53 - عَنْ «الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: كُنْت مَعَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فَتَوَضَّأَ، فَأَهْوَيْت لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ، فَقَالَ: دَعْهُمَا، فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا» ، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْهُ إلَّا النَّسَائِيّ: «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مَسَحَ أَعْلَى الْخُفِّ وَأَسْفَلَهُ» . وَفِي إسْنَادِهِ ضَعْفٌ.

53. Dari Mughirah bin Syu’bah ia berkata, “Aku pernah bersama Nabi, lalu beliau berwudhu, maka aku tunduk untuk membuka kedua khufnya, maka beliau bersabda: ‘Biarkanlah keduanya, karena sesungguhnya aku memasukkannya dalam keadaan suci’, lalu beliau mengusap atas keduanya.” (Muttafaq alaih)

[Shahih Al Bukhari 206, Shahih Muslim 274]

Dan Imam yang empat –kecuali An Nasa'i-, “Bahwa Nabi mengusap bagian atas khuf dan bagian bawahnya.” Pada sanadnya terdapat kelemahan.

[Dhaif: Dhaif Abu Daud 165, Dhaif At Tirmidzi 97]

ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
Dari Mughirah bin Syu’bah ia berkata, “Aku pernah bersama Nabi , (yaitu dalam satu perjalanan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Bukhari. Dan menurut Malik dan Abu Daud yaitu pada perang Tabuk, pada waktu shalat shubuh) lalu beliau berwudhu, (yakni beliau memulai berwudhu, sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits lainnya. Dalam satu lafazh: “Beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) sebanyak tiga kali”, sedang dalam riwayat lainnya, “Maka beliau mengusap kepalanya”. Maka yang dimaksud dengan perkataannya tawadhdha’a adalah beliau memulai berwudhu, bukan berarti beliau telah selesai, sebagaimana zhahirnya lafazh tersebut) maka aku tunduk (yakni aku mengulurkan kedua tanganku, atau aku bermaksud turun dari posisi berdiri untuk duduk) untuk membuka kedua khufnya, (sepertinya ia belum mengetahui dibolehkannya mengusap, atau ia telah mengetahuinya, tetapi ia menyangka bahwa Nabi akan mengerjakan yang lebih utama karena mencuci lebih utama, dan akan disebutkan perbedaan pendapat padanya, atau karena ia mengira bahwa syarat mengusap belum sempurna, yang terakhir ini lebih dekat, berdasarkan sabdanya)  : ‘Biarkanlah keduanya, (yakni kedua khuf tersebut) karena sesungguhnya aku memasukkannya dalam keadaan suci’, (yakni kondisi kedua kaki itu, sebagaimana diterangkan oleh riwayat Abu Daud, “Karena sesungguhnya aku memasukkan kedua kakiku ke dalam kedua khuf, sedang keduanya suci.” lalu beliau mengusap atas keduanya.” Muttafaq alaih, yaitu Shahih menurut Imam Al Bukhari dan Imam Muslim.

Lafazh yang terdapat dalam hadits ini milik Al Bukhari. Al Bazzar menyebutkan bahwa diriwayatkan dari Al Mughirah dari 60 jalan, dan 45 jalan di antaranya disebutkan oleh Ibnu Mandah.

Tafsir Hadits

Hadits tersebut di atas adalah dalil diperbolehkannnya mengusap atas kedua khuf (sepatu) ketika sedang dalam perjalanan, karena hadits ini dengan jelas membolehkannya, sebagaimana yang Anda telah ketahui. Adapun ketika sedang mukim, akan disebutkan penjelasannya pada hadits yang ketiga.

Para ulama berbeda pendapat mengenai diperbolehkannya hal itu. Mayoritas membolehkannya ketika dalam perjalanan, berdasarkan hadits ini dan ketika sedang mukim berdasarkan hadits-hadits lainnya.

Ahmad bin Hambal berkata, ‘(Dalam masalah tersebut) terdapat 40 hadits dari shahabat secara marfu’. Ibnu Abi Hatim berkata, “Padanya terdapat 41 shahabat.” Dan Ibnu Abdil Barr berkata dalam Al Istidzkar, “sekitar 40 orang shahabat meriwayatkannya dari Nabi mengenai mengusap di atas sepatu.” Ibnu Al Mundzir menukil dari Al Hasan Al Bashri ia berkata, “70 orang shahabat Nabi menceritakan kepadaku bahwa beliau mengusap atas kedua sepatu.” Abul Qasim Ibnu Mandah menyebutkan nama-nama orang yang meriwayatkannya dalam Tadzkirahnya dan mencapai 80 shahabat.

Pendapat mengenai diperbolehkannya mengusap khuf (sepatu boot) adalah pendapat amirul mukminin Ali , Sa’ad bin Abi Waqash, Bilal, Khudzaifah, Buraidah, Khuzaimah bin Tsabit, Salman dan Jarir Al Bajali serta yang lainnya.

Ibnu Al Mubarak berkata, “Tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan para shahabat mengenai mengusap atas sepatu, karena yang diriwayatkan pengingkaran darinya telah diriwayatkan pula penegasan darinya.”

Ibnu Abdil Barr berkata, “saya tidak mengetahui riwayat yang menyebutkan bahwa hadits tersebut diingkari oleh seorang pun dari ulama salaf kecuali dari Malik, meskipun riwayat yang shahih darinya dengan jelas menetapkannya.”

Penulis berkata, “Sekelompok para Hafizh telah menjelaskan bahwa mengusap atas sepatu adalah mutawatir.”

Seperti itu pula pendapat Abu Hanifah, Asy-Syafi'i, dan yang lainnya berdasarkan hadits yang telah disebutkan.

Dan diriwayatkan dari Al Hadawiyah dan Al Imamiyah serta Al Khawarij pendapat mengenai tidak diperbolehkannya, berdasarkan firman Allah :
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
...dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki... (QS. Al-Maidah [5]: 6)

Mereka berkata, “Ayat tersebut menunjukkan bahwa harus mencuci kedua kaki dengan air secara langsung. Juga berdasarkan dalil-dalil yang terdahulu pada bab wudhu, yaitu hadits-hadits pengajaran Rasulullah kepada para shahabat, semuanya menentukan bahwa harus membasuh kedua kaki.” Mereka berkata, “Hadits-hadits yang kalian sebutkan mengenai mengusap dimansukh (terhapus) dengan ayat dalam surat Al Maidah. Dalil atas terhapusnya adalah ucapan Ali , “Ayat telah mendahului hadits dalam mengatur tentang mengusap kedua khuf” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/169] dan perkataan Ibnu Abbas, “Rasulullah tidak mengusap setelah turunnya Al Ma’idah.”

Dapat dijawab sebagai berikut:

pertama; bahwa ayat wudhu turun pada perang Al Muraisi’, dan Rasulullah mengusapnya pada perang Tabuk, sebagaimana Anda telah ketahui. Sedang al Muraisi’ terjadi sebelum perang Tabuk menurut kesepakatan (para ulama), maka bagaimana bisa menasakh yang terdahulu dengan yang terakhir?

kedua; bahwa jika benar bahwa ayat Al Maidah lebih akhir, maka tidak ada pertentangan antara mengusap dan ayat Al Ma’idah, sebab firman Allah : “Dan kaki kamu” adalah mutlak, dan dibatasi oleh hadits-hadits mengusap atas sepatu, atau secara umum dan dikhususkan oleh hadits-hadits tersebut.

Adapun yang diriwayatkan dari Ali maka hadits tersebut munqathi, demikian pula yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, meskipun bertentangan dengan yang ditegaskan dari keduanya, yaitu pendapat mengenai bolehnya mengusap. Dan hadits keduanya bertentangan dengan hadits yang lebih shahih, yaitu hadits Jarir Al Bajali, karena ia meriwayatkan bahwa ia melihat Rasulullah mengusap atas kedua khufnya, ia di atasnya, ‘Apakah hal itu beliau lakukan sebelum ayat Al Maidah atau setelah? Ia menjawab, ‘Tidakkah aku masuk Islam melainkan setelah turun Al Maidah.’ Hadits ini shahih. [ shahih al Bukhari 380 dan Shahih Muslim 272]

Adapun mengenai hadits-hadits ta’lim (pengajaran wudhu Rasulullah SAW kepada para shahabat), tidak terdapat padanya yang bertentangan dengan diperbolehkannya mengusap atas kedua khuf karena semuanya terjadi pada orang yang tidak mengenakan sepatu, maka dalil mana yang menafikannya? Dan berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa ayat Al Maidah dibaca dengan jar yakni lafazh Wa arjulikum diathafkan kepada lafazh biru uusikum, berarti mengusap kaki diathafkan kepada mengusap kepala, sehingga hal itu berlaku pula dalam mengusap khuf. Dan mengusap khuf telah ditetapkan berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah dan ini adalah alasan terbaik bagi yang membacanya jar.

Jika hal ini telah diketahui, maka mengusap khuf bagi yang membolehkannya memiliki dua syarat:

pertama; Seperti yang diisyaratkan oleh hadits, yaitu memakai keduanya setelah dalam keadaan suci. Yaitu dengan memakai keduanya, sedang orang tersebut telah bersuci dan sempurna, dengan berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian memakai keduanya. Maka jika setelah itu dia berhadats kecil, diperbolehkan baginya untuk mengusap keduanya, berdasarkan bahwa yang dimaksud dengan thahiratain (keduanya suci), adalah bersuci dengan sempurna. Ada yang berpendapat, bahwa maksudnya adalah suci dari najis, pendapat ini diriwayatkan dari Daud. Dan akan disebutkan hadits-hadits yang menguatkan pendapat pertama.

kedua; Khuf yang dimaksud di sini adalah khuf dalam keadaan yang sempurna. Karena itulah yang dapat dipahami ketika disebutkan secara mutlak, yaitu yang menutupi lagi kuat, dapat menghalangi menyerapnya air dan tidak sobek. Maka tidak boleh mengusap yang tidak menutup kedua mata kaki, dan bagian yang sobek dimana tempat yang wajib ditutupi itu nampak. Dan diisyaratkan khuf tidak boleh terbuat dengan dianyam, karena tidak dapat menghalangi meresapnya air. Dan tidak boleh mengusap sepatu curian, karena wajib dicopot.

Selanjutnya, hadits Mughirah di atas tidak menjelaskan cara mengusap dan ukuran serta tempatnya, akan tetapi akan dijelaskan hadits berikutnya.

وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْهُ إلَّا النَّسَائِيّ: «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مَسَحَ أَعْلَى الْخُفِّ وَأَسْفَلَهُ» . وَفِي إسْنَادِهِ ضَعْفٌ.

Dan Imam yang empat –kecuali An Nasa'i-, “Bahwa Nabi mengusap bagian atas khuf dan bagian bawahnya.” Pada sanadnya terdapat kelemahan.

Tafsir Hadits

Yang dipahami dari ucapan penulis, “Dan Imam yang empat –kecuali An Nasa'i-, “Bahwa Nabi mengusap bagian atas khuf dan bagian bawahnya.” Pada sanadnya terdapat kelemahan.” Ia menerangkan bahwa tempat yang diusap adalah bagian atas dan bawahnya. Akan disebutkan yang berpendapat demikian, tetapi ia telah mengisyaratkan akan kelemahannya. Ia telah menjelaskan segi kelemahannya dalam At Talkhis dan bahwa para imam hadits telah melemahkannya dengan Mughirah ini, demikian pula ia telah menerangkan tempat yang diusap.

============================

📋 Kandungan hadits :

1⃣. Hadits ini adalah salah satu dalil diantara dalil-dalil mutawatir tentang diperbolehkannya mengusap kedua khuff, maka mengusapnya lebih baik daripada membasuhnya karena pertimbangan asal ( Ashl At Tasyrii ). Far’ ( cabang ) lebih utama daripada ashl. Namun pada saat kerancuan maka yang terbaik adalah membasuhnya. Dilarang memakai khuff dengan tujuan agar bisa mengusapnya saat berwudhu, karena hukum asalnya adalah membasuh.
2⃣. Mengusap khuff disyaratkan bersuci secara sempurna sebelumnya rasulullah bersabda, ” aku memasukan ( kedua kakiku ) saat keduanya dalam keadaan suci ” ungkapan ini merupakan alasan ( illah ) mengapa kedua khuffnya dilarang dilepas dan cukup mengusapnya saja. Dengan pengungkapan alasan ini, ada 3 faidah yang bisa diambil :
~ ketenangan jiwa karena kepastian hukum.
~ keluhuran syariat Islam, karena tidak ada hukum kecuali dilatarbelakangi oleh ‘illat dan hikmah.
~ hukum diatas juga berlaku untuk kasus yang mirip karena ‘illatnya bersifat umum.
3⃣. Wajib membasuh kedua kaki saat berwudhu, itu sebabnya sahabat tersebut hendak melepas khuff rasulullah agar beliau dapat membasuh kedua kakinya. Beliau tentu akan membiarkan tindakannya tersebut kalau saja beliau tidak bermaksud mengusap kedua khuffnya.
4⃣. Boleh membantu orang yang berwudhu dengan cara memdekatkan air kepadanya, membantunya menuang air dan lain-lain. Adapun membantu membasuh anggota wudhu orang lain hanya dilakukan jika diperlukan.
============
Fawaid hadits:

1. Bolehnya mengusap dua khuff.
2. Syarat bolehnya mengusap dua khuff adalah telah bersuci (wudlu) sebelum memasukkan dua kaki ke dalam khuff.
3. Bila tidak terpenuhi syarat tersebut maka tidak sah mengusap dua khuff.
4. Wajibnya mencuci dua kaki yg tidak memakai khuff.
5. Bersuci yang dimaksudnya adalah wudlu bila ada air atau tayammum bila tidak ada.
6. Bolehnya membantu orang untuk berwudlu.

Hadits yang bertentangan dengan hadits Mughirah ini adalah hadits berikutnya.

54 - «وَعَنْ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّهُ قَالَ: لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ، وَقَدْ رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ» ، أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ

54. Dari Ali bahwa ia berkata, “Seandainya agama itu didasarkan pada akal, niscaya bagian bawah khuf lebih layak diusap daripada bagian atasnya, dan sungguh aku melihat Rasulullah mengusap bagian atas kedua khufnya.” (HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

[Shahih: Shahih Abu Daud 162]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat

Seandainya agama itu didasarkan pada akal, (maksudnya dengan analogi dan memperhatikan maknanya) niscaya bagian bawah khuf lebih layak diusap daripada bagian atasnya, (yaitu bagian bawah kedua kaki lebih pantas diusap daripada bagian atas keduanya, karena itulah yang menyentuh tanah ketika berjalan dan mengenai yang sepantasnya dihilangkan, berbeda dengan bagian atasnya, yaitu yang menutupi punggung telapak kaki) dan sungguh aku melihat Rasulullah mengusap bagian atas kedua khufnya.

Tafsir Hadits

Penulis berkata dalam At Talkhish, bahwa hadits itu adalah shahih.

Dalam hadits tersebut terdapat keterangan mengenai tempat pada dua khuf, yaitu bagian atasnya, bukan yang lain, dan tidak diusap bagian bawahnya.

Dalam hal ini, para ulama terbagi dua pendapat:

pertama; memasukkan kedua tangan ke dalam air, kemudian meletakkan bagian dalam tangan kiri di bawah tumit sepatu, sedangkan telapak tangan kanan diletakkan di atas jari-jarinya. Kemudian menjalankan tangan kanan ke arah betis, dan tangan kiri ke arah ujung jari. Ini adalah pendapat Asy-Syafi'i. Cara ini berdasarkan dalil yang diriwayatkan dalam hadits Mughirah,

«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى خُفِّهِ الْأَيْسَرِ، ثُمَّ مَسَحَ أَعْلَاهُمَا مَسْحَةً وَاحِدَةً، كَأَنِّي أَنْظُرُ أَصَابِعَهُ عَلَى الْخُفَّيْنِ»

“Bahwa Nabi mengusap bagian atas sepatunya dan meletakkan tangan kanannya atas sepatu kanan, dan tangan kirinya di atas sepatu kiri, kemudian mengusap bagian atas keduanya satu kali, sepertinya aku melihat jari jemarinya di atas kedua sepatu.” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubro 1/292), hadits ini munqathi.

kedua; mengusap bagian atas khuf tanpa mengusap bagian bawahnya, yaitu yang diterangkan oleh hadits Ali di atas. adapun ukurannya yang sah ada yang mengatakan, “Tidak sah kecuali sebesar tiga jari diamalkan (dilakukan) dengan tiga jari.”

Ada pula yang mengatakan, “Sebesar tiga jari walaupun hanya (dilakukan) dengan satu jari.” Yang lain mengatakan, “Tidak sah kecuali dengan mengusap lebih banyak”, hadits Ali dan Mughirah yang telah disebutkan tidak terdapat pertentangan dengan itu.
Betul ada riwayat dari Ali ,
«أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَمْسَحُ عَلَى ظَهْرِ الْخُفِّ خُطُوطًا بِالْأَصَابِعِ»

“Bahwa ia pernah melihat Nabi mengusap bagian atas sepatunya beberapa garis dengan jari jemarinya”, akan tetapi An Nawawi berkata, ‘Sesungguhnya hadits ini dhaif.’

Dan diriwayatkan dari Jabir,

«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَرَى بَعْضَ مَنْ عَلَّمَهُ الْمَسْحَ أَنْ يَمْسَحَ بِيَدَيْهِ مِنْ مُقَدَّمِ الْخُفَّيْنِ إلَى أَصْلِ السَّاقِ مَرَّةً وَفَرَّجَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ»

“Bahwa Nabi memperlihatkan kepada shahabat yang diajarinya mengusap sepatu agar mengusap dengan tangannya dari bagian depan sepatu hingga permulaan betis satu kali, dan beliau merenggangkan antara jari jemarinya.” {Musnad Abu Ya’la 3/448], Penulis berkata “Sanadnya dhaif jiddan.”

Dengan demikian, Anda dapat ketahui bahwa mengenai cara dan ukurannya tidak diriwayatkan dalam hadits yang dapat dijadikan pegangan, kecuali hadits Ali  mengenai keterangan tempat yang diusap. Dan nampaknya jika seseorang telah melakukan apa yang disebut mengusap atas sepatu menurut bahasa, maka hal itu sudah sah.

================
✅ Kandungan hadits :
1⃣. Kewajiban mengusap bagian khuff saja. Dengan begitu mengusap bagian lain tidak dianggap cukup. Juga tidak disyariatkan mengusap bagian atas bersama bagian lainnya, baik bagian bawah maupun bagian sisi-sisinya.
2⃣. Agama dibangun berdasarkan wahyu dari Allah atau periwayatan dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam. Pandangan akal tidak menjadi pemutus. Dengan begitu yang wajib adalah mengikuti apa yang ditetapkan dalam nash, bukan membuat yang baru (bid’ah).
3⃣. Secara logika, seharusnya yang lebih utama diusap adalah bagian bawah khuff, bukan bagian atasnya. Karena bagian bawah sering bersentuhan dengan tanah dan kemungkinan terkena najis lebih besar sehingga lebih layak dibersihkan. Namun yang wajib adalah mendahulukan naql ( al-Qur’an dan Sunnah ) daripada akal. Allah menetapkan syariat lebih mengetahui maslahat yang ingin diwujudkan.
4⃣. Kewajiban patuh terhadap perintah-perintah Allah dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam. Kepatuhan ini merupakan puncak ibadah dan menjadi kepasrahan yang sempurna.
=================
Fawaid hadits:

1. Wajibnya mengusap bagian punggung khuff saja, dan tidak disyari’atkan mengusap bagian lainnya dari khuff.

2. Agama islam dibangun di atas wahyu dari Allah dan yang berasal dari RasulNya. Bukan berdasarkan ro’yu semata, maka kewajiban kita adalah ittiba’ bukan berbuat bid’ah.

3. Akal yang sehat tidak akan bertentangan dengan dalil yang shahih. Bila terjadi pertentangan maka yang dituduh adalah akal bukan dalil yang shahih.

4. Islam tidak menghilangkan fungsi akal sama sekali, namun akal digunakan untuk memahami wahyu (al qur’an dan hadits), bukan untuk menentang wahyu.

Adapun mengenai jangka waktu diperbolehkannya mengusap, diterangkan oleh hadits berikut:


55 - وَعَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ قَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَأْمُرُنَا إذَا كُنَّا سَفْرًا أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ، إلَّا مِنْ جَنَابَةٍ وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ» أَخْرَجَهُ النَّسَائِيّ وَالتِّرْمِذِيُّ، وَاللَّفْظُ لَهُ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَصَحَّحَاهُ.

55. Dari Shafwan bin Assal dia berkata, “Nabi menyuruh kami jika dalam perjalanan agar tidak melepaskan khuf selama tiga hari tiga malam, baik karena berak, kencing ataupun tidur, kecuali karena janabah.” (HR. An Nasa'i dan At Tirmidzi –lafazh ini miliknya-, dan Ibnu Khuzaimah keduanya menshahihkannya)

[Hasan: Shahih At Tirmidzi 96]
ـــــــــــــــــــــــــــــ

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top