63 - وَعَنْ «عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: كُنْت رَجُلًا مَذَّاءً فَأَمَرْت الْمِقْدَادَ أَنْ يَسْأَلَ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فَسَأَلَهُ: فَقَالَ: فِيهِ الْوُضُوءُ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ.

63. Dari Ali bin Abu Thalib ia berkata, ‘Aku adalah orang yang banyak mengeluarkan madzi, maka aku meminta Miqdad agar bertanya kepada Nabi , lalu ia pun bertanya kepadanya. Maka beliau menjawab, “Ia harus berwudhu.” (Muttafaq alaih, dan lafazh ini milik Al Bukhari)

[Shahih: Al Bukhari 132, Muslim 303]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat

Aku adalah orang yang banyak mengeluarkan madzi, (yaitu air berwarna putih, lengket dan halus yang keluar ketika bercumbu dengan istri atau ketika mengingatnya atau ingin berjima) maka aku meminta Miqdad (yaitu Ibnu Al Aswad Al Kindi) agar bertanya kepada Nabi , (yaitu apa yang wajib dilakukan bagi orang yang keluar madzi) lalu ia pun bertanya kepadanya. Maka beliau menjawab, “Ia harus berwudhu.

Tafsir Hadits

Hadits ini Muttafaq alaih dan dalam sebagian lafazh menurut Al Bukhari setelah ini:
[فَاسْتَحْيَيْت أَنْ أَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -] وَفِي لَفْظٍ [لِمَكَانِ ابْنَتِهِ مِنِّي]
“Tetapi aku malu bertanya kepada Rasulullah .” Dalam lafazh lainnya: “Lantaran kedudukan putrinya bagiku” [Al Bukhari 269]

Dan dalam lafazh Muslim:
[لِمَكَانِ فَاطِمَةَ]
“lantaran kedudukan Fathimah”
[Dalam lafazh Muslim : لِمَكَانِ ابْنَتِهِ bukan yang dicantumkan pensyarah]
Sedangkan menurut Abu Daud, An Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah adalah dengan lafazh:
كُنْت رَجُلًا مَذَّاءً فَجَعَلْت أَغْتَسِلُ مِنْهُ فِي الشِّتَاءِ حَتَّى تَشَقَّقَ ظَهْرِي
“Aku adalah orang yang banyak mengeluarkan madzi lalu aku mandi darinya pada musim dingin hingga punggungku remuk.” [Shahih: Abu Daud 206]
Dalam lafazh Al Bukhari ia menambahkan:
«تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَك»
“Berwudhu dan cucilah kemaluanmu.” [Shahih Al Bukhari 269]
Dan dalam Shahih Muslim:
«اغْسِلْ ذَكَرَك وَتَوَضَّأْ»
“Cucilah kemaluanmu dan berwudhulah.”
[saya tidak mendapatinya dalam Shahih Muslim]

Terjadi perbedaan pendapat mengenai orang yang bertanya, apakah Miqdad –sebagaimana dalam riwayat tadi- ataukah Ammar –sebagaimana dalam riwayat lainnya-. Dan dalam satu riwayat bahwa yang bertanya adalah Ali . Ibnu Hibban memadukan antara hal itu, bahwa Ali menyuruh Miqdad untuk bertanya kepada Rasulullah , kemudian dia sendiri yang bertanya, tetapi ia mengikutinya bahwa ucapan, ‘Maka aku malu bertanya lantaran kedudukan putrinya bagiku’, menunjukkan bahwa bukan dia yang bertanya langsung, maka menisbatkan pertanyaan kepadanya pada rw yang mengatakan bahwa Ali yang bertanya adalah majaz, karena dia yang menyuruh bertanya.

Hadits tersebut adalah dalil bahwa madzi itu membatalkan wudhu. Oleh karenanya disebutkan oleh penulis dalam bab ini. dan dalil tidak mewajibkan mandi adalah ijma.

Riwayat, ‘Berwudhu dan cucilah kemaluanmu’ tidak menunjukkan bahwa yang didahulukan adalah berwudhu, karena waw tidak menunjukkan berurutan, dan lafazh Muslim menjelaskan maksud tersebut.

Disebutkannya lafazh ‘dzakar’ secara mutlak, secara zhahir dipahami bahwa harus mencuci dzakar secara keseluruhannya, tetapi tidak demikian, karena yang wajib adalah mencuci tempat keluarnya madzi, itu hanyalah memutlakkan nama keseluruhan tetapi yang dimaksud adalah sebagiannya, dan qarinahnya tidak diketahui dari kaidah syariat.

Sebagian berpendapat bahwa harus mencuci secara keseluruhan, berdasarkan lafazh hadits tersebut, dan didukung oleh riwayat Abu Daud:
«يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَأُنْثَيَيْهِ وَيَتَوَضَّأُ»
“Ia mencuci kemaluannya dan kedua buah pelirnya lalu berwudhu.” [Shahih: Abu Daud 208]

Menurutnya juga:
«فَتَغْسِلُ مِنْ ذَلِكَ فَرْجَك وَأُنْثَيَيْك وَتَوَضَّأْ لِلصَّلَاةِ»
“Engkau mencuci kemaluanmu dan kedua buah pelirmu lalu berwudhu untuk shalat.” [Shahih: Abu Daud 211]

Akan tetapi tambahan mencuci kedua buah pelir telah dicela, dan telah kami jelaskan dalam catatan kaki Dhau’ An Nahar. Karena itu adalah riwayat Urwah dari Ali , sementara ia tidak mendengar dari Ali, akan tetapi diriwayatkan oleh Abu Awanah dalam shahihnya dari jalan Ubaidah dari Ali dengan tambahan. Penulis berkata dalam At Talkhis, ‘Pada sanadnya tidak ada celaan.’ Maka meskipun shahih tidak ada alasan berpendapat dengannya. Ada yang mengatakan, “Hikmahnya adalah bahwa jika mencuci semuanya ia akan menyusut, lalu tidak jadi keluar madzi.” Hadits tersebut dijadikan dalil atas najisnya madzi.

==============================

Fawaid hadits:

1. Keluarnya madzi mewajibkan wudlu.

2. Dalam riwayat Muslim: “Cucilah dzakarmu dan berwudlu lah”. Dan dalam riwayat Ahmad: “Cucilah dzakar dan dua testismu”. Riwayat ini menunjukkan wajibnya mencuci dzakar dan dua testis. Dan ini adalah madzhab hanbali dan maliki.

3. Wajibnya menerima kabar satu orang selama ia tsiqah.

4. Madzi adalah najis, namun cukup memercikinya sebagaimana dalam hadits Sahl bin Hunaif, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah bagimu mengambil air dengan telapak tanganmu lalu kamu perciki bajumu yang kira terkena madzi”. HR Abu Daawud.

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top