٤- وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إذَا كَانَ
الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ» وَفِي لَفْظٍ " لَمْ يَنْجُسْ "
أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ وَابْنُ
حِبَّانَ.
4. Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rasulullah bersabda,
“Jika air itu dua kullah, maka tidak mengandung kotoran.’
“Jika air itu dua kullah, maka tidak mengandung kotoran.’
[shahih: shahih Al Jami
416]
Dalam lafazh lain “Tidak mengandung najis.” (HR. Imam
yang empat dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Al Hakim dan Ibnu Hibban)
[shahih: shahih Al Jami
758]
Biografi Perawi
Abdullah bin Umar adalah putra Ibnu al Khaththab. Ia masuk
Islam sejak kecil di Makkah. Perang yang pertama diikutinya adalah perang
Khandak. Banyak yang meriwayatkan hadits darinya, dan ia termasuk perbendaharaan
ilmu. Meninggal dunia di Makkah pada tahun 73 H dan dimakamkan di Dzawi Thuwa
pada pemakaman kaum Muhajirin.
Al Hakim adalah imam besar, imam para muhaqqiq
(peneliti), Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah An Naisaburi, terkenal dengan
Ibnu Al Ba’i. Memiliki banyak karya ilmiah. Lahir tahun 321 H. Ia menuntut ilmu
dan mengembara ke Irak ketika masih berumur 20 tahun. Kemudian menunaikan ibadah
haji dan berkeliling di daerah Khurasan dan sekitarnya. Ia belajar hadits dengan
cara sima (mendengar) kepada sekitar dua ribu Syaikh. Ad Daruquthni, Abu
Ya’la Al Khalil dan Al Baihaqi serta banyak lagi meriwayatkan darinya.
Ia memiliki banyak karya ilmiah yang memiliki kelebihan dari
yang lainnya, dengan disertai nilai-nilai ketakwaan dan religius. Ia menyusun
Al Mustadrak dan Tarikh Naisabur serta yang lainnya. Ia meninggal
pada bulan Shafar tahun 405 H.
Ibnu Hibban; Adz Dzahabi berkata, “Dia adalah Hafizh
Allamah Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban Al Basti.
Memiliki banyak karya ilmiah. Ia mendengar dari umat yang tak terhitung
jumlahnya mulai dari Mesir hingga Khurasan. Al Hakim dan ulama yang lain
meriwayatkan darinya. Ibnu Hibban adalah termasuk ahli fikih dan penghafal
atsar, mendalami ilmu kedokteran dan ilmu perbintangan dan
disiplin-disiplin ilmu lainnya. Ia menyusun Al Musnad Ash Shahih, At
Tarikh dan Kitab Adh Dhuafa’. Ia mengajarkan fikih kepada umat Islam
di Samarqand. Al Hakim berkata, “Ibnu Hibban adalah perbendaharaan ilmu, fikih,
bahasa dan nasihat, dan termasuk perawi hadits yang cerdas. Meninggal dunia pada
bulan Syawal tahun 354 H.
Tafsir Hadits
Hadits ini telah diisyaratkan terdahulu, bahwa ia merupakan
dalil Asy-Syafi'iyah dalam hal menjadikan air yang banyak yaitu yang sampai dua
kullah. Telah dijelaskan bahwa Al Hadawiyah dan Al Hanafiyah tidak
mengamalkannya karena alasan idhthirab (goncang) pada matannya; dimana
dalam satu riwayat, “Jika sampai tiga kullah”, dan dalam riwayat lainnya,
“satu kullah”, juga lantaran tidak diketahuinya ukuran satu kullah itu,
dan maknanya mengandung kemungkinan lain. Karena sabda beliau, ‘tidak
mengandung kotoran’, bisa jadi karena air yang sedikit itu kalah dengan
kotoran sehingga kotoran tersebut merusak kesuciannya. Juga boleh jadi karena
kotoran tersebut lenyap di dalamnya, semua ini telah dijawab oleh
Asy-Syafi'iyah. Ia telah memaparkannya dalam Asy Syarh kecuali untuk
hadits yang terakhir tidak disebutkannya, sepertinya ia meninggalkannya lantaran
lemahnya, karena riwayat ‘tidak bernajis’ jelas tidak mengandung makna
yang pertama.
==================
Faedah hadits:
Hadits ini menjelaskan tentang perbedaan antara air yang berjumlah sedikit dengan air yang berjumlah banyak. Jika ukuran air mencapai dua qullah, maka air tersebut termasuk air yang banyak, sehingga air tersebut tidak menjadi najis, kecuali jika berubah salah satu dari tiga sifatnya, disebabkan najis yang bercampur ke dalamnya, sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan para ulama.
Sebaliknya, air yang dibawah ukuran dua qullah, jika najis jatuh ke dalamnya, sangat rentan menjadi air yang najis, dan mudah berubah salah satu dari tiga sifatnya. Namun jika air yang dibawah ukuran dua qullah tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya disebabkan karena jatuhnya najis, maka air tersebut tetap saja bersifat suci dan menyucikan, menurut pendapat yang paling sahih dari para ulama. Wallahu A'lam.
==================
Faedah hadits:
Hadits ini menjelaskan tentang perbedaan antara air yang berjumlah sedikit dengan air yang berjumlah banyak. Jika ukuran air mencapai dua qullah, maka air tersebut termasuk air yang banyak, sehingga air tersebut tidak menjadi najis, kecuali jika berubah salah satu dari tiga sifatnya, disebabkan najis yang bercampur ke dalamnya, sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan para ulama.
Sebaliknya, air yang dibawah ukuran dua qullah, jika najis jatuh ke dalamnya, sangat rentan menjadi air yang najis, dan mudah berubah salah satu dari tiga sifatnya. Namun jika air yang dibawah ukuran dua qullah tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya disebabkan karena jatuhnya najis, maka air tersebut tetap saja bersifat suci dan menyucikan, menurut pendapat yang paling sahih dari para ulama. Wallahu A'lam.
0 comments:
Post a Comment