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu mengatakan, “Yaitu ajarkanlah adab dan ilmu kepada mereka.”<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn2">[2]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu anhu mengatakan, “Hendaklah kalian senantiasa melakukan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla dan takutlah kalian dalam berbuat maksiat kepada Allâh, serta perintahkanlah keluargamu agar berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla niscaya Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menyelamatkan kalian dari api neraka.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Hendaklah kalian bertakwa kepada Allâh dan hendaklah kalian mewasiatkan kepada keluarga kalian untuk selalu bertakwa kepada Allâh.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Qatâdah rahimahullah mengatakan, “Hendaklah kalian menyuruh mereka untuk taat kepada Allâh dan melarang mereka berbuat maksiat kepada Allâh! Hendaklah kalian menegakkan perintah kepada mereka agar mereka selalu melaksanakan perintah Allâh. Suruhlah mereka melakukan kebaikan dan bersegera dalam melakukan kebaikan. Apabila kalian melihat mereka berbuat maksiat kepada Allâh, maka hendaklah kalian larang dan cegah.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adh-Dhahhak dan Muqatil mengatakan, “Wajib atas seorang Muslim untuk mengajarkan keluarganya, kerabat, dan para budaknya, baik laki-laki maupun perempuan, semua yang Allâh wajibkan atas mereka dan semua yang dilarang oleh Allâh Azza wa Jalla .”<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn3">[3]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ayat dalam surat at-Tahrîm ini bentuknya umum, yakni wajib bagi setiap kepala keluarga menjaga anggota keluarganya dari api neraka. Yaitu menyuruh mereka untuk taat kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menjauhkan semua perbuatan dosa dan maksiat. Wajib mengajak dan mengajarkan kepada mereka bagaimana beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , juga mentauhidkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala , mengajarkan mereka agar berbakti kepada kedua orang tua, mengerjakan shalat, berbuat kebaikan kepada keluarga, tetangga, sanak kerabat, dan lainnya. Begitu juga wajib melarang mereka dari berbuat syirik, melarang dari beribadah kepada selain Allâh Azza wa Jalla , melarang dari perbuatan keji dan munkar. Serta melarang mereka dari perbuatan dosa dan maksiat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Orang tua wajib melarang dan mencegah mereka dari perbuatan maksiat, tidak boleh diam.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perintah yang paling besar adalah tauhid kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , kemudian shalat wajib yang lima waktu sehari semalam. Seorang bapak, wajib memerintahkan istri dan anak-anaknya untuk shalat lima waktu, memperhatikan dan mengawasi mereka. Jangan sampai mereka tidak melaksanakan shalat. Karena meninggalkan shalat merupakan dosa besar yang paling besar setelah syirik.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam asy-Syafi’i (wafat th. 204 H) rahimahullah berkata, “Wajib bagi para bapak dan ibu untuk mendidik dan mengajarkan adab kepada anak-anak mereka, dan wajib mengajarkan cara bersuci (berwudhu, mandi, dan lainnya) dan (tata cara) shalat. Boleh orang tua memukul anak-anak mereka bila sudah paham (tentang wajibnya shalat). Anak laki-laki yang sudah bermimpi basah (baligh) dan anak perempuan yang sudah haidh atau genap berusia lima belas tahun, maka mereka sudah wajib mengerjakannya.”<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn4">[4]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perintahkanlah istri, anak-anak, dan anggota keluarga yang ada di rumah kita untuk mengerjakan shalat wajib yang lima waktu sehari semalam dan bersabarlah dalam menyuruh mereka melakukannya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” [Luqmân/31:17]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan perintahkanlah kepada keluargamu mengerjakan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” [Thâhâ/20:132]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kita dan keluarga kita untuk mengerjakan shalat. Pertama kali, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyuruh kita untuk shalat, kemudian Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyuruh keluarga kita untuk shalat. Ini memerlukan waktu dan kesabaran. Tidak boleh kita lalai dalam mengajak keluarga kita untuk shalat karena hal ini merupakan tanggung jawab. Dalam contoh realitanya, seorang anak yang pulang sekolah, pulang kuliah, maupun pulang dari bermain, tanyakanlah kepadanya tentang masalah shalat terlebih dahulu sebelum masalah yang lain. Begitu juga kepada sang istri, tanyakanlah tentang shalat ketika sudah tiba waktunya kemudian perintahkanlah untuk mendirikan shalat sehingga kewajiban untuk mengajak dan mengerjakan shalat telah kita tegakkan di lingkungan keluarga.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> كُلُّكُمْ رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالْأَمِيْرُ رَاعٍ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَىٰ أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَىٰ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan istri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas orang yang dipimpinnya.<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn5">[5]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perhatikanlah wahai saudaraku! Apakah keluarga kita telah melakukan shalat pada waktunya setiap hari? Terlebih lagi bimbingan kepada anak kita tentang masalah shalat. Setiap orang tua wajib mengajarkan anaknya yang telah menginjak usia tujuh tahun untuk mengerjakan shalat, bahkan sejak usia dini. Apabila anak itu sudah mencapai sepuluh tahun ke atas, maka ajakan berupa perintah untuk mengerjakan shalat harus lebih tegas lagi. Seorang Muslim harus terus tetap mengajak keluarganya untuk mengerjakan shalat dan tidak boleh berdiam diri tanpa mengajak mereka untuk shalat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ingatkanlah selalu keluarga kita tentang kewajiban mendirikan shalat karena shalat adalah perkara yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat dan shalat merupakan pesan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terakhir kepada ummatnya. Seandainya kita tidak menyuruh keluarga kita untuk mendirikan shalat, maka ingat akibatnya akan berbahaya bagi kita, sebagai kepala keluarga, kita akan ditanya oleh Allâh Azza wa Jalla pada hari Kiamat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam hadits di atas, yang artinya, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maksudnya, setiap kepala rumah tangga akan ditanya oleh Allâh Azza wa Jalla pada hari kiamat tentang keluarga yang dipimpinnya; Apakah dia menyuruh keluarganya untuk taat kepada Allâh Azza wa Jalla dan melarang mereka dari perbuatan maksiat atau tidak? Apakah mereka menyuruh keluarganya melaksanakan shalat atau tidak?</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Semua manusia akan dihisab pada hari kiamat, dan yang pertama dihisab pada hari kiamat adalah masalah shalat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> أَوَّلُ مَا يُـحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk, maka seluruh amalnya pun buruk.<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn6">[6]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dalam hadits yang lain, dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْـجَحَ ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، وَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَةٍ ؛ قَالَ الرَّبُّ : اُنْظُرُوْا ! هَلْ لِعَبْدِيْ مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكَمَّلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الْفَرِيْضَةِ ، ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَىٰ ذٰلِكَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sungguh amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka beruntung dan selamat-lah dia. Namun jika rusak, maka merugi dan celakalah dia. Jika dalam shalat wajibnya ada yang kurang, maka Rabb Yang Mahasuci lagi Mahamulia berkata, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Lalu dihisablah seluruh amalan wajibnya sebagaimana sebelumnya.’”<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn7">[7]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wahai saudaraku…</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sekaranglah waktunya untuk kita mengingatkan keluarga kita agar mendirikan kewajiban shalat. Karena waktu begitu pendek, entah kapan nyawa akan dicabut. Ini juga agar generasi sepeninggal kita tetap dalam ketaatan mengerjakan kewajiban mendirikan shalat. Allâh Azza wa Jalla telah mengingatkan tentang generasi mendatang sepeninggal orang-orang yang taat dalam firman-Nya:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. [Maryam/19:59]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla telah menjelaskan bahwa sepeninggal mereka (orang-orang yang taat), akan ada generasi yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsu serta akan menemui kesesatan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Bentuk menyia-nyiakan shalat itu banyak, diantaranya melalaikan kewajiban shalat atau melalaikan waktu shalat dengan tidak melaksanakan di awal waktu. Yang dengan itu, mereka akan menemui kesesatan, kerugian dan keburukan.<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn8">[8]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah memerintahkan ummatnya agar mengingatkan putra-putri mereka untuk mengerjakan shalat ketika telah berumur tujuh tahun, dan apabila sudah berumur sepuluh tahun belum mau shalat, maka harus dipukul supaya dia mau shalat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ ، وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika telah berumur tujuh tahun. Dan apabila telah berumur 10 tahun belum shalat, maka pukullah ia.<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn9">[9]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Makna sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pemukulan adalah pukulan fisik bukan pukulan hati dan tidak mengandung konotasi yang lain. Namun, pukulan itu bukan pukulan yang melukai atau mencederai. Pukulan itu adalah pukulan yang mendidik.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ini adalah ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang merupakan pendidikan Islam.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kepada setiap kepala rumah tangga, hendaklah ia menyuruh isteri, anak, pembantu dan sopirnya untuk mengerjakan shalat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Setiap kepala rumah tangga, ayah dan ibu, wajib menyuruh anak-anaknya untuk shalat. Wajib memperhatikan orang yang di bawah tanggungannya, agar mereka melaksanakan shalat wajib yang lima waktu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Peliharalah semua salat dan salat wustha. Dan laksanakanlah (salat) karena Allâh dengan khusyuk.” [Al-Baqarah/2:238]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan setiap kepala rumah tangga agar anak laki-laki dan perempuan dipisah kamarnya, dipisah tempat tidurnya. Tujuannya agar mereka terbiasa dipisah dalam tidur antara anak laki-laki dan perempuan. Pemisahan ini juga sebagai pencegahan dari hal-hal yang membawa kepada perbuatan keji.</div> <br /> <ul>FAWA’ID<br /> <li>Setiap kepala rumah tangga bertanggung jawab atas orang-orang yang ada dalam rumah tangganya.</li> <li>Setiap orang tua wajib menjaga diri dan keluarganya dari api neraka.</li> <li>Setiap orang tua wajib mendidik istri dan anak-anaknya di atas agama Islam yang benar.</li> <li>Pertama kali yang wajib diajarkan kepada istri dan anak-anak adalah tentang tauhid, mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allâh saja.</li> <li>Wajib bagi orang tua mengajarkan keluarga dan anak-anaknya tentang wudhu dan shalat.</li> <li>Orang tua wajib menganjurkan anak-anaknya shalat ketika mereka berumur tujuh tahun.</li> <li>Pentingnya masalah tauhid dan shalat.</li> <li>Boleh memukul anak bila ia tidak mau shalat, tetapi dengan pukulan yang mendidik dan tidak melukai.</li> <li>Umur tamyîz (mulai berpikir dan bisa membedakan antara baik dan buruk) adalah umur tujuh tahun, sedangkan pubertas (mulai beranjak baligh) dimulai umur sepuluh tahun.</li> <li>Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara umur tujuh tahun dan sepuluh tahun, agar para pendidik memperhatikan fase-fase pendidikan anak.</li> <li>Shalat merupakan tiang agama dan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah masalah shalat.</li> <li>Wajib mengerjakan shalat lima waktu dengan ikhlas dan sesuai contoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .</li> <li>Shalat anak-anak yang sudah mumayyiz (sudah bisa membedakan) adalah sah.<a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftn10">[10]</a></li> <li>Orang tua wajib melindungi anak-anak mereka dari hal-hal yang menimbulkan fitnah dalam rumah tangga.</li> <li>Orang tua wajib memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan.</li> <li>Allâh Azza wa Jalla akan memberikan rahmat, keberkahan, dan cahaya bagi rumah tangga yang melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , menjauhkan maksiat, dan senantiasa menjaga shalat yang lima waktu.</li> <li>Seluruh amal pada hari kiamat, baik dan tidaknya tergantung dari tauhid dan shalatnya.</li> <br />MARAAJI’:<br /><br /> <li>Tafsîr Ibni Katsîr, cet. Daar Thaybah.</li> <li>Tafsîr ath-Thabari.</li> <li>Fat-hul Qadîr.</li> <li>Kutubus sittah.</li> <li>Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.</li> <li>Mîzânul I’tidâl, Imam adz-Dzahabi.</li> <li>Syarhus Sunnah, Imam al-Baghawi.</li> <li>Shahîh Sunan Abi Dawud, Imam al-Albani.</li> <li>Shahîh al-Jâmi’is Shaghîr, Imam al-Albani.</li> <li>Bahjatun Nâzhirîn Syarah Riyâdhis Shâlihîn, Salim bin ‘Ied al-Hilali.</li> <li>Sebaik-Baik Amal Adalah Shalat, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka at-Taqwa, th. 1437 H/2016 M.</li> <li>Sifat Wudhu dan Shalat Nabi, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam Syafi’i, th. 1437 H/2016 M.</li> </ul> Oleh <span style="text-align: justify;">Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله</span><div> <br /></div> <div> [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XX/1438H/2016M.]<br />_______<br />Footnote<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref1">[1]</a> Shahih: HR. Abu Dawud, no. 494; At-Tirmidzi, no. 407; Ad-Dârimi, I/333; Al-Hakim, I/201 dan lainnya, dari Sahabat Sabrah bin Ma’bad al-Juhani z . Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr, no. 5867 dan Irwâ-ul Ghalîl, no. 247<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref2">[2]</a> Tafsîr Ibni Katsîr, VIII/167 dan Fat-hul Qadîr, V/254<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref3">[3]</a> Tafsiir Ibni Katsir, VII/167; Tafsîr ath-Thabari, XII/156-157 dan Fat-hul Qadîr, V/253-254<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref4">[4]</a> Syarhus Sunnah, II/407, karya Imam al-Baghawi.<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref5">[5]</a> Shahih: HR. Al-Bukhâri, no. 893, 5188, 5200; Muslim, no. 1829; Ahmad, II/5, 54-55, 111 dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma. Lafazh ini milik al-Bukhâri.<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref6">[6]</a> Shahih: HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath, II/512, no. 1880 dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu. Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr, no. 2573 dan Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, no. 1358<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref7">[7]</a> Shahih: HR. At-Tirmidzi, no. 413; An-Nasa-i, I/232-233 dan al-Baihaqi, II/387. Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb, no. 540 dan Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr, no. 2020<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref8">[8]</a> Lihat Tafsîr Ibnu Katsir, V/243-244, cet. Daar Thaybah.<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref9">[9]</a> Shahih: HR. Abu Dawud, no. 494; At-Tirmidzi, no. 407; Ad-Dârimi, I/333; Al-Hakim, I/201 dan lainnya, dari Sahabat Sabrah bin Ma’bad al-Juhani Radhiyallahu anhu . Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr, no. 5867 dan Irwâ-ul Ghalîl, no. 247<br /><br /><a href="https://almanhaj.or.id/8136-perintahkan-keluargamu-untuk-mendirikan-shalat.html#_ftnref10">[10]</a> Syarhus Sunnah, II/407<br /></div> <div> <img alt="Image result for dirikan sholat" height="120" src="https://hijab-rie.com/wp-content/uploads/2017/02/B_allah_jeywfyxd-01-300x180.jpeg" width="200" /></div>

Perintahkan Keluargamu Untuk Mendirikan Shalat

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِا...

Read more »

Pohon Gharqad

<div style="text-align: justify;"> عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kiamat tidak akan terjadi sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, lalu kaum Muslimin akan membunuh mereka sampai-sampai setiap orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, tetapi batu dan pohon itu berkata, ‘Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ada orang Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia.’ Kecuali (pohon) gharqad karena ia adalah pohon Yahudi.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> TAKHRIJ HADITS</div> <div style="text-align: justify;"> Hadits dengan lafazh seperti ini dibawakan oleh Muslim dalam Shahih-nya di kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah, bab Laa taqumus-sa’atu hatta yamurrar-rajulu fi qabarir-rajuli, no. 2922. Demikian pula Imam Ahmad dalam Musnad-nya hadits no. 27502. Sedangkan Bukhari membawakan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ini dengan lafazh semakna, namun tanpa menyebutkan kata gharqad dalam kitab al Jihad wasy-Sayr, bab Qitalul Yahud, no. 2926. Juga Imam Ahmad pada hadits no. 10476.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu yang dibawakan oleh Bukhari terdapat dalam kitab al Manaqib, bab ‘Alamatun Nubuwwah fil Islam, hadits no. 3593. Muslim di kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah,bab Laa taqumus-sa’atu hatta yamurrar-rajulu fi qabarir-rajuli, hadits no. 2921. At Tirmidzi dalam Sunan-nya di kitab al Fitan, bab Maa ja-a fi ‘alamatid-Dajjal, hadits no. 2236 serta Imam Ahmad dalam Musnad-nya, hadits no. 6112, 6151 dan 5330, semuanya dari jalur Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma dengan lafazh :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ فَتُسَلَّطُونَ عَلَيْهِمْ ثُمَّ يَقُولُ الْحَجَرُ يَا مُسْلِمُ هَذَا يَهُودِيٌّ وَرَائِي فَاقْتُلْهُ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kaum Yahudi, nanti akan memerangi kalian. Akan tetapi kalian (diberi kekuatan) menguasai (mengalahkan) mereka, kemudian (sampai) batu pun berkata : “Wahai Muslim, ada orang Yahudi di belakangku, bunuhlah dia”.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sedangkan Ibnu Majah membawakan berita tentang peperangan di akhir zaman antara kaum Muslimin dengan kaum Yahudi serta pohon gharqad ini, dalam hadits yang panjang tentang kemunculan Dajjal dan fitnahnya, dari riwayat Abu Umamah al Bahili Radhiyallahu ‘anhu dalam kitab al Fitan, bab Fitnatud-Dajjal wa Khuruju ‘Isa Ibni Maryam Alaihissallam, no. 4077. Dalam sanadnya terdapat perawi yang lemah, yaitu Isma’il bin Rafi’ Abu Rafi’ al Muzani al Anshari<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn1">[1]</a>, dan didha’ifkan oleh Syaikh al Albani dalam Dha’if Sunan Ibni Majah, no. 4077. Namun hampir seluruh isinya memiliki pendukung-pendukung yang shahih dari periwayatan para sahabat yang lain secara terpisah-pisah (kecuali sedikit yang tidak didapati adanya riwayat pendukung), seperti dijelaskan secara terperinci oleh Syaikh al Albani dalam risalahnya yang berjudul Qishshatul-Masihid-Dajjal wa Nuzulu ‘Isa Ibni Maryam Alaihissallam wa Qatluhu Iyyahu<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn2">[2]</a>, dan Syaikh al Albani menshahihkannya dalam Shahih Jami’is- Shaghir, no. 7875.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> BIOGRAFI ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ‘ANHU<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn3">[3]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Menurut pendapat mayoritas, nama beliau adalah ‘Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi. Pada masa jahiliyyah, beliau bernama Abdu Syams, dan ada pula yang berpendapat lain. Kunyah-nya Abu Hurairah (inilah yang masyhur) atau Abu Hir, karena memiliki seekor kucing kecil yang selalu diajaknya bermain-main pada siang hari atau saat menggembalakan kambing-kambing milik keluarga dan kerabatnya, dan beliau simpan di atas pohon pada malam harinya. Tersebut dalam Shahihul Bukhari, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanggilnya, “Wahai, Abu Hir”.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ahli hadits telah sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa, dalam Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Selain meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al Fadhl bin al Abbas, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al Ghifari, dan Ka’ab al Ahbar Radhiyallahu ‘anhum . Ada sekitar 800 ahli ilmu dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dan beliau Radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan beribu-ribu hadits. Namun, bukan berarti beliau yang paling utama di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam asy Syafi’i berkata,”Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan hadits pada zamannya (masa sahabat).”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu masuk Islam antara setelah perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau Radhiyallahu ‘anhu datang ke Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah.<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn4">[4]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Amr bin Ali al Fallas mengatakan, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu datang ke Madinah pada tahun terjadinya perang Khaibar pada bulan Muharram tahun ke-7 H.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Humaid al Himyari berkata,”Aku menemani seorang sahabat yang pernah menemani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama empat tahun sebagaimana halnya Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan ibu Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, agar Allah memberinya hidayah untuk masuk Islam, dan do’a tersebut dikabulkan. Beliau Radhiyallahu ‘anhu wafat pada tahun 57 H menurut pendapat yang terkuat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> MUFRADAT HADITS DAN FAIDAH-FAIDAHNYA</div> <div style="text-align: justify;"> 1. Kata-kata (لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى …) yang artinya “kiamat tidak akan terjadi sehingga… ”.</div> <div style="text-align: justify;"> Hal ini menunjukkan, apa yang akan disebutkan setelahnya merupakan suatu tanda di antara tanda-tanda bakal datangnya hari kiamat. Bila peperangan antara kaum Muslimin dengan Yahudi nanti terjadi, maka berarti kiamat betul-betul telah dekat. Maka terjadinya hari kiamat dikaitkan dengan tanda-tanda tersebut, akan tetapi bukan berarti Allah tidak kuasa menegakkan kiamat tanpa tanda-tanda, melainkan karena adanya hikmah yang Allah kehendaki. Sekaligus, ini sebagai bukti rahmat Allah, agar para hambaNya senantiasa waspada dan berhati-hati. Juga untuk menunjukkan kesempurnaan pengaturan Allah terhadap seluruh makhlukNya dengan kekuasaan dan kehendakNya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Apa yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini sebuah berita ghaib, yang pasti benar dan pasti akan terjadi. Karena, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengucapkan perkara syari’at dengan kemauan diri sendiri, apalagi perkara-perkara ghaib yang tidak dapat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketahui, melainkan berasal dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [an Najm/53 : 3-4].</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً. إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> (Dia-lah Allah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. [al Jin/72 : 26-27].</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ، إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلا تَتَفَكَّرُونَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Katakanlah : “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku”. Katakanlah : “Apakah sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)? [al An’aam/6 : 50].</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> 2. Kata-kata حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ … yang artinya, sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, lalu kaum Muslimin akan membunuh mereka … Sedangkan dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma di atas tersebutkan dengan lafazh تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ فَتُسَلَّطُونَ عَلَيْهِمْ yang artinya, kaum Yahudi nanti akan memerangi kalian, tetapi kalian akan (diberi kekuatan) menguasai (mengalahkan mereka) …</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Bila kedua lafazh ini digabungkan, menunjukkan kedua pihak akan saling menyerang. Hanya saja, akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kekuatan kepada kaum Muslimin, sehingga dapat mendesak dan membuat kaum Yahudi takluk. Peristiwa ini terjadi pada saat kemunculan Dajjal<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn5">[5]</a> dan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn6">[6]</a>. Yaitu ketika kaum Muslimin berada di barisan Nabi ‘Isa Alaihissallam, sedangkan Yahudi bersama Dajjal<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn7">[7]</a>, hingga ‘Isa Alaihissallam membunuh Dajjal di Bab Lud.<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn8">[8]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ada pula yang berpendapat, peperangan yang dimaksud dalam hadits di atas adalah beberapa waktu sebelum kemunculan Dajjal dan turunnya ‘Isa Alaihissallam, kemudian berlanjut hingga Dajjal muncul yang diikuti oleh Yahudi, dan ‘Isa Alaihissallam turun, lalu bergabung bersama barisan kaum Muslimin.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dalam hadits Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu yang panjang terdapat kata-kata:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَمَعَ الدَّجَّالِ يَوْمَئِذٍ سَبْعُونَ أَلْفَ يَهُودِيٍّ كُلُّهُمْ ذُوْ سَيْفٍ مُحَلًّى وَسَاجٍ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> dan bersama Dajjal saat itu ada tujuh puluh ribu orang Yahudi masing-masing membawa pedang yang dihiasi (permata) dan (memakai) jubah (selempang) [(berwarna hitam (hijau)], yang menunjukkan bahwa peperangan yang akan terjadi itu dengan menggunakan pedang seperti masa lampau. Tidak dengan senjata api maupun senjata berat, seperti yang kita lihat sekarang ini. Begitu pula senjata yang digunakan oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam ketika membunuh Dajjal nanti, berwujud tombak (pendek).<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn9">[9]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan kata-kata (تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ) dalam lafazh hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana dijelaskan oleh al Hafizh Ibnu Hajar<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn10">[10]</a>, menunjukkan kebolehan menyampaikan pernyataan kepada seseorang, dalam hal ini maksudnya adalah (orang lain) yang sejalan dengannya (semisalnya). Karena, pernyataan di atas disampaikan di hadapan para sahabat, akan tetapi yang dimaksudkan adalah orang-orang yang akan datang setelah mereka, yaitu dalam kurun waktu yang panjang. Mereka memiliki kesamaan dalam hal keimanan, sehingga hal itu pantas untuk disampaikan kepada para sahabat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Berita dalam hadits ini merupakan kabar gembira bagi umat Islam. Merupakan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu berupa kemenangan atas musuh kaum Muslimin. Musuh yang paling dengki dan paling keras permusuhannya terhadap umat Islam, yaitu bangsa Yahudi.<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn11">[11]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ya, hal itu pasti terjadi, berdasarkan kehendak kauninyah Allah Subhanahu wa Ta’ala . Akan tetapi bukan berarti kaum Muslimin menjadi terlena, dan diam berpangku tangan menunggu datangnya kemenangan tersebut, tanpa mengambil sebab-sebab yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan bersamaan dengan ketetapan takdir kauniNya itu. Karena, Allah tidak menjadikan sesuatu, melainkan Allah tetapkan bersamanya sebabnya, sebagai suatu hikmah yang Allah kehendaki. Jadi, dalam kehidupan dunia ini terdapat hukum sebab-akibat yang harus dijalani oleh manusia. Sehingga kemenangan kaum Muslimin atas musuh Islam yang diberitakan dalam hadits di atas pun tidak dapat dicapai, kecuali dengan menjalani sebab-sebab syar’i yang telah Allah gariskan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri … [ar-Ra’d/13:11].</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Artinya, Allah menjadikan adanya perubahan keadaan, yang baik maupun yang buruk, pada suatu kaum dengan sebab yang diusahakan oleh kaum itu sendiri. Jika suatu kaum dalam keadaan baik, penuh dengan kenikmatan, kemudian mereka melakukan sesuatu yang menyebabkan hilangnya kebaikan tersebut, maka Allah akan merubah keadaan mereka menjadi buruk dan sengsara, dan demikian pula sebaliknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّراً نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkanNya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” [al Anfal/8 : 53].</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dengan demikian, jika kaum Muslimin ingin mengentaskan diri dari keterpurukan, kehinaan, penindasan musuh serta hilangnya martabat, harga diri dan kewibawaan, kemudian ingin meraih kejayaan, kemuliaan dan kewibawaan, maka harus merubah diri, dengan cara-cara yang sesuai syar’i, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Allah. Yakni dengan berpegang teguh kepada KitabNya dan Sunnah RasulNya. Mengaplikasikan dalam kehidupannya. Menjalankan agama Allah dengan sebenar-benarnya, secara ikhlas dan sesuai pemahaman yang benar, sebagaimana para salafush-shalih dahulu. Isyarat mengenai hal ini, bisa kita dapatkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Apabila kalian berjual-beli dengan ‘inah (yakni riba), mengambil ekor-ekor sapi dan rela dengan cocok tanam (yakni tenggelam dengan urusan dunia) dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian, yang tidak akan Allah angkat, hingga kalian kembali kepada agama kalian.<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn12">[12]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Asy Syaukani menyatakan, dalam hal ini terdapat peringatan keras, beliau (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) menunjukkan terpuruknya (umat Islam) dalam perkara-perkara di atas dikarenakan pembelotannya terhadap agama.<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn13">[13]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [Muhammad/47:7].</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Syaikh al Albani berkata,”Di antara perkara yang disepakati, tanpa ada perselisihan di antara kaum Muslimin –wa lillahil hamdu- bahwa makna ‘jika kamu menolong agama Allah …’ adalah, ‘jika kamu mengamalkan apa yang Allah perintahkan kepadamu, niscaya Allah akan menolong (memenangkan) kamu atas musuh-musuhmu’.”<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn14">[14]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Beliau rahimahullah juga menerangkan, kunci kembalinya kejayaan (kemuliaan) Islam ialah dengan menerapkan ilmu yang bermanfaat dan mengerjakan amal shalih. Demikian ini suatu perkara mulia, yang tidak mungkin dicapai kaum Muslimin kecuali dengan menjalankan metode tashfiyah (pemurnian) dan tarbiyah (pendidikan, pengajaran)<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn15">[15]</a>. Yakni, dalam urusan aqidah maupun yang lainnya dari urusan-urusan agama ini.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> 3. Kata-kata (حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ) yang artinya, sampai-sampai setiap orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon ….</div> <div style="text-align: justify;"> Hal ini menunjukkan terdesaknya kaum Yahudi ketika kaum Muslimin menyerang mereka, hingga mereka pun mencari tempat-tempat persembunyian.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> 4. Kata-kata فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ … (tetapi batu dan pohon itu berkata …).</div> <div style="text-align: justify;"> Al Hafizh Ibnu Hajar berkata,”Dalam hadits ini terdapat (berita) adanya tanda-tanda menjelang datangnya hari kiamat. Di antaranya, berbicaranya benda-benda mati, seperti pohon dan batu. Dan berdasarkan lahirnya, adalah berbicara secara hakiki, meskipun ada kemungkinan adanya makna kiasan. Maksudnya, bersembunyi (di balik benda-benda tersebut) tidak bermanfaat bagi mereka (Yahudi). Tetapi, (makna) yang pertama (secara lahiriyah) adalah lebih utama.”<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn16">[16]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dalam hadits Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu terdapat kalimat sebagai berikut:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> فَلاَ يَبْقَى شَيْءٌ مِمَّا خَلَقَ اللهُ يَتَوَارَى بِهِ يَهُودِيٌّ إِلاَّ أَنْطَقَ اللهُ ذَلِكَ الشَّيْءَ لاَ حَجَرٌ وَلاَ شَجَرٌ وَلاَ حَائِطٌ وَلاَ دَابَّةٌ …</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka tidak ada satupun ciptaan Allah yang dijadikan tempat persembunyian Yahudi, melainkan Allah jadikan ia berbicara, baik batu, pohon, tembok maupun hewan …</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hal ini menunjukkan bahwa, Allah Maha kuasa atas segala sesuatu dengan kehendakNya yang sempurna. Dan apa yang dikuatkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar di atas telah didukung dengan banyak dalil, baik dari al Qur`an maupun as Sunnah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> 5. Kata-kata إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ (Kecuali (pohon) gharqad karena ia adalah pohon Yahudi).</div> <div style="text-align: justify;"> Yakni, pohon tersebut tidak berbicara sebagaimana yang lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam an Nawawi berkata,”Gharqad adalah sejenis pohon berduri yang dikenal di Negeri Baitul Maqdis (Palestina). Di sanalah Dajjal dan Yahudi (akan) dibunuh (yakni oleh Nabi Isa’ Alaihissallam dan kaum Muslimin).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Abu Hanifah ad Dinawari berkata,’bila ‘Ausaj<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn17">[17]</a> telah menjadi besar, maka disebut Gharqad’.”<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn18">[18]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ibnu al Atsir menerangkan tentang gharqad, adalah sejenis pohon ‘idhah (pohon besar) dan pohon berduri. Bentuk tunggalnya “gharqadah”. Dan di antaranya pula ada pemakaman penduduk Madinah yang disebut Baqi’ al Gharqad<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn19">[19]</a>, karena dahulu, di tempat tersebut terdapat pohon ini, yang kemudian ditebang<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn20">[20]</a>. Kemudian di tempat lainnya, Ibnu al Atsir menjelaskan tentang pohon ‘idhah. Yaitu pohon ummu ghailan<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn21">[21]</a>, dan setiap pohon besar yang berduri<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn22">[22]</a>.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Badruddin al ‘Aini berkata,”Al-Gharqad dengan difathahkan ghain-nya, disukunkan ra’-nya, difathahkan qaf-nya dan di akhirnya huruf dal adalah pohon yang berduri yang tumbuh di situ (pemakaman Baqi’), kemudian pohon tersebut sudah sirna namun namanya tetap ada untuk tempat (pemakaman) tersebut. Al-Ashma’i menyatakan bahwa pohon-pohon gharqad tersebut ditebang pada saat Utsman bin Mazh’un Radhiyallahu ‘anhu dikuburkan di tempat tersebut.”<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn23">[23]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sedangkan dalam al Mu’jamul Wasith diterangkan, gharqad adalah pohon yang tingginya antara satu sampai tiga meter. Tergolong spesies terung-terungan, batang dan dahannya berwarna putih, mirip pohon ‘ausaj dari segi daunnya yang lunak dan dahannya yang berduri<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn24">[24]</a>. Adapun bunganya yang berleher panjang lagi berbau harum, berwarna putih kehijauan<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn25">[25]</a>. Buahnya berbentuk kerucut dapat dimakan, dikenal juga dengan nama ghardaq.<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn26">[26]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Abu Zaid al Anshari mengatakan,”Pohon gharqad dapat tumbuh di segala tempat, kecuali di pasir yang panas.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adapun disandarkannya pohon gharqad sebagai pohon Yahudi yang akan menjadi tempat persembunyian mereka, ini menunjukkan bahwa, di antara makhluk Allah, meski itu benda-benda mati tak bernyawa, ada yang tidak taat kepada perintah Allah dan melakukan hal yang tidak disukai Allah. Sebagai contoh, yaitu perbuatan sebuah batu yang membawa lari pakaian Nabi Musa Alaihissallam saat beliau mandi, sehingga Musa Alaihissallam memukulnya.<a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftn27">[27]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> PELAJARAN HADITS</div> <div style="text-align: justify;"> 1. Kewajiban mengimani seluruh perkara ghaib yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak sah keimanan seseorang sehingga dia mengimaninya.</div> <div style="text-align: justify;"> 2. Mukjizat bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena banyak berita ghaib yang beliau sampaikan pada masa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup betul-betul terjadi sesuai kenyataan. Dan yang belum terjadi, pasti akan terjadi, karena berita yang beliau sampaikan adalah haq, berasal dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini juga menunjukkan kenabian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar.</div> <div style="text-align: justify;"> 3. Mengimani tentang hari kiamat dan pasti akan datang.</div> <div style="text-align: justify;"> 4. Kiamat diawali dengan tanda-tanda. Kiamat tidak akan terjadi, sehingga seluruh tandanya telah muncul menurut kehendak dan hikmah Allah.</div> <div style="text-align: justify;"> 5. Peperangan orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir akan tetap ada sampai menjelang datangnya kiamat.</div> <div style="text-align: justify;"> 6. Berita gembira tentang puncak kemenangan yang akan diraih kaum Muslimin, yaitu akan memerangi dan membunuh orang-orang Yahudi pada saat menjelang tibanya kiamat. Adapun waktunya, yaitu saat kemunculan Dajjal dan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam.</div> <div style="text-align: justify;"> 7. Hadits ini merupakan berita, bahwa pasukan Yahudi saat itu berada di bawah komando Dajjal. Dan kaum Muslimin bersama Nabi ‘Isa Alaihissallam, hingga Dajjal berhasil dibunuh oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam.</div> <div style="text-align: justify;"> 8. Persenjataan perang saat itu adalah sebagaimana persenjataan masa lalu, seperti pedang, tombak dan semisalnya.</div> <div style="text-align: justify;"> 9. Mengimani bahwa Allah Maha Kuasa untuk menjadikan benda-benda mati berbicara atas kehendakNya.</div> <div style="text-align: justify;"> 10. Pohon gharqad adalah pohon Yahudi yang akan dijadikan tempat persembunyian mereka saat terdesak oleh kaum Muslimin.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wallahu a’lam.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Oleh Ustadz Abu Humaid Arif Syarifuddin Lc</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07-08/Tahun X/1427H/2006M.]</div> <div style="text-align: justify;"> ______</div> <div style="text-align: justify;"> Footnote</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref1">[1]</a> Taqribut Tahdzib, no. 442.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref2">[2]</a> Silahkan merujuk ke risalah tersebut.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref3">[3]</a> Al-Ishabah, 4/316-dst.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref4">[4]</a> Semacam anjungan, berada di serambi Masjid Nabawi. Saat itu sebagai tempat tinggal kaum fakir miskin yang tidak mempunyai rumah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref5">[5]</a> Syaikh al Albani berkata dalam catatan beliau terhadap Syarhu ‘Aqidatith-Thahawiyyah, halaman 59 : “Dan hadits-hadits tentang itu (munculnya Dajjal) adalah mutawatir …”.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref6">[6]</a> Fat-hul Bari, 6/610. Beliau turun di dekat al Manarah al Baidha (Menara Putih) sebelah timur kota Damaskus. Lihat Shahih Muslim, kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah, bab Dzikru ad Dajjal wa Shifatuhu wa ma Ma’ahu, hadits no. 2937, dan yang lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref7">[7]</a> ‘Umdatul Qari`, 14/199.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref8">[8]</a> Shahih Muslim, kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah, bab Dzikru ad Dajjal wa Shifatuhu wa ma Ma’ahu, hadits no. 293. Diriwayatkan pula oleh selainnya. Bab Lud adalah nama sebuah kawasan di dekat Baitul Maqdis.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref9">[9]</a> Shahih Muslim, kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah, bab fi Fathi Qusthanthiniyyah wa Khuruj ad Dajjal wa Nuzul ‘Isa Alaihissallam , hadits no. 2897. Lihat risalah Qishshatul-Masihid-Dajjal, halaman 133 dan 144, karya Syaikh al Albani rahimahullah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref10">[10]</a> Lihat Fat-hul Bari, 6/610.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref11">[11]</a> Mengenai kerasnya permusuhan Yahudi terhadap umat Islam ini telah dikabarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’alal dalam al Qur`an surat al Maidah ayat 82. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik …</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref12">[12]</a> HR Abu Dawud, kitab al Buyu’, bab fin-Nahyi ‘anil ‘Inah, hadits no. 3462, dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, no. 3462.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref13">[13]</a> Nailul-Authar, 5/320.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref14">[14]</a> Haula Fiqhil- Waqi’, oleh Syaikh al Albani rahimahullah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref15">[15]</a> Ibid.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref16">[16]</a> Fat-hul Bari, 6/610</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref17">[17]</a> Sejenis pohon berduri dari spesies terung-terungan, buahnya bulat seperti batu akik. Lihat al Mu’jam al Wasith, 2/600. Demikian ini pendapat Abu Hanifah rahimahullah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref18">[18]</a> Syarah Shahihi Muslim, 18/36. Lihat pula Lisanul ‘Arab, 3/325</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref19">[19]</a> Lihat dalam hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih al Bukhari, kitab al Janaiz, bab Mau’izhatul Muhaddits ‘indal Qabri wa Qu’udu ash-habihi, hadits no. 1362 dan Shahih Muslim, kitab al Qadr, bab Kaifiyatu Khalqil-Adamiyyi fi Bathni Ummihi …, hadits no. 2647.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref20">[20]</a> An Nihayah fi Gharibil-Hadits, 3/362.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref21">[21]</a> Disebut juga pohon Samur, salah satu jenis pohon besar yang tergolong jenis tanaman Santh. Yaitu dari spesies tanaman yang memiliki buah, berupa biji-biji yang dibungkus kulit yang panjang, tebal, berkantung-kantung dan berwarna coklat. Kira-kira bentuknya seperti buah turi, tetapi berukuran lebih pendek. Tumbuh di daerah beriklim panas, dan banyak ditemukan di Mesir. Lihat al Mu’jamul-Wasith, 2/669, 1/448, 454, 561.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref22">[22]</a> An Nihayah fi Gharibil-Hadits, 3/255.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref23">[23]</a> ‘Umdatul Qari`, 8/188.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref24">[24]</a> Menurut sebagian ikhwah yang pernah melihatnya, dari segi bentuk daun, batang dan rantingnya, mirip pohon cemara tetapi tidak tinggi, yakni lebih pendek. Wallahu a’lam.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref25">[25]</a> Kira-kira bentuknya mirip bunga Turi.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref26">[26]</a> Al Mu’jamul-Wasith, 2/650-651</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html#_ftnref27">[27]</a> Lihat kisahnya dalam Shahih al Bukhari, kitab al-Ghusl, bab Man Ightasala Wahdahu ‘Uryanan fil Khulwati wa Man Tasattara, hadits no. 278 dan di dalam kitab Ahaditsul-Anbiya’, bab Hadits al Khidhr ma’a Musa Alaihissallam, hadits no. 3404; Shahih Muslim, kitab al Haidh, bab Jawazul Ightisal ‘Uryanan fil Khulwah, hadits no. 339, dan kitab al Fadhail, bab Min Fadha-il Musa Alaihissallam, hadits no. 339.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> <img height="134" src="http://www.bing.com/cr?IG=4D78F12783AA45B0A98997D2526F0956&CID=17CDC9BFA8256F4B00FFC2DBA9C06ED9&rd=1&h=Tj__uIVQH3TnsPEG64JFrv8aGpLpxdVkpoU1yrnEmCI&v=1&r=http%3a%2f%2fislam.ru%2fen%2fsites%2fdefault%2ffiles%2fimg%2fstory%2f2013%2f09%2fThe%2520Blessed%2520Tree-%2520The%2520Only%2520Living%2520Sahabi%2520Tree-5_0.jpg&p=DevEx,5171.1" width="200" /></div>

Pohon Gharqad

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ ...

Read more »

Subulus Salam Syarah Bulughul Maram No.0092-95

<div class="sub-body"> <div class="inner"> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <b><span class="s18" lang="AR-SA">92 - وَعَنْهَا «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَانَ إذَا خَرَجَ مِنْ الْغَائِطِ قَالَ: غُفْرَانَك» . أَخْرَجَهُ الْخَمْسَةُ. وَصَحَّحَهُ أَبُو حَاتِمٍ وَالْحَاكِمُ.</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> 92. Dan Darinya ia berkata, “Sesungguhnya Nabi apabila keluar dari kamar kecil (WC), beliau mengucapkan, “<i>Aku memohon ampunan-Mu</i>.” (HR. Imam yang lima dan dishahihkan oleh Abu Hatim dan Al Hakim)</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Hasan: Shahih Al Jami' 4707]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal s4" dir="rtl" style="text-align: center;"> <b><span class="s47" lang="AR-SA">ـــــــــــــــــــــــــــــ</span></b><b><span class="s6" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal s8" style="text-align: center;"> <b><span class="s48" dir="rtl" lang="AR-SA">[سبل السلام]</span></b><b><span class="s48"><o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>Tafsir Hadits</b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Lafazh<b><span class="s33" dir="rtl" lang="AR-SA">خَرَجَ </span></b><span dir="ltr"></span><span lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span>(keluar) bermakna keluar dari suatu tempat, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya pada lafazh <b><span class="s33" dir="rtl" lang="AR-SA">دَخَلَ</span></b><span dir="ltr"></span><span class="s3" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span>(masuk), akan tetapi maksudnya lebih umum dari hanya sekedar keluar dari kamar kecil, bahkan mencakup di padang sahara sekalipun.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Ada yang mengatakan bahwa permohonan ampun Rasulullah disebabkan karena beliau tidak mengucapkan bacaan dzikir kepada Allah selama buang air, karena beliau biasanya selalu mengingat Allah dalam setiap saat, meninggalkannya ketika buang air bagi Rasulullah dianggap suatu kelalaian, dan beliau menganggap hal itu dosa bagi dirinya, oleh karenanya beliau menutupinya segera dengan beristighfar.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Dikatakan juga, bahwa pengertiannya adalah permohonan taubat atas kelalaiannya mensyukuri nikmat Allah, yang telah Allah anugerahkan padanya. Allah telah memberinya makanan, menguatkan pencernaanya, kemudian memudahkan keluarnya kotoran dari perutnya. Menurut beliau rasa syukurnya masih kurang dibanding dengan nikmat yang diperoleh, maka ia menyelesaikannya dengan memohon ampunan dari-Nya, pendapat ini lebih cocok, sebab sesuai dengan hadits Anas ia berkata:</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إذَا خَرَجَ مِنْ الْخَلَاءِ قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَب عَنِّي الْأَذَى وَعَافَانِي»</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> “Rasulullah apabila keluar dari kamar kecil (WC) beliau membaca, <i>“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan gangguan dariku dan telah melimpahkan kesehatan padaku.</i>” Diriwayatkan Ibnu Majah</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Dhaif: Dhaif Ibnu Majah 57]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Ada keterangan tentang Rasulullah meratapi kesalahannya, yang demikian adalah bagian dari cara bersyukur beliau bahwa setelah keluar dari kamar kecil, beliau mengucapkan:</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <b><span class="s40" lang="AR-SA">الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِّي الْأَذَى وَلَوْ شَاءَ حَبَسَهُ فِي</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <i><br /></i></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <i>“Segala puji bagi Allah, yang telah menghilangkan gangguan dariku dan telah melimpahkan kesehatan padaku, dan seandainya Dia berkehendak niscaya Dia menahannya padaku.”<o:p></o:p></i></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <i><br /></i></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 6/115 dan Al Ilal Al Mutanahiyah]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Dan Allah menyifatinya, bahwa beliau adalah hamba yang pandai bersyukur.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Saya katakan, “Bisa jadi permohonan ampunan beliau adalah karena kedua alasan di atas dan karena sebab yang tidak kita ketahui.” Meskipun ada yang berpendapat bahwa, “Sesungguhnya jika beliau  meninggalkan dzikir dengan lisannya dalam kondisi buang air, namun beliau tidak meninggalkannya dalam hatinya.”</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Dalam masalah ini terdapat hadits dari Anas, </div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>«كَانَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْسَنَ إلَيَّ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ»</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> bahwa beliau pernah membaca: <i>“Segala puji bagi Allah yang telah berbuat baik kepadaku pada awal dan akhirnya.”<o:p></o:p></i></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <i><br /></i></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Maudhu: Dhaif Al Jami 3479]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Juga hadits dari Ibnu Umar, </div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>«كَانَ يَقُولُ إذَا خَرَجَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذَاقَنِي لَذَّتَهُ وَأَبْقَى فِي قُوَّتَهُ.</span></b><span dir="ltr"></span><b><span class="s40" dir="ltr" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span></b><b><span class="s40" lang="AR-SA">وَأَذْهَبَ عَنِّي أَذَاهُ»</span></b><b><span class="s40" dir="ltr"><o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> bahwa Rasulullah ketika keluar dari kamar kecil, beliau membaca: <i>“Segala puji bagi Allah yang telah merasakan padaku kelezatannya, yang telah mengekalkan kekuatan-Nya padaku dan yang telah menghilangkan gangguannya dariku.”<o:p></o:p></i></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <i><br /></i></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Dha’if: Dhaif Al Jami 4388]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Saya katakan, tidak mengapa mengucapkan semuanya, sebagai bukti syukur terhadap nikmat Allah, dalam masalah seperti ini tidak diisyaratkan harus hadits shahih</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> =======================</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="sub-body"> <div class="inner"> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <b><span class="s18" lang="AR-SA">93 - وَعَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: «أَتَى النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - الْغَائِطَ، فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، فَوَجَدْت حَجَرَيْنِ، وَلَمْ أَجِدْ ثَالِثًا، فَأَتَيْته بِرَوْثَةٍ. فَأَخَذَهُمَا وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ، وَقَالَ: هَذَا رِجْسٌ - أَوْ رِكْسٌ» أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ. وَزَادَ أَحْمَدُ وَالدَّارَقُطْنِيّ " ائْتِنِي بِغَيْرِهَا "</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> 93. Dari Ibnu Mas'ud , beliau berkata: “Nabi mendatangi tempat buang air besar, lalu beliau menyuruhku membawakan tiga buah batu, tapi aku hanya menemukan dua buah batu, aku tidak mendapatkan batu yang ketiga, maka aku bawakan kotoran binatang, lalu beliau mengambil dua batu itu dan membuang kotoran binatang seraya berkata, <i>‘Sesungguhnya kotoran binatang itu najis atau kotor</i>’.” (HR. Al Bukhari)</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Shahih: Al Bukhari 156]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Ahmad dan Ad Daruquthni menambahkan, “<i>Berikan aku selain kotoran itu</i>.”</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Ahmad 1/450, dan Ad Daruquthni 1/55]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal s4" dir="rtl" style="text-align: center;"> <b><span class="s47" lang="AR-SA">ـــــــــــــــــــــــــــــ</span></b><b><span class="s6" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal s8" style="text-align: center;"> <b><span class="s48" dir="rtl" lang="AR-SA">[سبل السلام]</span></b><b><span class="s48"><o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>Biografi Perawi<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Adz Dzahabi berkata, “Abdullah bin Mas’ud adalah Al Imam Ar Rabbani, Abu Abdurrahman Abdullah bin Ummu Abdul Hudzli. Ia adalah shahabat dan pelayan Rasulullah , termasuk <i>as sabiqun al awwalun</i> (yang pertama masuk Islam), dan mengikuti perang Badr, juga termasuk seorang fuqaha yang cerdas dan shalih. Ia masuk Islam sejak dahulu dan menghafal langsung dari mulut Rasulullah sebanyak tujuh puluh surah. Rasulullah bersabda:</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>«مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْرَأَ الْقُرْآنَ غَضًّا كَمَا أُنْزِلَ فَلْيَقْرَأْهُ عَلَى قِرَاءَةِ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ»</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> “<i>Barangsiapa yang ingin membaca Al Qur'an dengan bagus sebagaimana ia diturunkan, maka hendaklah dia membacanya menurut bacaan Ibnu Ummu Abd</i> (Ibnu Mas’ud)”</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Shahih: Shahih Ibnu Majah 114]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Ia memiliki banyak keutamaan, dan wafat di Madinah tahun 32 Hari, dalam usia sekitar 60 tahun. </div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>Tafsir Hadits<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Ibnu Khuzaimah menambahkan:</div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>[كَانَتْ رَوْثَةُ حِمَارٍ]</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> bahwa kotoran tersebut adalah kotoran keledai. </div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Shahih Ibnu Khuzaimah 1/39]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Hadits ini dijadikan dalil oleh Asy-Syafi'i, Ahmad dan ulama hadits lainnya. Mereka mensyaratkan bahwa batu yang digunakan untuk istinja tidak boleh kurang dari tiga biji, disamping harus memperhatikan kebersihannya. Apabila belum juga bersih dengan tiga batu, hendaklah ditambah sampai kotorannya bersih.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Disunnahkan jumlahnya ganjil –sebagaimana telah disebutkan sebelumnya- tapi hukumnya tidak wajib, berdasarkan hadits dari Abu Daud:</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>[وَمَنْ لَا فَلَا حَرَجَ]</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> “<i>Barangsiapa yang tidak mampu (mengganjilkan) maka ia tidak berdosa,”</i> ini telah dijelaskan sebelumnya.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Al Khaththabi berkata, “Kalau maksudnya hanyalah penyucian kotoran saja, maka tidak ada manfaat diisyaratkannya jumlah batu tersebut. Tetapi karena jumlah batu diisyaratkan secara lafazh dan secara maknawi diketahui demi kesucian, maka hal itu menunjukkan wajibnya kedua hal tersebut.”</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> ===================</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="sub-body"> <div class="inner"> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <b><span class="s18" lang="AR-SA">94 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: «إنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - نَهَى أَنْ يُسْتَنْجَى بِعَظْمٍ، أَوْ رَوْثٍ وَقَالَ: إنَّهُمَا لَا يُطَهِّرَانِ» . رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَهُ.</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> 94. Dari Abu Hurairah , ia berkata, sesungguhnya Rasulullah melarang beristinja dengan tulang dan tahi binatang, beliau bersabda: “<i>Keduanya tidak bisa menyucikan</i>.” <b>(HR. Ad Daruquthni dan dia menshahihkannya)<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal s4" dir="rtl" style="text-align: center;"> <b><span class="s47" lang="AR-SA">ـــــــــــــــــــــــــــــ</span></b><b><span class="s6" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal s8" style="text-align: center;"> <b><span class="s48" dir="rtl" lang="AR-SA">[سبل السلام]</span></b><b><o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>Tafsir Hadits<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkan hadits tersebut dengan lafazh yang sama, sementara Al Bukhari (3647) meriwayatkannya dengan lafazh yang mirip dengannya. Ia menambahkan di dalam riwayatnya itu:</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>«أَنَّهُ قَالَ لَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ لَمَّا فَرَغَ مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثِ؟ قَالَ: هِيَ مِنْ طَعَامِ الْجِنِّ»</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> bahwa Abu Hurairah pernah bertanya kepada Nabi setelah beliau selesai buang air, “Ada apa dengan tulang dan kotoran binatang?” beliau menjawab, “<i>Itu termasuk makanan jin</i>.” </div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Dan Al Baihaqi meriwayatkannya dalam hadits yang panjang.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Demikian yang dijelaskan dalam Asy-Syarh, lafazh hadits itu ada dalam Sunan Al Baihaqi sebagai berikut:</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضُ بِهَا وَلَا تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلَا رَوْثٍ، فَأَتَيْته بِأَحْجَارٍ فِي ثَوْبِي، فَوَضَعْتهَا إلَى جَنْبِهِ حَتَّى إذَا فَرَغَ، وَقَامَ تَبِعْته، فَقُلْت: يَا رَسُولَ اللَّهِ: مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثِ؟ فَقَالَ: أَتَانِي وَفْدُ نَصِيبِينَ فَسَأَلُونِي الزَّادَ، فَدَعَوْت اللَّهَ لَهُمْ أَلَّا يَمُرُّوا بِرَوْثَةٍ وَلَا عَظْمٍ إلَّا وَجَدُوا عَلَيْهِ طَعَامًا»</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> “bahwasanya Nabi berkata kepada Abu Hurairah , “<i>Carikan aku beberapa biji batu yang akan aku gunakan untuk beristinja, dan jangan bawakan aku tulang dan kotoran binatang.”</i> Lalu aku bawakan beberapa batu yang aku masukkan dalam kainku dan aku letakkan di sampingnya, ketika beliau selesai buang air, aku ikuti beliau sambil bertanya kepada beliau, ‘Mengapa tidak boleh memakai tulang dan kotoran binatang?’ beliau menjawab, <i>“Aku pernah didatangi delegasi jin, mereka menanyakan kepadaku tentang makanan mereka, lalu aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar mereka tidak melewati kotoran binatang dan tulang kecuali mereka mendapatkannya sebagai makanan.</i>” <b>[Al Kubra 1/107, 108]</b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Dalam masalah ini juga terdapat riwayat dari Az Zubair, Jabir, Sahl bin Hanif dan yang lainnya, dengan sanad-sanad yang semuanya terdapat komentar, namun demikian kesemuanya saling memperkuat antara satu dengan yang lainnya.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Di sini dijelaskan alasannya, bahwa keduanya tidak dapat mensucikan, dan keduanya adalah makanan jin. Sedangkan alasan untuk kotoran binatang adalah karena najis. Karena najisnya itulah sehingga tidak dapat dipakai untuk mensucikan, sedangkan tulang juga tidak dapat mensucikan karena dia adalah benda licin yang hampir tidak bisa dipegang, juga tidak bisa membersihkan najis atau tidak bisa mengeringkan yang basah.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>«الْعَظْمَ وَالرَّوْثَةَ طَعَامُ الْجِنِّ، قَالَ لَهُ ابْنُ مَسْعُودٍ: وَمَا يُغْنِي عَنْهُمْ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: إنَّهُمْ لَا يَجِدُونَ عَظْمًا إلَّا وَجَدُوا عَلَيْهِ لَحْمَهُ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ يَوْمَ أُخِذَ، وَلَا وَجَدُوا رَوْثًا إلَّا وَجَدُوا فِيهِ حَبَّهُ الَّذِي كَانَ يَوْمَ أُكِلَ»</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Tatkala Rasulullah mengemukakan alasan bahwa karena keduanya adalah makanan jin, Ibnu Mas’ud bertanya kepada beliau: “Apakah hal itu dapat memuaskan mereka Ya Rasulullah! “ beliau menjawab, “<i>Mereka sesungguhnya tidak menemukan sepotong tulang, kecuali akan mendapatkan dagingnya pada hari mengambilnya dan tidak menemukan kotoran binatang melainkan mereka mendapatkan apa yang disukainya pada hari memakannya.</i>” (HR. Al Hakim dalam Ad Dala’il).</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits yang menjelaskan bahwa kotoran binatang menjadi makanan binatang piaraan para jin.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Di dalam hadits itu terdapat dalil, bahwa istinja dengan menggunakan beberapa batu adalah cara bersuci yang tidak harus digunakan bersama dengan air, meskipun hal itu disukai (sunnah), karena beliau mengemukakan alasan bahwa, <i>“Keduanya (tulang dan kotoran binatang) tidak dapat mensucikan</i>”, itu artinya selain keduanya bisa mensucikan.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> ===============================</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="sub-body"> <div class="inner"> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <b><span class="s18" lang="AR-SA">95 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «اسْتَنْزِهُوا مِنْ الْبَوْلِ، فَإِنَّ عَذَابَ الْقَبْرِ مِنْهُ» . رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> 95. Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda: “<i>Bersucilah kamu dari kencing, karena sesungguhnya kebanyakan siksa kubur disebabkan air kencing.</i>” (HR. Ad Daruquthni)</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>[Shahih: Al Irwa’ 280]<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal s4" dir="rtl" style="text-align: center;"> <b><span class="s47" lang="AR-SA">ـــــــــــــــــــــــــــــ</span></b><b><span class="s6" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal s8" style="text-align: center;"> <b><span class="s48" dir="rtl" lang="AR-SA">[سبل السلام]</span></b><b><o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>Penjelasan Kalimat<o:p></o:p></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <i>Bersucilah kamu </i>(maksudnya, bersucilah kalian, atau tuntutlah kesucian)<i> <span class="s22">dari kencing, karena sesungguhnya kebanyakan siksa kubur </span></i>(artinya, kebanyakan orang yang disiksa padanya) <i>disebabkan air kencing.</i> (yakni dengan sebab bercampur dengannya dan tidak bersuci darinya)</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b>Tafsir Hadits</b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><br /></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Hadits tersebut adalah perintah untuk menjauhkan diri dari air seni, dan bahwa siksaan yang disebabkan karena tidak membersihkan diri darinya akan disegerakan dalam kubur. Telah ditegaskan dalam hadits Ash-Shahihain, bahwasanya Rasulullah melewati dua kuburan yang penghuninya sedang disiksa, kemudian beliau memberitahukan bahwa siksa salah seorang dari keduanya adalah ‘<i>karena tidak mensucikan diri dari kencing’¹</i> atau ‘<i>karena dia tidak menutupi diri dari kencingnya’²</i> yakni membuat tabir  yang dapat mencegahnya terkena air seni, atau, ‘<i>karena dia tidak membersihkan dari air kencing</i>’³ atau ‘<i>karena dia tidak hati-hati terhadap air seni</i>’,⁴ semua lafazh tadi disebutkan dalam beberapa riwayat, dan semuanya memberikan pengertian keharaman tersentuh air seni dan tidak membersihkan diri darinya.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Para ulama berbeda pendapat, apakah menghilangkan najis itu hukumnya wajib atau tidak? Imam Malik berkata, “Menghilangkan najis itu hukumnya tidak wajib”, sementara Asy-Syafi'i mengatakan hukumnya wajib, kecuali dimaafkan darinya.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Wajibnya menghilangkan najis, berdasarkan hadits yang menjelaskan siksa kubur bagi yang tidak membersihkan diri dari air seni. Suatu ancaman tentu saja berlaku bagi yang meninggalkan sesuatu yang wajib. Imam Malik mengemukakan alasan mengenai hadits tersebut, bahwa bileh jadi karena dia membiarkan air seninya mengenai badannya lalu dia shalat tanpa bersuci, karena wudhu tidak sah dengan adanya najis tersebut.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Tidak diragukan lagi, bahwa hadits-hadits yang memerintahkan membawa batu ke tempat buang air, dan perintah untuk bersuci, menunjukkan wajibnya menghilangkan najis, dan terdapat dalil najisnya air seni.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Hadits tersebut merupakan dalil najisnya air seni manusia, karena huruf <i>alif</i> dan <i>lam</i> yang terdapat di awal kata <i>al baul</i> dalam hadits tersebut sebagai pengganti dari <i>mudaf ialaih</i> yakni <i>bauluhu</i> (kencingnya), berdasarkan lafazh Al Bukhari tentang siksaan dua penghuni kubur dengan lafazh ‘<i>dia tidak membersihkan diri dari kencingnya</i>,⁵ karena barangsiapa yang menafsirkannya dengan semua kencing, dan memasukkan kencing unta di dalamnya, seperti penulis dalam kitab <i>Fathul Bari</i>, maka sunggu dia telah melakukan kesalahan, dan telah kami jelaskan letak kesalahannya dalam catatan kaki <i>Fathul Bari</i>.</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> _____________________</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span class="s3">1. Shahih: Muslim 292<o:p></o:p></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span class="s3">2. Shahih: Al Bukhari 216 dan Muslim 292<o:p></o:p></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span class="s3">3. An Nasa'i 4/106<o:p></o:p></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span class="s3">4. Al Baihaqi 1/104<o:p></o:p></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span class="s3">5. Ini lafazh Muslim, sebagaimana telah dijelaskan.</span></div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <img height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKAAEuN8oxIyq6pazjCGT2Iw73is4ZBAY4XQtGTyZgQ2ai9iZO6fM0cjCpMiy_BCyQ7CvVdNodQv6dJSoyUAUpMIT4pQpmgAQjqA_8uPaJqMwqKsDEM63QTnmUEG86hregF3uwWJlb9yQ/s200/subulussalam.jpg" style="text-align: center;" width="200" /></div>

Subulus Salam Syarah Bulughul Maram No.0092-95

92 - وَعَنْهَا «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَانَ إذَا خَرَجَ مِنْ الْغَائِطِ قَالَ: غُفْرَانَك» . أَخْرَجَه...

Read more »

Silsilah Hadist Dha'if dan Maudhu' No 101-105

<span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;">Hadits 101</span><br /> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;"><br /></span> <br /> <div align="justify" dir="rtl"> <span style="font-family: "traditional arabic"; font-size: 16pt; font-weight: 700;"> أما إني لاأنسى ولكن أنسى لأشرع . ( باطل لا أصل له ) _ وهو مخالف لما ثبت في الصحيحين وغيرهما من حديث ابن مسعود مرفوعا إنما أنا بشر أنسى كما تنسون فإذا نسيت فذكروني . </span> </div> <div align="justify"> <span class="style4" style="color: red; font-family: "traditional arabic"; font-size: large; font-weight: 700;"><span lang="en-us"><em><br /></em></span></span></div> <div style="text-align: center;"> <span class="style4" style="color: red; font-family: "traditional arabic"; font-size: large; font-weight: 700;"><span lang="en-us"><em>Aku tidak lalai, akan tetapi dilalaikan agar aku membimbing (merintis) jalan. [batil dan tidak ada asalnya] maknanya juga bertentangan dengan yang diriwayatkan dalam Shahihain dan selain nya, dari haditsnya Ibnu Mas'ud secara marfu, "sesungguhnya aku ini tidak lain hanyalah manusia, yang lupa sebagaimana kalian lupa. Karena itu bila aku lupa, ingatkanlah!"</em></span></span></div> <br /> Hadits ini batil dan tidak ada sumbernya. Telah diriwayatkan oleh al-Ghazali dalam Ihya IV/38, seraya memastikan nisbatnya kepada Rasulullah , sebagai hadits sahih.<br /> <br /> Kemudian al-Iraqi dalam Takhrij Ahaditsal-Ihya berkata, "Telah disebutkan oleh Imam Malik dalam kitabnya al-Muwaththa'sebagai penyampaian (hanya berita) tanpa dibarengi sanad." Begitu juga yang dinyatakan oleh Hamzah al-Kinani.<br /> <br /> Menurut saya, barangkali zahir makna hadits adalah bahwa Rasulullah  tidak lupa (lalai) ditinjau sebagai manusia, akan tetapi dilalaikan oleh Allah SWT dalam rangka merintis jalan (amalan). Bila maknanya demikian, maka dapat dipastikan sebagai riwayat yang tertolak, sebab nyata bertentangan dengan hadits-hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ashhabush Sunan, dari Abdullah bin Mas'ud yang bersabda:<br /> <br /> "Sesungguhnya aku ini tidak lain hanyalah manusia, yang lupa sebagaimana kalian lupa. Karena itu bila aku lupa, ingatkanlah!"<br /> <br /> Jadi, jelaslah bahwa hadits di atas bertentangan dengan hadits sahih tadi. Artinya, kemungkaranlah riwayat yang dimuat al-Ghazali dalam Ihya-nya.<br /> <br /> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;">Hadits 102</span><br /> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;"><br /></span> <br /> <div align="justify" dir="rtl"> <span style="font-family: "traditional arabic"; font-size: 16pt; font-weight: 700;">الناس نيام فإذا ماتوا انتبهوا (لا أصل له)</span> </div> <div align="justify"> <span class="style4" lang="en-us"><em><strong><span style="color: red;"><br /></span></strong></em></span></div> <div style="text-align: center;"> <span class="style4" lang="en-us"><em><strong><span style="color: red; font-size: large;">Manusia itu dalam keadaan tertidur, bila mereka mati, maka berubahlah mereka (sadar).</span></strong></em></span></div> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; text-align: justify;"><br /></span> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; text-align: justify;"></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";">Hadits ini tidak ada sumber aslinya. </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";">Telah diriwayatkan oleh al-Ghazali dalam Ihya IV/20, seraya memarfu'kannva kepada Rasulullah Karena itu, al-Iraqi dalam kitabnya Takhrij Ahadits al-Ihya IV/170 berkata, "Saya tidak mendapati hadits tersebut bersanad marfu' hingga Rasulullah, akan tetapi menganggap berasal dari Ali bin Abi Thalib </span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;">Hadits 103</span><br /> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;"><br /></span> <br /> <div align="justify" dir="rtl"> <span style="font-family: "traditional arabic"; font-size: 16pt; font-weight: 700;"> جالسوا التوابين فإنهم أرق أفئدة (لا أصل له)</span> </div> <div align="justify" class="style5"> <span class="style4" lang="en-us"><strong><em><span style="color: red;"><br /></span></em></strong></span></div> <div class="style5" style="text-align: center;"> <span class="style4" lang="en-us"><strong><em><span style="color: red; font-size: large;">Bergaulah dengan orang-orang yang banyak bertaubat, karena sesungguhnya mereka orang yang paling lembut hatinya. </span></em></strong></span></div> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; text-align: justify;"><br /></span> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; text-align: justify;"></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";">Riwayat ini tidak ada sumber aslinya. Telah diriwayatkan oleh al-Ghazali dalam Ihya seraya menyatakan nisbatnya kepada Rasulullah. Adapun al-Iraqi dalam Takhrij-nyz berkata, "Saya tidak menjumpai sanadnya marfu' hingga Rasulullah, namun ucapan tersebut adalah kata-kata Aun bin Abdullah, dan telah diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya."</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;">Hadits 104</span><br /> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;"><br /></span> <br /> <div align="justify" dir="rtl"> <span style="font-family: "traditional arabic"; font-size: 16pt; font-weight: 700;">من لم يكن عنده صدقة فليلعن اليهود (موضوع)</span> </div> <div class="style4" style="text-align: justify;"> <span class="style5" lang="en-us"><em><strong><br /></strong></em></span></div> <div class="style4" style="text-align: center;"> <span class="style5" lang="en-us"><em><strong><span style="color: red; font-size: large;">Barangsiapa tidak memiliki sesuatu untuk sedekah, hendaknya melaknat orang Yahudi. </span></strong></em></span></div> <br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";">Hadirs ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh al-Khatib dalam Tarikh Baghdad XIV/270, dari sanad Ali bin Husain Ibnu Hibban. Ibnu Muin berkata, "Ini adalah riwayat dusta dan batil. Sungguh tidak ada seorang perawi waras yang meriwayatkan hadits yang tidak masuk akal ini."</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";">Ibnul Jauzi meriwayatkannya dalam deretan hadits-hadits maudhu', dan ia berkata, "Sanad dari Ya'qub bin Muhammad, telah dinyatakan oleh Imam Ahmad sebagai perawi sanad yang tidak dapat diterima."</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important"; font-size: large;"><br /></span></div> <span style="font-family: "oswald important"; font-size: large;"><span style="background-color: white; text-align: justify;"></span></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";">Adapun adz-Dzahabi dalam mengetengahkan biografi Ya'qub bin Muhammad ini berkata, "Sungguh salah, barangsiapa berkata bahwa dia telah meriwayatkan dari Hisyam bin Urwah. Sebab, Ya'qub bin Muhammad tidak menjumpai Hisyam, bahkan ketika Hisyam meninggal, Ya'qub bin Muhammad belum pula lahir."</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;">Hadits 105</span><br /> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;"><br /></span> <br /> <div align="justify" dir="rtl"> <span style="font-family: "traditional arabic"; font-size: 16pt; font-weight: 700;">من وافق من أخيه شهوة غفر الله له ] . ( موضوع ) _ </span> </div> <div align="justify" class="style4"> <span class="style5" lang="en-us"><em><strong><br /></strong></em></span></div> <div class="style4" style="text-align: center;"> <span class="style5" lang="en-us"><em><strong><span style="color: red; font-size: large;">Barangsiapa dapat memenuhi keinginan saudaranya, Allah mengampuni dosanya.</span></strong></em></span></div> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;"><br /></span> <br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";">Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh aI-Uqaili dalam deretan hadits-hadits dha'if, halaman 436-437, juga oleh Abu Naim dalam kitab Akhbar Ashbahan U/66, dari sanad Nashr bin Nujaih al-Bahili, dari Umar Abu Hafhs, dari Ziyad an-Numairi.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";"><br /></span></div> <span style="font-family: "oswald important";"><span style="background-color: white; text-align: justify;"></span></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "oswald important";">Al-Uqaili berkata, "Nashr dan Umar adalah majhul, dan haditsnya tidak dihafal (dijaga)." Bahkan Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu'at menyatakan riwayat tersebut adalah maudhu', dan Umar Abu Hafsh adalah matruk (ditinggalkan) riwayatnya.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;"><img height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJsPSWsIRY4_bbVh-cxhNfnXFngN1RaJinJZPP4EAzGyFjeT9egoIqnJsh-c2f04ZEbv4aOHHd3ez2AWF-oLn4vyGTlSbgZQfdhOQDrllw8TtBVv-UC7SdirR4KYLPuMSFyXp77YOaxRc/s200/silsilah+maudhu.JPG" style="font-family: verdana, sans-serif; font-size: medium; text-align: center;" width="128" /></span> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;"><br /></span> <span style="background-color: white; font-family: "oswald important"; font-size: 13px; text-align: justify;"><br /></span>

Silsilah Hadist Dha'if dan Maudhu' No 101-105

Hadits 101  أما إني لاأنسى ولكن أنسى لأشرع . ( باطل لا أصل له ) _ وهو مخالف لما ثبت في الصحيحين وغيرهما من حديث ابن مسعود مرفوعا إنما أ...

Read more »