Hadits 41

"Barangsiapa mendapat harta dari tempat yang tidak halal, Allah akan menghilangkan harta tersebut pada jalan kebinasaan."

Hadits tersebut tidak sahih. Al-Qidha'i meriwayatkannya dalam musnad asy-Syihab II/37 dari sanad Amr bin Husain.

Menurut saya, sanadnya gugur sebab Amr adalah pendusta. Bahkan as-Sakhawi dalam kitabnya al-Maqashid dengan nomor hadits 1061 menyatakan ditolak riwayatnya.

Hadits 42

"Para nabi adalah pembimbing, fuqaha adalah pemimpin, sedangkan majelis mereka adalah penambah kebajikan."

Ini hadits maudhu'. Ad-Daru Quthni telah meriwayatkan dalam Sunan halaman 322 dan al-Qidha'i dalam musnad asy-Syihab I/23, dari sanad Abi Ishaq dari Harits.

Hadits ini sanadnya sangat lemah. Al-Harits adalah Ibnu Abdullah al-Hamdani yang telah dinyatakan lemah oleh jumhur ulama. Bahkan oleh Ibnul Mudaini dinyatakan sebagai pendusta.

Hadits 43

"Bulan Ramadhan tergantung antara langit dan bumi, tidak diangkat ke hadirat Allah kecuali oleh zakat fitrah."

Ini hadits dha'if. Ibnul Tauzi meriwayatkannya dalam deretan hadits-hadits yang tidak jelas, seraya mengatakan bahwa dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Ubaid al-Bashri, yang tidak dikenal di kalangan para pakar hadits.

Hadits tersebut sangat sering saya dengar terutama pada bulan Ramadhan yang digunakan sebagai materi kajian dalam majelis taklim atau pengajian. Inilah salah satu bentuk kebiasaan menyederhanakan masalah yang saya khawatirkan. Padahal, mestinya setiap insan terutama para ustadz berhati-hati mengutarakannya. Kalau kita anggap hadits tersebut sahih, berarti puasa Ramadhan tergantung pada zakat fitrah. Siapa saja yang mengeluarkan zakat fitrah diterima puasanya,sedangkan yang tidak menunaikan zakat fitrah puasanya tidak diterima.

Saya kira tidak satu pun dari ulama shalihin yang berpendapat demikian. Wallahu a'lam.

Hadits 44

"Barangsiapa berhadats dan tidak berwudhu, ia telah berpaling dan menjauhi-Ku. Barangsiapa berwudhu tetapi tidak shalat, ia telah berpaling dan menjauhi-Ku. Barangsiapa shalat tetapi tidak mendoa'kan aku (seusai shalat), ia telah berpaling dan menjauhi-Ku. Dan barangsiapa yang mendo'akan aku tetapi Aku tidak menjawabnya, berarti Aku telah menjauhinya. Dan Aku bukan pengatur yang suka menjauhi."

Ash-Shaghani dan lain-lain menyatakan bahwa ini adalah hadits maudhu'. Yang menunjukkan bahwa hadits ini maudhu' ialah bahwasanya wudhu seusai berhadats, berwudhu tanpa mengerjakan shalat adalah pekerjaan yang mustahab (disenangi) dan disunatkan. Sedangkan makna semua hadits di atas itu menunjukkan suatu kewajiban. Dalilnya yaitu "berarti ia telah menyimpang dan menjauhkan dari-Ku." Padahal, dalam syariat, pernyataan demikian tidak dapat diutarakan dalam masalah yang mustahab.

Hadits 45

"Barangsiapa menunaikan ibadah haji tetapi tidak menziarahi kuburku berarti ia telah menjauhiku."

Ini hadits maudhu'. Hal ini telah ditegaskan oleh adz-Dzahabi dalam kitab al-Mizan III/237, juga oleh ash-Shaghani dalam kitab al-Ahadits al-Maudhu'iyyah halaman 46.

Yang menunjukkan bahwa riwayat tersebut maudhu' adalah bahwa menjauhi dan menyimpang dari ajaran Rasulullah saw. adalah dosa besar. Kalau tidak, termasuk kafir. Dengan demikian, berarti makna hadits tersebut siapa saja yang dengan sengaja meninggalkan atau tidak pergi berziarah ke makam Rasulullah saw., berarti telah melakukan perbuatan dosa besar. Dengan demikian, berarti pula ziarah adalah wajib seperti ibadah haji. Barangkali tidak seorang pun kaum mukmin yang berpendapat demikian. Sekalipun ziarah ke makam Rasulullah suatu amalan yang baik, hal itu tidak lebih dari amalan yang mustahab. Inilah pendapat jumhur ulama. Lalu bagaimana mungkin orang yang meninggalkannya dinyatakan sebagai orang yang menyimpang dan menjauhi Rasulullah .?

Sumber : Silsilah Hadist Dha'if dan Maudhu' Muhammad Nashiruddin al-Albani

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top