عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ، فَقَالَ: «اتَّقِي اللَّهَ وَاصْبِرِي» قَالَتْ: إِلَيْكَ عَنِّي، فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِي، وَلَمْ تَعْرِفْهُ، فَقِيلَ لَهَا: إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَتْ بَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ، فَقَالَتْ: لَمْ أَعْرِفْكَ، فَقَالَ: «إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى» مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: «تَبْكِي عَلَى صَبِيٍّ لَهَا»
(31) Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seorang wanita yang menangis di samping kuburan, maka Beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!” Wanita itu menjawab, “Menyingkirlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengalami musibah seperti yang kualami.” Dan wanita ini tidak mengetahui bahwa Beliau adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ada yang memberitahukan, bahwa Beliau adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka wanita ini segera mendatangi pintu rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia tidak menemukan adanya penjaga, ia pun berkata, “Aku tidak mengenalmu.” Beliau bersabda,“Sesungguhnya sabar (yang terpuji) adalah ketika terjadi musibah pertama kali.” (HR. Bukhari dan Muslim. Dalam sebuah riwayat Muslim disebutkan, “Wanita itu menangis karena anaknya yang meninggal dunia.”)
Fawaid:
1. Tawadhunya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Perintah beramar ma’ruf dan bernahi munkar kepada semua orang.
3. Memohon maaf kepada orang yang mulia saat tidak beradab terhadapnya.
4. Bagi imam atau hakim jika tidak butuh penjaga pintu, maka hendaknya tidak mengadakannya.
5. Pahala kesabaran diperoleh ketika mendapatkan musibah pertama kali, bukan setelahnya, karena setelahnya ia akan melupakannya.
6. Hendaknya seorang da’i dan pelaku amar ma’ruf dan nahi munkar bersabar ketika mendapatkan gangguan dari orang yang didakwahi dan diingatkan.
7. Hendaknya seseorang menerima nasihat dan saran orang lain.
8. Seorang imam atau hakim hendaknya tidak menutup diri dari rakyatnya dan dari kebutuhan mereka.
9. Seorang imam atau hakim hendaknya tidak membedakan dirinya dengan tanda khusus yang membedakan dirinya dengan orang lain.
10. Sebagian ulama berdalih dengan hadits di atas untuk menjelaskan bolehnya ziarah kubur bagi kaum wanita, karena yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jika sering melakukannya. 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: مَا لِعَبْدِي المُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ، إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبَهُ، إِلَّا الجَنَّةُ "
(32) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, “Tidak ada balasan untuk hamba-Ku yang mukmin ketika Aku mencabut nyawa kekasihnya dari penduduk dunia, kemudian ia bersabar dan mengharap pahala terhadapnya kecuali surga.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Barang siapa yang bersabar terhadap musibah dan mengharapkan pahalanya di sisi Allah, maka balasannya adalah surga.
2. Di antara musibah besar yang dialami seseorang adalah kehilangan orang yang dicintainya. Oleh karena itu, jika seseorang bersabar dan mengharap pahala, maka balasannya adalah surga.
3. Orang kafir meskipun melakukan amal saleh, maka di akhirat Allah tidak akan memberinya balasan karena tidak adanya iman, ia hanyalah dibalas di dunia.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ، فَقَالَ: «كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ اللَّهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، مَا مِنْ عَبْدٍ يَكُونُ فِي بَلَدٍ يَكُونُ فِيهِ، وَيَمْكُثُ فِيهِ لاَ يَخْرُجُ مِنَ البَلَدِ، صَابِرًا مُحْتَسِبًا، يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ»
(33) Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang penyakit tha’un, maka Beliau bersabda, “Sebelumnya tha’un[i] itu merupakan azab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, namun Dia jadikan hal itu sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidaklah seorang hamba berada di sebuah negeri yang terdapat tha’unnya, lalu ia tetap di sana dan tidak keluar sambil bersabar dan berharap kepada Allah (berharap agar dihindarkan dari musibah itu atau berharap pahala jika terkena tha’un), ia pun mengetahui bahwa tha’un itu tidak akan mengenainya kecuali karena telah ditetapkan Allah untuknya, kecuali ia mendapatkan pahala seperti orang yang mati syahid.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Rahmat (kasih sayang) Allah untuk umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karena menjadikan sesuatu yang sebelumnya sebagai azab menjadi rahmat bagi umat ini.
2. Keutamaan sabar terhadap musibah.
3. Musibah bagi seorang mukmin menghasilkan pahala, tentunya jika ia tidak keluh kesah terhadapnya.
4. Barang siapa yang meninggal karena penyakit tha’un seraya bersabar dan mengharap pahala terhadapnya, maka ia akan memperoleh pahala seorang yang mati syahid.
5. Jika muncul penyakit tha’un di wilayah yang kita tempati, maka tidak boleh keluar daripadanya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّ اللَّهَ قَالَ: إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ، عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الجَنَّةَ "
(34) Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, “Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan mencabut kedua penglihatannya, lalu ia bersabar, maka aku akan menggantinya dengan surga.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Barang siapa yang bersabar atas kehilangan penglihatannya dan mengharap pahala Allah terhadapnya, maka Allah akan menggantinya dengan surga.
2. Surga adalah ganti yang paling besar dan paling baik, karena bersenang-senang dengan penglihatan di dunia akan fana, sedangkan bersenang-senang di surga akan kekal selamanya.
3. Orang yang dicintai Allah akan mendapat ujian untuk menghindarkan hal yang berbahaya darinya, atau untuk menghapuskan kesalahannya, atau mengangkat derajatnya.
4. Ganti surga dari Allah terhadap kehilangan mata, karena dengan mata seseorang dapat melihat keindahan dunia beserta isinya sehingga ia menjadi senang karenanya, dan dapat melihat hal yang buruk sehingga ia dapat menjauhi diri darinya, maka gantinya adalah surga. 
عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، قَالَ: قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ: أَلَا أُرِيكَ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قُلْتُ: بَلَى، قَالَ: هَذِهِ الْمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ، أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَتْ: إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ، فَادْعُ اللهَ لِي، قَالَ: «إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ، وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُعَافِيَكِ» قَالَتْ: أَصْبِرُ، قَالَتْ: فَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللهَ أَنْ لَا أَتَكَشَّفَ فَدَعَا لَهَا
(35) Dari Atha’ bin Abi Rabah ia berkata, “Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku, “Maukah engkau kuperlihatkan salah seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya, mau.” Ibnu Abbas berkata, “Yaitu wanita hitam ini. Ia pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata, “Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan dan hal itu membuat diriku terbuka aurat, maka berdoalah kepada Allah untukku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau bersabar, maka engkau akan memperoleh surga, dan jika engkau mau, maka aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.” Wanita itu berkata, “Saya akan bersabar, namun terkadang auratku terbuka, maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak terbuka,” maka Beliau mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan sabar terhadap musibah dan besarnya pahala orang yang menyerahkan urusan kepada Allah Azza wa Jalla.
2. Berpegang dengan azimah (hukum asal) lebih utama daripada berpegang dengan rukhshah (hukum baru/keringanan karena ada sebab) bagi seorang yang melihat dirinya sanggup memikulnya.
3. Tingginya rasa malu wanita para sahabat.
عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي نَبِيًّا مِنَ الْأَنْبِيَاءِ ضَرَبَهُ قَوْمُهُ، وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ، وَيَقُولُ: «رَبِّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ»
(36) Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Sepertinya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan salah seorang dari para nabi yang dipukuli kaumnya, sedang nabi itu mengusap darah dari wajahnya sambil berkata, “Ya Rabbi, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Tingginya kesabaran para nabi dan kesiapan mereka memikul derita di jalan dakwah untuk meraih ridha Allah dan rahmat-Nya.
2. Di antara akhlak para nabi adalah menyikapi sikap jahil dan buruk kaumnya dengan memaafkan dan berbuat baik.
3. Keutamaan bersabar terhadap gangguan orang lain dan menyikapi keburukan dengan kebaikan serta keutamaan bersikap santun.
4. Tidak menyikapi orang-orang yang jahil dengan sikap yang seperti mereka dan tidak mendoakan keburukan terhadap mereka, bahkan meminta kepada Allah hidayah untuk mereka.
5. Orang-orang yang melakukan kerusakan dan orang-orang kafir tidak melawan hujjah para nabi dan pengikutnya dengan hujjah pula, bahkan mereka beralih dengan kekerasan, yaitu dengan melakukan pembunuhan, penindasan, dan penyiksaan.
6. Pentingnya meneladani Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Beliau pernah terluka wajahnya sampai mengalirkan darah pada peperangan Uhud namun Beliau tetap bersabar.
7. Tidak segera mendoakan keburukan terhadap orang-orang yang menyelisihi atau musuh-musuh dakwah.

Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin),  Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll. 


[i] Tha’un artinya wabah penyakit tertentu. Ada yang mengatakan, bahwa tha’un adalah istilah untuk wabah penyakit yang merata yang menimpa suatu wilayah, sehingga penghuninya terkena olehnya dan membuat mereka meninggal dunia, misalnya penyakit kolera.

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top