Hadis Tidak Shahih Seputar Bulan Muharram
1. Siapa yang berpuasa sembilan hari pertama bulan Muharram maka Allah akan bangunkan untuknya satu kubah di udara, yang memiliki empat pintu, tiap pintu jaraknya satu mil. (Hadis palsu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at, 2:199, dan As-Syaukani dalam Al-Fawaid Al Majmu’ah, Hal. 45)
2. Siapa yang berpuasa hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharram, berarti dia telah mengakhiri penghujung tahun dan mengawali tahun baru dengan puasa. Allah jadikan puasanya ini sebagai kaffarah selama lima tahun. (Hadis dusta, karena di sanadnya ada dua pendusta, sebagaimana keterangan As-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah, Hal. 45)
3. Sesungguhnya Allah mewajibkan Bani Israil berpuasa sehari dalam setahun, yaitu hari ‘Asyura, yaitu hari kesepuluh bulan Muharram. Karena puasalah kalian di bulan Muharram dan berilah kelonggaran (makan enak dan pakaian baru) untuk keluarga kalian. Karena inilah hari di mana Allah menerima taubat Adam ‘alaihis salam… (Al-Fawaid Al-Majmu’ah, Hal. 46)
4. Siapa yang berpuasa sehari di bulan Muharram maka untuk satu hari puasa dia mendapat pahala puasa tiga puluh hari. (Hadis palsu, sebagaimana keterangan Al-Albani dalam Silsilah Hadis Dhaif, no. 412)
5. Bulan yang paling mulia adalah Al-Muharram (Hadis dhaif, sebagaimana keterangan Al-Albani dalam Dhaif Al Jami’ As-Shagir, no. 1805)
6. Pemimpin umat manusia: Adam, pemimpin bangsa Arab: Muhammad, pemimpin bangsa Romawi: Shuhaib Ar-Rumi, pemimpin bangsa Persia: Salman Al-Farisi, pemimpin bangsa Habasyah: Bilal bin Rabah, pemimpin gunung: Gunung Sina, pemimpin pohon: bidara, pemimpin bulan : Muharram, pemimpin hari : hari Jumat….(Hadis palsu, sebagaimana keterangan Al-Albani, Dhaif Al Jami’ As Shaghir, no. 7069).
======================

# Hadits Pertama:
Imam Ath-Thobroni rahimahullah berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rozin bin Jami’ Al-Mishri Abu Abdillah Al-Mu’addal, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam bin Habib, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Sallaam Ath-Thowil, dari Hamzah Az-Zayyaat, dari Laits bin Abi Saliim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ يَوْمَ عَرَفَةَ كَانَ لَهُ كَفَّارَةَ سَنَتَيْنِ وَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنَ الْمُحَرَّمِ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ ثَلاَثُوْنَ يَوْمًا
“Barangsiapa berpuasa pada hari Arofah maka puasa itu akan menghapuskan (dosa-dosa) selama dua tahun. Dan barangsiapa yang berpuasa satu hari di bulan Muharram maka baginya dari setiap hari (bagaikan berpuasa) 30 hari”. (Dikeluarkan oleh Ath-Thobaroni dalam Al-Mu’jam Ash-Shoghir II/164 no.963).
(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya PALSU (Maudhu’).
Berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah: “Ini adalah hadits PALSU (maudhu’).

Di dalam sanadnya ada dua orang perowi pendusta (pemalsu hadits), yaitu:
1. Sallam Ath-Thowil dan dia adalah pendusta.

* Ibnu Khorrosy berkata tentangnya: “Dia seorang pendusta.”
Ibnu Hibban berkata tentangnya: “Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari para perowi yang tsiqoh (terpercaya/kredibel), dan sepertinya dia yang sengaja memalsukannya.”

* Al-Hakim berkata tentangnya pula: “Dia meriwayatkan hadits-Hadits palsu.”
2. Al-Haitsam bin Habib diklaim oleh imam Adz-Dzahabi sebagi orang yang meriwayatkan hadits bathil”. (Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah I/596 no.412, dan Dho’if At-Targhib wat Tarhib I/154 no. 615).
# Hadits Kedua:
Imam Ath-Thobroni rahimahullah berkata: Telah menceritakan kepada kami Yusuf Al-Qodhi dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdul A’la bin Hammad An-Narsi, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar bin Al-Ward, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ubaidillah bin Abi Yazid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ لِيَوْمٍ فَضْلٌ عَلَى يَوْمٍ فِي الصِّيَامِ إِلاَّ شَهْرُ رَمَضَانَ وَيَوْمُ عَاشُوْرَاءَ
“Tidak ada satu haripun yang memiliki keutamaan melebihi hari-hari yang lainnya dalam hal berpuasa kecuali bulan Ramadhan dan hari ‘Asyuro’”.

(Diriwayatkan oleh Ath-Thobaroni di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir XI/127 no.11253).

(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya DHO’IF JIDDAN (Sangat Lemah).
Di dalam sanadnya terdapat seorang perowi yang bernama Abdul Jabbar bin Al-Ward.
* Imam Al-Bukhori rahimahullah berkata tentangnya: “Dia menyelisihi pada sebagian hadits-haditsnya” dan berkata Ibnu Hibban tentangnya: “Dia sering salah dan keliru (wahm).”
* Syaikh Al-Albani rahimahulla berkata: “Hadits ini MUNGKAR.” (Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah I/453no. 285, dan Dho’if At-Targhib wa At-Tarhib I/155 no. 616).
# Hadits Ketiga:
Imam Ath-Thobroni rahimahullah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdul warits bin Ibrahim Abu Ubaidah Al-Askari, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ali bin Abu Tholib Al-Bazzaz, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al-Haishom bin Asy-Syuddakh, dar Al-A’masy, dari Ibrahim, dari Alqomah, dari Abdullah (bin Mas’ud), dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:
مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ لَمْ يَزَلْ فِيْ سَعَةٍ سَائِرَ سَنَتِهِ
“Barangsiapa yang melapangkan (nafkah) kepada keluarganya pada hari ‘Asyura, niscaya ia akan senantiasa dalam kelapangan (rizkinya) selama setahun itu”. (Diriwayatkan oleh Ath-Thobrani X/77 no.10007, dan Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’abul Iman VIII/312 no.3635)
# DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya DHO’IF (Lemah).
* Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Hadits ini TIDAK SHOHIH.”
* Syaikh Al-Albani berkata: “Hadits ini DHO’IF (Lemah). (Lihat tahqiq beliau terhadap Misykat Al-Mashobih, I/434 no.1926).
Di dalam sanadnya ada seorang perowi yang majhul (Tidak dikenal jati dirinya), yaitu: Al-Haishom bin Asy-Syuddakh.
* Al-‘Uqoili berkata: “Al-Haishom adalah perowi yang majhul, dan hadits ini tidak mahfuzh.”
* Ibnu Hibban berkata: “Al-Haishom meriwayatkan hal-hal yang aneh dan berbahaya, tidak boleh berhujjah dengannya.”
Hadits ini disebutkan pula oleh Ibnul Qoyyim dalam Al-Manar Al-Munif Fi Ash-Shohih wa Adh-Dho’if, I/111 no.223, dan Asy-Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, I/98 no.37).
# Hadits Keempat:
Ibnul Jauzi rahimahullah di dalam kitabnya Al-Maudhu’aat , bab Puasa di akhir dan awal tahun (baru Hijriyah) berkata: “Telah memberitahukan kepada kami Muhammad bin Nashir, ia berkata; telah memberitahukan kepada kami Abu Ali Al-Hasan bin Ahmad, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Al-Fawaris, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Umar bin Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Ayub, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Syadzan, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdullah Al-Harwi, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Quthb bin Wahb, dari Ibnu Juraij, dari Atho’, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kafarat/tertutup dosanya selama 50 tahun.”

(Dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at II/566, Ay-Syaukani dalam Al-Fawa-id Al-Majmu’ah I/96 no.31, dan selainnya).

(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya PALSU (Maudhu’).
Di dalam sanadnya terdapat dua perowi pendusta dan pemalsu hadits, yaitu Al-Harwi Al-juwaibari dan Wahb.
* Ibnul Jauzi berkata tentang keduanya, yaitu Al-Harwi atau dikenal juga dengan Al-Juwaibari, dan Wahb bahwa keduanya adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits. (Lihat Al-Mawdhu’at II/566).
*Asy-Syaukani berkata tentang hadits ini: “Di dalam hadits ini ada dua perawi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.” (lihat Al Fawa-id Al Majmu’ah I/96 no.31).
Jika demikian derajat haditsnya, maka tidak boleh bagi siapapun dari umat Islam yang mengkhususkan puasa dan amalan-amalan ibadah lainnya seperti doa menyambut tahun baru hijriyah, dzikir berjama’ah, menghidupkan malamnya dengan qiyamul lail, bersedekah, membaca Al-Qur’an, mengadakan pengajian dan selainnya pada awal dan akhir tahun Hijriyah, karena haditsnya jelas-jelas sangat lemah atau bahkan PALSU, bukan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam. Cukuplah bagi kita beribadah kepada Allah dengan amalan-amalan yang dilandasi dengan hadits-hadits yang jelas dan pasti keshohihannya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.
# Hadits Kelima:
KEUTAMAAN PUASA SEMBILAN HARI PERTAMA BULAN MUHARROM
قال ابن الجوزي : أنبأنا ظفر بن على الهمداني أنبأنا أبو رجاء حمد بن أحمد التاجر حدثنا أبو نعيم أحمد بن عبدالله الحافظ حدثنا محمد بن عبدالرحمن بن الفضل حدثنا أبو زيد خالد بن النضر حدثنا إسماعيل بن عباد حدثنا سفيان بن حبيب عن موسى الطويل عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” مَنْ صَامَ تِسْعَةَ أَيَّامٍ مِنْ أَوَّلِ الْمُحَرَّمِ بَنَى الله ُلَهُ قُبَّةً فِي الْهَوَى مِيْلاً فِيْ مِيْلٍ لَهَا أَرْبَعَةُ أَبْوَابٍ”.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Telah memberitahukan kepada kami Zhafr bin Ali Al-Hamadani, ia berkata; telah memberitahukan kepada kami Abu Roja’ Hamd bin Ahmad At-Tajir, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah Al-Hafizh, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman bin Al-Fadhl, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Zaid Khalid bin An-Nadhr, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abbad, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Habib, dari Musa Ath-Thowil, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Barangsiapa berpuasa Sembilan hari dari hari pertama bulan Muharram, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah kubah di udara seluas satu mil dikali satu mil. Kubah tersebut memiliki empat pintu.” (Dikeluarkan oleh Ibnul jauzi dalam kitab Al-Maudhu’aat , bab Shaumu tis’ati ayyaamin min awwali al-muharrom II/199).
DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya PALSU (Maudhu’). Di dalam sanadnya ada seorang perowi yang Musa Ath-Thowil, dia seorang pendusta (pemalsu hadits).
* Ibnu Hibban berkata tentangnya: “Musa Ath-Thowil meriwayatkan hadits-hadits palsu dari Anas (bin Malik radhiyallahu anhu, pent). Tidak diperbolehkan mencatat hadits-haditsnya kecuali untuk mengingkarinya.”
* Ibnu ‘Adi berkata tentangnya: “dia meriwayatkan dari Anas radhiyallahu anhu hadits-hadits mungkar, dan dia juga seorang perowi yang majhul (tidak dikenal jati dirinya).” (Lihat Mizan Al-I’tidal, karya imam Adz-Dzahabi no.8888).
# Hadits Keenam:
KEUTAMAAN AMALAN-AMALAN DI HARI ASYURA’ (10 MUHARROM)
Sebagian orang awam yang menganut madzhab Ahlus Sunnah melakukan hal-hal yang membuat marah orang-orang Syi’ah Rafidhoh, yaitu dengan membuat hadits-hadits palsu seputar keutamaan hari Asyura’ (hari kesepuluh bulan Muharrom), karena orang-orang Syi’ah Rofidhoh menganggap atau bahkan meyakini bahwa hari Asyura’ adalah hari keburukan dan berkabung serta mengekspresikan kesedihan atas terbunuhnya Husain bin Ali bin Abu Tholib di Karbala’. Kami para penganut akidah dan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah berlepas diri dari kedua kelompok (kubu) yang saling berlawanan tersebut dalam menyikapi hari Asyura’.
Telah ada riwayat yang shohih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang keutamaan puasa hari Asyura’ (tanggal 10 Muharrom), yaitu akan menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu, akan tetapi mereka (orang-orang awam/jahil) belum merasa puas dengan keutamaan seperti itu, sehingga mereka memberanikan diri untuk menambah-nambahi dan memperpanjang keutamaan-keutamaan berbagai amalan pada hari Asyura’ secara dusta dan mengatas-namakan Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Diantara hadits yang mereka palsukan atas nama Nabi shallallahu alaihi wasallam ialah sebagaimana berikut:
قال ابن الجوزي : حدثنا أبو الفضل محمد بن ناصر من لفظه وكتابه مرتين قال أنبأنا أحمد بن الحسين بن قريش أنبأنا أبو طالب محمد بن على ابن الفتح العشارى، وقرأت على أبى القاسم الحريري عن أبى طالب العشارى حدثنا أبو بكر أحمد بن منصور البرسرى حدثنا أبو بكر أحمد بن سليمان النجاد حدثنا إبراهيم الحربى حدثنا سريح بن النعمان حدثنا ابن أبى الزناد عن أبيه عن الاعرج عن أبى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” إن الله عز وجل افترض على بنى إسرائيل صوم يوم في السنة يوم عاشوراء وهو اليوم العاشر من المحرم، فصوموه ووسعوا على أهليكم فيه، فإنه من وسع على أهله من ماله يوم عاشوراء وسع عليه سائر سنته، فصوموه فإنه اليوم الذى تاب الله فيه على آدم، وهو اليوم الذى رفع الله فيه إدريس مكانا عليا، وهو اليوم الذى نجى فيه إبراهيم من النار، وهو اليوم الذى أخرج فيه نوحا من السفينة، وهو اليوم الذى أنزل الله فيه التوراة على موسى، وفيه فدى الله إسماعيل من الذبح، وهو اليوم الذى أخرج الله يوسف من السجن، وهو اليوم الذى رد الله على يعقوب بصره، وهو اليوم الذى كشف الله فيه عن أيوب البلاء، وهو اليوم الذى أخرج الله فيه يونس من بطن الحوت، وهو اليوم الذى فلق الله فيه البحر لبنى إسرائيل، وهو اليوم الذى غفر الله لمحمد ذنبه ما تقدم وما تأخر، وفى هذا اليوم عبر موسى البحر، وفى هذا اليوم أنزل الله تعالى التوبة على قوم يونس، فمن صام هذا اليوم كانت له كفارة أربعين سنة، وأول يوم خلق الله من الدنيا يوم عاشوراء، وأول مطر نزل من السماء يوم عاشوراء، وأول رحمة نزلت يوم عاشوراء، فمن صام يوم عاشوراء فكأنما صام الدهر كله، وهو صوم الانبياء، ومن أحيا ليلة عاشوراء فكأنما عبدالله تعالى مثل عبادة أهل السموات السبع، ومن صلى أربع ركعات يقرأ في كل ركعة الحمد مرة وخمسين مرة قل هو الله أحد غفر الله خمسين عاما ماض وخمسين عاما مستقبل وبنى له في الملا الاعلى ألف ألف منبر من نور، ومن سقى شربة من ماء فكأنما لم يعص الله طرفة عين، ومن أشبع أهل بيت مساكين يوم عاشوراء، مر على الصراط كالبرق الخاطف. ومن تصدق بصدقة يوم عاشوراء فكأنما لم يرد سائلا قط، ومن اغتسل يوم عاشوراء لم يمرض مرضا إلا مرض الموت، ومن اكتحل يوم عاشوراء لم ترمد عينيه تلك السنة كلها، ومن أمر يده على رأس يتيم فكأنما بر يتامى ولد آدم كلهم، ومن صام يوم عاشوراء أعطى ثواب عشرة ألف ملك، ومن صام يوم عاشوراء أعطى ثواب ألف حاج ومعتمر، ومن صام يوم عاشوراء أعطى ثواب ألف شهيد، ومن صام يوم عاشوراء كتب له أجر سبع سموات وفين خلق الله السموات و الارضين والجبال والبحار، وخلق العرش يوم عاشوراء، وخلق القلم يوم عاشوراء، وخلق اللوج يوم عاشوراء، وخلق جبريل يوم عاشوراء، ورفع عيسى يوم عاشوراء، وأعطى سليمان الملك يوم عاشوراء، ويوم القيامة يوم عاشوراء، ومن عاد مريضا يوم عاشوراء فكأنما عاد مرضى ولد آدم كلهم “.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu Al-Fadhl Muhammad bin Nashir dari lafazh (lisan) dan kitab beliau sebanyak dua kali, ia berkata; telah memberitahukan kepada kami Ahmad bin Al-Husain bin Quraisy, ia berkata; telah memberitahukan kepada kami Abu Tholib Muhammad bin Ali bin Al-Fath Al-‘Usyari, dan aku telah membacakan (hadits-hadits) di hadapan Abu Al-Qosim Al-Hariri, dari Abu Tholib Al-‘Usyari, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ahmad bin Manshur Al-Barsari, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ahmad bin Sulaiman An-Najjad, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Harbi, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Suraih bin An-Nu’man, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Az-Zinad, dari ayahnya, dari Al-A’roj, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa jalla telah mewajibkan kepada Bani Israil puasa satu hari dalam setahun, hari ‘Asyura’, yaitu hari kesepuluh dari bulan Muharrom. Oleh karena itu, hendaklah kalian berpuasa ‘Asyura dan lapangkanlah nafkah kalian terhadap keluarga kalian pada hari itu, karena sesungguhnya barangsiapa melapangkan nafkah kepada keluarganya dari harta bendanya pada hari ‘Asyura, niscaya Allah akan melapangkan rezekinya sepanjang tahun. Lakukanlah puasa Asyura’, karena pada hari itu Allah menerima taubat nabi Adam, mengangkat nabi Idris pada tempat/kedudukan yang tinggi, menyelamatkan nabi Ibrahim dari kobaran api, mengeluarkan nabi Nuh dari kapalnya, menurunkan kitab Taurat kepada nabi Musa, memberikan tebusan bagi nabi Ismail dari penyembelihan, mengeluarkan nabi Yusuf dari penjara, mengembalikan mata penglihatan nabi Ya’qub, membebaskan nabi Ayub dari bencana (penyakit), mengeluarkan nabi Yunus dari perut ikan paus/hiu, membelah lautan menjadi daratan bagi bani Israil, mengampuni dosa-dosa nabi Muhammad yang telah lalu maupun yang akan datang. Pada hari (Asyura’) itu juga nabi musa menyeberangi lautan, Allah menurunkan taubat kepada kaum nabi Yunus. Maka barangsiapa berpuasa pada hari Asyura’, ia akan memperoleh penghapusan dosa selama 40 (empat puluh) tahun. Hari Asyura’ adalah hari pertama yang Allah ciptakan dari (hari-hari) dunia. Pada hari Asyura’, Allah menurunkan hujan dari langit untuk pertama kalinya, dan pada hari itu juga pertama kali rahmat Allah turun (ke dunia). Barangsiapa berpuasa Asyura’, maka seakan-akan ia berpuasa sepanjang tahun. Puasa Asyura’ adalah puasanya para nabi. Dan barangsiapa menghidupkan malam Asyura’ maka seakan-akan ia beribadah kepada Allah seperti ibadahnya para penghuni tujuh langit. Barangsiapa sholat empat rokaat dan pada setiap rokaat ia membaca alhamdu (al-Fatihah) sekali dan Qul Huwallah (al-Ikhlas) 50 (lima puluh) kali, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya selama 50 (lima puluh) tahun yang lalu dan 50 (lima puluh) tahun yang akan datang, dan Allah akan membuatkan baginya satu juta mimbar terbuat dari cahaya di hadapan para malaikat yang mulia. Barangsiapa memberi seteguk air minum (pada hari Asyura), maka seakan-akan ia tidak pernah bermaksiat kepada Allah sekejap pun. Barangsiapa mengenyangkan keluarga orang-orang miskin pada hari Asyura’, maka ia akan berjalan di atas ash-shiroth (jembatan yang terbentang di atas neraka Jahannam menuju surga, pent) secepat kilat. Barangsiapa bersedekah dengan suatu sedekah pada hari Asyura’, maka seakan-akan ia tidak pernah menolak seorang pun yang meminta-minta. Barangsiapa mandi pada hari Asyura’, maka ia tidak akan mengalami sakit apapun kecuali kematian. Barangsiapa memakai celak pada hari Asyura’ maka kedua matanya tidak akan mengalami sakit sepanjang tahun itu. Barangsiapa tangannya mengusap kepala anak yatim, maka seakan-akan ia ia telah berbuat baik kepada semua anak yatim. Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura’, maka ia diberi pahala 10.000 (sepuluh ribu) malaikat. Dan barangsiapa berpuasa pada hari Asyura’, ia akan diberi pahala 1000 (seribu) orang yang menunaikan haji dan umroh. Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura’, maka ia diberi pahala 1000 (seribu) orang yang mati syahid. Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura’ , maka ia diberi pahala tujuh lapis langit. Pada hari Asyura’ Allah menciptakan (tujuh lapis) langit dan bumi, gunung-gunung dan lautan, ‘Arsy, al-Qolam (pena), Lauhul Mahfuzh, dan malaikat Jibril. Pada hari Asyura’ Allah mengangkat nabi Isa, dan memberikan kerajaan kepada nabi Sulaiman. Hari Kiamat juga terjadi pada hari Asyura’. Dan barangsiapa menjenguk orang sakit pada hari Asyura’, maka seakan-akan ia telah menjenguk semua orang sakit dari keturunan nabi Adam.” (Dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab Al-Maudhu’aat, bab fi dzikri Asyura’ II/200-201).
(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya PALSU (Maudhu’). Di dalam sanadnya terdapat seorang perowi yang bernama Ibnu Abi Az-Zinad.
* Yahya bin Ma’in berkata tentangnya: “Dia tidak ada apa-apanya, dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Dan nama Abu Az-Zinad adalah Abdullah bin Dzakwan. Sedangkan nama anaknya adalah Abdurrahman. Dahulu (Abdurrahman) Ibnu Mahdi tidak meriwayatkan hadits darinya.”
* Imam Ahmad berkata tentangnya: “Dia seorang perowi yang mudhthorib haditsnya (perowi yang menyampaikan riwayat secara tidak akurat atau berbeda-beda, pent).”
* Abu Hatim Ar-Rozi berkata tentangnya: “Dia tidak dapat dijadikan hujjah. Barangkali sebagian ahlul ahwa (atau ahli bid’ah) telah memasukkannya di dalam haditsnya.”
* Al-Hafizh Ibnu hajar Al-Asqolani berkata tentangnya: “Shoduq (orang jujur), hafalannya mengalami perubahan ketika ia datang ke kota Baghdad.” (Lihat Taqrib At-Tahdzib II/340 no.3861).
(*) Beberapa Tanda Kepalsuan di dalam Hadits ini:
1. Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Kepalsuan hadits ini sudah sangat jelas dan tanpa diragukan lagi oleh setiap muslim yang berakal. Apalagi si pemalsu hadits ini tidak malu-malu lagi menyebutkan di dalamnya hal-hal yang mustahil, seperti perktaannya; “hari yang pertama kali Allah ciptakan adalah hari Asyura’ (hari kesepuluh).” Ini merupakan ketololan dan kelalaian dari si pemalsu hadits. Sebab hari Asyura’ (kesepuluh) tidaklah dinamakan demikian melainkan telah didahului dengan hari kesembilan. (Lihat kitab Al-Maudhu’aat II/201).
2. Di dalam hadits ini juga si pemalsu mengatakan, “Allah menciptakan Langit-langit dan bumi serta gunung-gunung pada hari Asyura’.” Padahal telah ada hadits shohih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang menyelisihi perkataannya, yaitu sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Sesungguhnya Allah ta’ala telah menciptakan tanah (bumi) pada hari Sabtu dan telah menciptakan gunung-gunung pada hari Ahad, dan Allah menciptakan pepohonan pada hari Senin…dst.” (SHOHIH. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah, karya Syaikh Al-Albani IV/449 no.1833).
3. Di dalam hadits palsu ini juga, terdapat penyelewengan dan perubahan dalam masalah ukuran-ukuran pahala yang tidak sesuai dengan kebaikan dan kemurahan Syariat Islam. Apakah pantas seseorang yang berpuasa satu hari lalu diberi pahala seperti halnya 1000 (seribu) orang yang haji dan umroh serta 1000 (seribu) orang yang mati syahid? Yang demikian ini bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’at Islam.
(Hadits-hadits ini diterjemahkan dari kitab Al-Maudhu’aat karya Ibnul jauzi dan kitab-kitab lainnya (Maktabah Syamilah) 
======================
Hadis-Hadis Lemah Dan Palsu 
Tentang Keutamaan Hari ke-10 Muharram

Berikut ini terjemahan dari artikel yang berjudul `aḥādīṡ lā taiu fī yaumi ‘āsyūrā` (hadis-hadis lemah tentang keutamaan hari ke-10 Muharram), karya Syaikh DR. Aqil bin Salim Asy-Syamari afiahullāh, semoga Allah menjadikan tulisan beliau ini sebagai sebab terhindarnya kaum muslimin dari kesalahan keyakinan tentang keutamaan hari yang disebut dengan hari ‘asyura, yaitu hari ke-10 bulan Muharram.
Syaikh DR. Aqil bin Salim Asy-Syamari afiahullāmenjelaskan bahwa terdapat banyak hadis lemah tentang (keutamaan hari ke-10 bulan Muharram) yang saya kumpulkan dari perkataan ulama -semoga Allah merahmati mereka dengan rahmat yang luas-, di antaranya yaitu:
Pertama:
إن الله خلق السماوات والأرض يوم عاشوراء
Sesungguhnya Allah menciptakan langit-langit dan bumi pada hari ke-10 bulan Muharram” (Mauḍū‘ [Hadits palsu]).
Kedua:
من اكتحل يوم عاشوراء بالإثمد لم ترمد عينه أبداً
Barangsiapa yang bercelak dengan serbuk celak itsmid pada hari ke-10 bulan Muharram, maka matanya tidak akan terkena penyakit mata selamanya” (HR. Al-Hakim dan beliau menjelaskan bahwa hadis ini munkar. Ibnul Jauzi menyebutkannya dalam kitab Al-Mauḍūāt [kumpulan hadits-hadits palsu]).
Ketiga:
من صام يوم عاشوراء كتب الله له عبادة ستين سنة
Barangsiapa yang berpuasa pada hari ke-10 bulan Muharram, niscaya Allah akan mencatat baginya (pahala) ibadah 60 tahun” (hadis ini batil, diriwayatkan oleh Habib bin Abi Habib, Al-Haitsami menyatakan bahwa Habib bin Abi Habib adalah seorang yang ditinggalkan periwayatannya [matrūk] dan pendusta [każżāb]).
Keempat:
من وسع على عياله يوم عاشوراء وسع الله عليه في سنته كلها
Barangsiapa yang melapangkan orang yang menjadi tanggungan nafkahnya pada hari ke-10 bulan Muharram, maka Allah pun akan melapangkan (urusan)nya dalam satu tahun penuh” (Al-Haitsami bin Syaddakh menyendiri [dalam meriwayatkannya], sedangkan ia adalah perawi yang a‘īf dengan kesepakatan para ulama. Imam Ahmad pun menyatakan bahwa hadis ini tidak ada asalnya. Ibnul Rajab menerangkan bahwa sanandnya lemah dan Ibnul Zauji pun menyebutkannya dalam Al-Mauḍū’).
Kelima:
إن آدم تاب الله عليه يوم عاشوراء ، ونوحاً نجاه الله يوم عاشوراء وإبراهيم نجاه الله من النار يوم عاشوراء ويونس أخرجه الله من بطن الحوت يوم عاشوراء ويعقوب اجتمع بيوسف يوم عاشوراء والتوراة نزلت يوم عاشوراء
“Sesungguhnya Allah menerima taubat Nabi Adam pada hari ke-10 bulan Muharram, Allah menyelamatkan Nabi Nuh pada hari ke-10 bulan Muharram, Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim dari api pada hari ke-10 bulan Muharram, Allah mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan besar pada hari ke-10 bulan Muharram, Nabi Ya’qub berkumpul dengan Nabi Yusuf pada hari ke-10 bulan Muharram, serta At-Taurah diturunkan pada hari ke-10 bulan Muharram.”
Dan beberapa hadis semisalnya, maka seluruhnya dusta, tidak ada asalnya, serta derajatnya lemah kecuali riwayat tentang selamatnya Nabi Musa ‘alaihis salām dan kaumnya dari musibah tenggelam.
Keenam:
Seorang badui bertanya tentang puasa ‘arafah dan puasa ‘asyura` kepada Nabi allallāhu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda,
يوم عاشوراء يكفر العام الذي قبله والذي بعده، ويوم عرفة يكفر العام الذي قبله
(Puasa) hari ‘asyura` menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, dan puasa ‘arafah menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Abu Ya‘la Al-Mushili dengan sanad lemah, karena terdapat seorang perawi dari kalangan tabi‘in yang tidak diketahui identitasnya. Di samping lemah sanadnya, hadis ini juga menyelisihi hadis riwayat Imam Muslim dalam kitab sahihnya, dan ini termasuk periwayatan yang terbalik dari seorang perawi).
Ketujuh:
Semua hadits tentang (keutamaan) salat ‘asyura’ (hari ke-10 bulan Muharram atau malamnya) itu lemah, di antaranya adalah hadits berikut ini.
Hadits Abu Hurairah
من صلى يوم عاشوراء ما بين الظهر والعصر أربعين ركعة يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة وآية الكرسي عشر مرات وقل هو الله أحد إحدى عشرة مرة والمعوذتين خمس مرات فإذا سلم استغفر سبعين مرة أعطاه الله في الفردوس قبة بيضاء فيها بيت من زمردة خضراء سعة ذلك البيت مثل الدنيا ثلاث مرات وفي ذلك البيت سرير من نور قوائم السرير من العنبر الأشهب على ذلك السرير ألف فراش من الزعفران
Barangsiapa yang melakukan salat antara zuhur dan asar sebanyak empat puluh rakaat pada hari ‘asyura`, di setiap rakaat ia membaca Al-Fatiḥah sekali, ayat kursi sepuluh kali, qul huwallāhu aad (Al-Ikhlāṣ) sebelas kali, dan Mu‘awwiżatain (Al-Falaq dan An-Naas) lima kali, setelah salam, ia beristighfar tujuh puluh kali, maka Allah anugerahkan kubah putih di surga Firdaus, di dalamnya terdapat rumah yang terbuat dari batu mulia hijau seluas tiga kali luas dunia. Di dalam rumah itu terdapat ranjang dari cahaya. Kaki-kaki ranjang tersebut terbuat dari materi yang kokoh (Al-‘Anbar Al-Asyhub), di atasnya terdapat seribu kasur dari za’farān”(Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi lengkap dengan sanadnya. Beliau menyatakan bahwa hadis jenis ini disebutkan secara panjang lebar, dan hadis ini palsu (mauḍū’) serta para perawinya tidak diketahui identitasnya).
Hadits:
صلاة ليلة عاشوراء مائة ركعة في كل ركعة يقرأ بعد الفاتحة سورة الإخلاص ثلاث مرات
“Salat malam ‘asyura` itu sebanyak seratus rakaat, setiap rakaat dibaca surat Al-Ikhlāṣ setelah Al-Fatiah tiga kali.”
Hadist:
صلاة وقت السحر من ليلة عاشوراء وهي أربع ركعات في كل ركعة بعد الفاتحة يقرأ آية الكرسي ثلاث مرات وسورة الإخلاص إحدى عشر مرة وبعد الفراغ يقرأ سورة الإخلاص مائة مرة
“Salat malam ‘asyura` pada waktu sahur itu sebanyak empat rakaat, di setiap rakaat (sesorang) membaca ayat Al-Kursi tiga kali setelah Al-Fatiḥah, surat Al-Ikhlāṣ sebanyak sebelas kali dan usai salat, iapun membaca surat Al-Ikhlāṣ sebanyak seratus kali.”
Hadits:
صلاة يوم عاشوراء عند الإشراق يصلي ركعتين في الأولى بعد الفاتحة آية الكرسي وفي الثانية (لو أنزلنا هذا القرآن) إلى آخر سورة الحشر ويقول بعد السلام يا أول الأولين ويا آخر الآخرين لا إله إلا أنت خلقت أول ما خلقت في هذا اليوم وتخلق آخرما تخلق في هذا اليوم أعطني فيه خير ما أوليت فيه أنبيائك وأصفيائك من ثواب البلايا وأسهم لنا ما أعطيتهم فيه من الكرامة بحق محمد عليه الصلاة والسلام
“Salat hari ‘Asyura` itu dilakukan ketika (beberapa saat setelah) terbitnya matahari, (yaitu: sesorang) salat dua rakaat, pada rakaat pertama ia membaca ayat Al-Kursi setelah Al-Fatihah, pada rakaat kedua membaca lau anzalnaa hāżal Qur`ān sampai akhir surat Al- Ḥasyr, dan setelah salam mengucapkan yā Awwalal awwalīn, wa yā Ākhiral ākhirīn, lā ilāha illa anta, khalaqta awwala mā khalaqta fī hāżal yaum, wa takhluqu ākhira mā takhluqu fī hāżal yaum, a‘inī fīhi khaira mā aulaita fīhi `anbiyā`aka wa `afiyā`aka min awābil balāyā wa aim lanā mā `a‘aitahum fīhi minal karāmah biaqqi Muammad ‘alaihi alātu was salām.
Hadits:
صلاة يوم عاشوراء ست ركعات في الأولى بعد الفاتحة سورة الشمس وفي الثانية إنا أنزلناه وفي الثالثة إذا زلزلت وفي الرابعة سورة الإخلاص وفي الخامسة سورة الفلق وفي السادسة سورة الناس ويسجد بعد السلام ويقرأ فيها قل يا أيها الكافرون سبع مرات ويسأل الله حاجته
“Salat hari ‘Asyura’ itu enam rakaat.  Pada rakaat pertama, setelah Al-Fatiah, (seseorang) membaca surat Asy-Syams, pada rakaat kedua membaca innā anzalnāhu, pada rakaat ketiga membaca iżā zulzilat, pada rakaat keeempat membaca surat Al-Ikhlāṣpada rakaat kelima membaca surat Al-Falaq, dan pada rakaat keenam membaca surat An-Nās. Setelah salam, bersujud dan membaca qul yā ayyuhal kāfirūtujuh kali serta ia memohon terpenuhi kebutuhannya kepada Allah” (Perlu diketahui bahwa seluruh hadis tentang keutamaan secara khusus yang terdapat pada salat ‘Asyura` itu palsu).
Kedelapan:
من صام يوم عاشوراء أعطى ثواب عشرة آلاف ملك ومن صام يوم عاشوراء أعطى ثواب عشرة آلاف شهيد ومن صام يوم عاشوراء كتب الله له أجر سبع سماوات ومن أفطر عنده مؤمن في يوم عاشوراء فكأنما أطعم جميع فقراء أمة محمد وأشبع بطونهم ومن مسح على رأس يتيم رفعت له بكل شعرة على رأسه درجة في الجنة فقال عمر يا رسول الله لقد فضل الله يوم عاشوراء قال نعم خلق الله السماوات يوم عاشوراء والأرض كمثله وخلق القلم يوم عاشوراء واللوح مثله وخلق جبريل يوم عاشوراء وملائكته يوم عاشوراء وخلق آدم يوم عاشوراء وغفر ذنب داود يوم عاشوراء …الخ “
Barangsiapa yang berpuasa pada hari kesepuluh bulan Muharram, maka akan diberi pahala sepuluh ribu (ibadah) malaikat. Barangsiapa yang berpuasa pada hari kesepuluh bulan Muharram, maka akan diberi pahala sepuluh ribu syuhada`. Barangsiapa yang berpuasa pada hari kesepuluh bulan Muharram, maka Allah akan mencatat untuknya pahala sebanyak tujuh langit. Barangsiapa yang memberi makanan buka puasa kepada seorang mukmin pada hari kesepuluh bulan Muharrammaka seolah-olah seperti memberi makan seluruhorang fakir dari umat Nabi Muhammad dan mengenyangkan perut mereka. Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim, maka untuk setiap helai rambut kepala anak yatim tersebut, akan ditinggikan derajat untuk pengusapnya di surga. Umar berkataWahai Rasulullah sesungguhnya Allah telah memberi keutamaan pada harikesepuluh bulan MuharramRasulullah bersabda, ya benar. Allah menciptakan langit-langit pada hari kesepuluh bulan Muharram dan demikian pula bumi. Allah menciptakan pena (untuk mencatat takdir) pada hari kesepuluh bulan Muharram dan demikian pula Al-Lauul Mafūẓ. Allah menciptakan malaikat Jibril pada hari kesepuluh bulan Muharram, demikian pula Allah pun menciptakan malaikat-malaikat-Nya yang lain pada hari kesepuluh bulan Muharram. Allah menciptakan Nabi Adam pada hari kesepuluh bulan Muharram. Allah mengampuni dosa Nabi Daud pada hari kesepuluh bulan Muharram…(sampai akhir hadis) (Hadits palsu [mauu’]).
Ke sembilan:
ومن أشبع أهل بيت مساكين يوم عاشوراء مر على الصراط كالبرق الخاطف ومن تصدق بصدقة فكأنما لم يرد سائلا قط ومن اغتسل يوم عاشوراء لم يمرض إلا مرض الموت موضوع
Barangsiapa yang memberi makan kepada Ahli Bait yang miskin sampai kenyang pada hari ke-10 bulan Muharram, maka ia akan melewati jembatan Ash-Shirooth secepat kilat yang menyambar. Barangsiapa yang bershodaqoh dengan sesuatu, maka seolah-olah seperti orang yang tidak pernah menolak orang yang meminta, sama sekali. Barangsiapa yang mandi pada hari ke-10 bulan Muharram,maka tidak akan pernah sakit kecuali sakit menjelang kematian (Palsu [mauḍū]).
Ke sepuluh:
من صام يوم عاشوراء أعطى ثواب عشرة آلاف ملك
“Barangsiapa yang berpuasa pada hari ke-10 bulan Muharram, maka akan diberi pahala sepuluh ribu (ibadah) malaikat” (Palsu [mauḍū]).
Ke sebelas:
إن الصرد أول طير صام عاشوراء
“Sesungguhnya burung A Ṣurad adalah burung yang pertama kali berpuasa ‘Asyura`”
(Diriwayatkan oleh Al-Khothiib dari Abu Gholiith secara marfu’, sedangkan di kalangan para sahabat, tidaklah dikenal nama ini. Dan sanadnya adalah Abdullah bin Mu’awiyah, ia adalah mungkarul hadis, hal ini sebagaimana disebutkan Asy-Syaukani raimahullāh).
Ke dua belas:
ما من عبد يبكي يوم قتل الحسين يعني يوم عاشوراء إلا كان يوم القيامة مع أولي العزم من الرسل
“Tidak ada seorang hamba pun yang menangis pada hari terbunuhnya Al-Husain -yaitu pada hari ke-10 bulan Muharram- kecuali kelak pada hari Kiamat ia akan bersama ulul ‘azmi dari kalangan para rasul” (Palsu [mauḍū]).
Demikian pula sebuah hadis yang menyebutkan bahwa menangis pada hari ke-10 bulan Muharram adalah cahaya sempurna pada hari Kiamat, maka ini adalah hadis palsu yang dipalsukan syi’ah rafidah.
Ke tiga belas:
Setiap hadis tentang (keutamaan) menziarahi kubur pada hari ke-10 bulan Muharram tidak ada asalnya.
Ke empat belas:
 لئن بقيت لأمرن بصيام يوم قبله أو يوم بعده
“Sungguh apabila saya masih hidup, benar-benar saya akan perintahkan untuk puasa sehari sebelum atau sesudah hari ‘Asyura`” (Syaikh Al-Albani raimahullāh bahwa tambahan ini mungkar).
Ke lima belas:
صمتم يومكم هذا ؟ قالوا : لا قال : فأتموا بقية يومكم واقضوه . يعني : يوم عاشوراء
“Apakah kalian puasa pada hari kalian ini? Mereka menjawab, ‘Tidak.’ Beliau (Rasulullah) bersabda, ‘Sempurnakan sisa hari kalian dan bayarlah utang puasa tersebut, yaitu hari ‘Asyura`’” (Syaikh Al-Albani raimahullāh menerangkan bahwa tambahan ini mungkar).

=====================

Berikut beberapa hadits tidak shahih seputar bulan Muharram yang cukup populer di masyarakat.
1. Hadits, “Barangsiapa berpuasa dua hari dari bulan Muharram…,”
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُزَيْقِ بْنِ جَامِعٍ، ثنا الْهَيْثَمُ بْنُ حَبِيبٍ، ثنا سَلامُ الطَّوِيلُ، عَنْ حَمْزَةَ الزَّيَّاتِ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” مَنْ صَامَ يَوْمَانِ مِنَ الْمُحَرَّمِ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ ثَلاثِينَ حَسَنَةً “
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ruzaiq bin Jaami’, telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam bin Habiib, telah menceritakan kepada kami Sallaam Ath-Thawiil, dari Hamzah Az-Zayyaat, dari Laits, dari Mujaahid, dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa dua hari dari bulan Muharram, maka untuknya pahala tiap harinya sebanyak tiga puluh kebaikan.”
[Mu’jam Al-Kabiir no. 11082]
Hadits palsu.
Telah berkata Al-Haafizh Abul Hasan Al-Haitsamiy rahimahullah,
فيه الهيثم بن حبيب ضعفه الذهبي
“Didalamnya ada Al-Haitsam bin Habiib[1], didha’ifkan oleh Adz-Dzahabiy.” [Majma’ Az-Zawaa’id 3/193]
Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah berkata,
اتهمه الذهبي بخبر باطل، وذكره إبن حبان في الثقات، وسلام الطويل متهم، وإبن أبي سليم صعيف. انتهى
“Adz-Dzahabiy menuduhnya dengan khabar-khabar baathil, disebutkan oleh Ibnu Hibbaan dalam Ats-Tsiqaat. Dan Sallaam Ath-Thawiil[2] seorang yang tertuduh berdusta, sementara Ibnu Abi Sulaim (yaitu Laits) dha’if.” Selesai. [Silsilatu Adh-Dha’iifah 1/597]
2. Hadits, “…berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.”
حدثنا هُشَيْمٌ، أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي لَيْلَى، عَنْ دَاوُدَ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا، أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا “
Telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Abi Lailaa, dari Daawud bin ‘Aliy, dari Ayahnya, dari Kakeknya -yaitu- Ibnu ‘Abbaas, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berpuasalah kalian pada hari ‘Asyura’ dan selisihilah Yahudi dengan berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.”
[Musnad Ahmad no. 2155]
Dan dari jalan ini pula dalam Fadhaa’ilush Shahaabah no. 1951
Diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqiy (As-Sunan Al-Kubraa 4/287; Syu’abul Iimaan no. 3789; Fadhaa’ilul Auqaat no. 243)Ibnu Khuzaimah (Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1958)Al-Bazzaar (Musnad no. 5238)Tammaam Ar-Raaziy (Fawaa’id no. 94)Ibnu Bisyraan (Amaaliy 1/205)Ibnu Jariir Ath-Thabariy (Tahdziibul Atsaar no. 651), semua dari jalan Ibnu Abi Lailaa, dari Daawud bin ‘Aliy, dari Ayahnya, dari Kakeknya, secara marfuu’.
Sanadnya dha’if.
Al-Haafizh Siraajuddiin Abu Hafsh Ibnul Mulqin rahimahullah berkata,
فيه داود بن علي الهاشمي قال ابن عدي لا بأس به وقال ابن معين أرجو أنه لا يكذب
“Didalamnya ada Daawud bin ‘Aliy Al-Haasyimiy[3], Ibnu ‘Adiy berkata, “Tidak mengapa dengannya,” dan Ibnu Ma’iin berkata, “Aku berharap bahwa ia tidak berdusta.” [Tuhfatul Muhtaaj ilaa Adallatul Minhaaj 2/109]
Al-Haafizh Abul Hasan Al-Haitsamiy berkata,
فيه محمد بن أبي ليلى وفيه كلام‏‏
“Didalamnya ada Muhammad bin Abi Lailaa[4] dan terdapat perbincangan mengenai dirinya.” [Majma’ Az-Zawaa’id 3/191]
Bahkan Al-Imam Asy-Syaukaaniy rahimahullah menggolongkan hadits ini ke dalam hadits mungkar, beliau berkata,
رِوَايَةُ أَحْمَدَ هَذِهِ ضَعِيفَةٌ مُنْكَرَةٌ مِنْ طَرِيقِ دَاوُد بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ ، رَوَاهَا عَنْهُ ابْنُ أَبِي لَيْلَى
“Riwayat Ahmad ini berderajat dha’iif lagi munkar, diriwayatkan dari jalan Daawud bin ‘Aliy dari ayahnya dari kakeknya, meriwayatkan darinya Ibnu Abi Lailaa.” [Nailul Authaar 4/330]
Walau hadits ini berderajat dha’if, namun ada penjelasan didalamnya terkait puasa setelah hari ‘Asyura’ yaitu pada hari ke-11.[5]
3. Hadits hari ‘Asyura’ adalah hari berpuasanya para Nabi ‘Alaihimussalam.
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنِ الْهَجَرِيِّ، عَنْ أَبِي عِيَاضٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ كَانَتْ تَصُومُهُ الْأَنْبِيَاءُ فَصُومُوهُ أَنْتُمْ “
Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats, dari Al-Hajariy, dari Abu ‘Iyaadh, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berpuasalah pada hari ‘Asyura’ karena hari itu adalah hari berpuasanya para Nabi, maka berpuasalah kalian.”
[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no. 9440]
Diriwayatkan pula oleh Yahyaa bin Al-Husain Al-Jurjaaniy (Amaaliy no. 1802); Al-Bazzaar sebagaimana disebutkan oleh Al-Haitsamiy dalam Kasyful Astaar no. 1042, semua dari jalan Al-Hajariy, dari Abu ‘Iyaadh, dari Abu Hurairah secara marfuu’.
Sanad hadits ini dha’if.
Al-Haafizh Abul ‘Abbaas Al-Buushiiriy rahimahullah berkata,
رواه أبو بكر بن أبي شيبة بسند ضعيف لضعف إبراهيم الهجري
Abu Bakr bin Abi Syaibah meriwayatkannya dengan sanad dha’iif bersama kelemahan Ibraahiim Al-Hajariy[6]. [Ittihaaf Al-Khairah 3/421]
Yang benar pada bab ini adalah tidak ada keterangan yang jelas bahwa hari ‘Asyura’ adalah hari puasanya para Nabi ‘Alaihimussalaam, namun telah shahih dalam Ash-Shahiihain hadits yang menyebutkan bahwa hari ‘Asyura’ adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi karena pada hari itu Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Muusaa ‘Alaihissalaam berikut bani Israa’iil, dan Allah Ta’ala menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya, oleh karena itu Nabi Muusaa pun berpuasa pada hari itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Ta’ala dan diikuti oleh Yahudi hingga masa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian Nabi berniat menyelisihi mereka dengan berpuasa sehari sebelumnya namun beliau keburu wafat sebelum melaksanakannya.
4. Hadits barangsiapa shalat di hari ‘Asyura’ antara Zhuhur dan Ashar sebanyak 40 raka’at
أَنْبَأَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ الطَّيِّبِيُّ، أَنْبَأَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، أَنْبَأَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ جَعْفَرٍ، أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ كَلالَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْقَاسِمِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ الرَّازِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ النَّهْرَوَانِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَهْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” مَنْ صَلَّى يَوْمَ عَاشُورَاءَ مَا بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ أَرْبَعِينَ رَكْعَةً، يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ مَرَّةً، وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ عَشْرَ مَرَّاتٍ، وَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً، وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ خَمْسَ مَرَّاتٍ، فَإِذَا سَلَّمَ اسْتَغْفَرَ سَبْعِينَ مَرَّةً، أَعْطَاهُ اللَّهُ فِي الْفِرْدَوْسِ قُبَّةً بَيْضَاءَ فِيهَا بَيْتٌ مِنْ زُمُرُّدَةَ خَضْرَاءَ، سَعَةُ ذَلِكَ الْبَيْتِ مثل الدُّنْيَا ثَلاثَ مَرَّاتٍ، وَفِي ذَلِكَ الْبَيْتِ سَرِيرٌ مِنْ نُورٍ، قَوَائِمُ السَّرِيرِ مِنَ الْعَنْبَرِ الأَشْهَبِ، عَلَى ذَلِكَ السَّرِيرِ أَلْفَا فِرَاشٍ مِنَ الزَّعْفَرَانِ “
Telah memberitakan kepada kami Ibraahiim bin Muhammad Ath-Thayyibiy, telah memberitakan kepada kami Al-Husain bin Ibraahiim, telah memberitakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Aliy bin Ja’far, telah memberitakan kepada kami ‘Abdullaah bin ‘Ubaidillaah bin Kalaalah, telah menceritakan kepada kami Abul Qaasim ‘Abdullaah bin Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Nashr bin ‘Aliy Ar-Raaziy, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdullaah Muhammad bin Ibraahiim, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillaah An-Nahrawaaniy, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sahl, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa shalat pada hari ‘Asyura’ pada waktu yang terdapat di antara Zhuhur dan ‘Ashr sebanyak empat puluh raka’at, membaca di tiap raka’atnya surat Al-Faatihah sekali, ayat Kursi sepuluh kali, Qul huwallaahu ahad sebelas kali, Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) lima kali, dan jika salam beristighfar sebanyak tujuh puluh kali, maka Allah akan mengkaruniakannya surga Firdaus yang kubahnya berwarna putih, didalamnya terdapat sebuah rumah terbuat dari batu-batu zamrud berwarna hijau, ruangan dalam rumah tersebut semisal tiga kali lipat luasanya dibanding luas dunia, dan didalam rumah tersebut terdapat ranjang yang terbuat dari cahaya, tiang-tiang ranjang tersebut terbuat dari batu amber berwarna kelabu, diatas ranjang tersebut terdapat seribu kasur terbuat dari za’faran.”
[Al-Maudhuu’at 1/122]
Hadits palsu dengan tanpa keraguan.
Berkata Al-Imam Ibnul Jauziy rahimahullah didalamnya,
وذكر حديثا طويلا من هَذَا الجنس. هَذَا حديث موضوع. وكلمات الرَّسُول عَلَيْهِ السَّلامُ منزهة عَنْ مثل هَذَا التخليط. والرواة مجاهيل. والمتهم بِهِ الْحُسَيْن
“Disebutkan hadits panjang yang bersumber dari sini, ini adalah hadits palsu. Kalimat-kalimat Rasul ‘Alaihissalaam jauh lebih mulia dari bercampur dengan perkataan-perkataan semacam ini, periwayat-periwayatnya adalah orang-orang majhuul, dan Al-Husain (bin Ibraahiim) adalah orang tertuduh (membuat kedustaan) di dalamnya.”
Al-Haafizh As-Suyuuthiy rahimahullah berkata,
مَوْضُوع منْ هَذَا، ورواته مجاهيل
“Maudhuu’ dari sini dan para periwayatnya adalah orang-orang majhuul.” [Al-La’aali’ Al-Mashnuu’ah 2/54]
Al-Imam Al-Laknawiy rahimahullah berkata,
أَخْرَجَهُ ابْنُ الْجَوْزِيِّ بِسَنَدِهِ، وَقَالَ: ذَكَرَ حَدِيثًا طَوِيلا مِنْ هَذَا الْجَنْسِ، وَهُوَ مَوْضُوعٌ وَرِوَاتُهُ مَجَاهِيلُ انْتَهَى. وَأَقَرَّهُ عَلَيْهِ السُّيُوطِيُّ، وَقَالَ ابْنُ عِرَاقٍ فِي تَنْزِيهِ الشَّرِيعَةِ: أَخْرَجَهُ الْجَوْزَقَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَهُوَ أَطْوَلُ مِنْ هَذَا وَكُلُّهُ مِنْ هَذَا الْجِنْسِ، وَرِوَاتُهُ مَجَاهِيلُ انْتَهَى
“Dikeluarkan oleh Ibnul Jauziy dengan sanadnya, dan ia berkata, “Menyebutkan hadits panjang yang bersumber dari sini, dan ia hadits maudhuu’, para periwayatnya adalah orang-orang majhuul. Selesai.” Dan disetujui As-Suyuuthiy. Ibnu ‘Iraaq berkata dalam Tanziihusy Syarii’ah, “Dikeluarkan oleh Al-Jauraqaaniy dari hadits Abu Hurairah dan ia lebih panjang dari hadits ini, semua bersumber dari sini, para periwayatnya adalah orang-orang majhuul. Selesai.” [Al-Atsaar Al-Marfuu’ah fiy Al-Akhbaar Al-Maudhuu’ah 1/90]
Al-Haafizh Adz-Dzahabiy (Tartiib Al-Maudhuu’at no. 500), Al-Haafizh Ibnu ‘Iraaq Al-Kinaaniy (Tanziihusy Syarii’ah 2/89), Al-Haafizh Al-Fataniy (Tadzkiratul Maudhuu’at no. 264), semua sepakat akan kepalsuan hadits ini dan kemajhuulan para perawinya.
5. Hadits, “Barangsiapa yang menghidupkan malam ‘Asyura’…,”
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ نَاصِرٍ، أَنْبَأَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ قُرَيْشٍ، أَنْبَأَنَا الْعُشَارِيُّ، أَنْبَأَنَا أَبُو بَكْر النُّوشَرِيُّ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَلْمَانَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ الْحَرْبِيُّ، حَدَّثَنَا سريج بن النعمان، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي الزِّنَادِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” مَنْ أَحْيَا لَيْلَةَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا عَبَدَ اللَّهَ تَعَالَى بِمِثْلِ عِبَادَةِ أَهْلِ السَّمَوَاتِ، وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ الْحَمْدُ مَرَّةً، وَخَمْسِينَ مَرَّةً قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوُبَ خَمْسِينَ عَامًا مَاضِيًا، وَخَمْسِينَ عَامًا مُسْتَقْبَلا، وَبَنَى لَهُ فِي المثل الأَعْلَى أَلْفَ أَلْفِ مِنْبَرٍ مِنْ نُورٍ “
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Naashir, telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Al-Husain bin Quraisy, telah memberitakan kepada kami Al-‘Usyaariy, telah memberitakan kepada kami Abu Bakr An-Nuusyariy, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Salmaan, telah menceritakan kepada kami Ibraahiim Al-Harbiy, telah menceritakan kepada kami Suraij bin An-Nu’maan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Az-Zinaad, dari Ayahnya, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan malam ‘Asyura’ maka dia sesungguhnya seperti seorang hamba Allah Ta’ala yang beribadah bagaikan para penduduk langit, dan barangsiapa yang shalat empat raka’at, didalam tiap raka’atnya ia membaca Alhamdu (Al-Fatihah) sekali dan Qul huwallaahu ahad (Al-Ikhlaash) lima puluh kali, Allah akan mengampuni dosa-dosanya sebanyak lima puluh tahun yang lampau dan lima puluh tahun yang akan datang, dan Allah akan membangun untuknya semisal ribuan-ribuan mimbar dari cahaya di tempat tertinggi.”
[Al-Maudhuu’at 1/122]
Al-Imam Ibnul Jauziy berkata,
هَذَا حديث لا يصح عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أدخل على بعض المتأخرين مِنْ أَهْلِ الغفلة، على أن عَبْد الرَّحْمَنِ بْن أَبِي الزِّنَادِ مجروح. قَالَ أَحْمَد: هُوَ مضطرب الحديث، وَقَالَ يَحْيَى: لا يحتج بِهِ
“Hadits ini tidak shahih dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, (hadits ini) masuk pada beberapa muta’akhirin yang tergolong orang-orang lalai, bahwa ‘Abdurrahman bin Abu Az-Zinaad[7] majruuh, Ahmad berkata, “Dia mudhtharibul hadits,” dan Yahyaa berkata, “Tidak boleh dijadikan hujjah.”
6. Hadits berpuasa sembilan hari di awal bulan Muharram
أَنْبَأَنَا ظَفْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْهَمْدَانِيُّ، أَنْبَأَنَا أَبُو رَجَاءٍ حَمْدُ بْنُ أَحْمَدَ التَّاجِرُ، حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا أَبُو زَيْدٍ خَالِدُ بْنُ النَّضْرِ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبَّادٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ حَبِيبٍ، عَنْ مُوسَى الطَّوِيلِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” مَنْ صَامَ تِسْعَةَ أَيَّامٍ مِنْ أَوَّلِ الْمُحَرَّمِ بَنَى اللَّهُ لَهُ قُبَّةً فِي الْهَوَى مِيلا فِي مِيلٍ لَهَا أَرْبَعَةُ أَبْوَابٍ “
Telah memberitakan kepada kami Zhafar bin ‘Aliy Al-Hamdaaniy, telah memberitakan kepada kami Abu Rajaa’ Hamd bin Ahmad At-Taajir, telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abdullaah Al-Haafizh, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Al-Fadhl, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid Khaalid bin An-Nadhr, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Abbaad, telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin Habiib, dari Muusaa Ath-Thawiil, dari Anas bin Maalik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa sembilan hari dari awal bulan Muharram, Allah akan membangun untuknya sebuah kubah di udara seluas satu mil kali satu mil, padanya terdapat empat pintu.”
[Al-Maudhuu’at 2/199]
Hadits palsu, dengan Ibnul Jauziy yang berkata,
هَذَا حديث موضوع عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، ابْنُ حِبَّانَ: مُوسَى الطَّوِيل يروي عَنْ أَنَس أشياء موضوعة لا يحل كتبها إِلا على التعجب
“Hadits ini palsu atas nama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, Ibnu Hibbaan berkata, “Muusaa Ath-Thawiil[8]meriwayatkan perkataan-perkataan palsu dari Anas, tidak halal mencatatnya kecuali untuk mengingkarinya.”
Al-Imam Asy-Syaukaaniy berkata,
رَوَاهُ أَبُو نُعَيْمٍ، عَنْ أَنَسٍ، مَرْفُوعًا، وَهُوَ مَوْضُوع. آفَتُهُ: مُوسَى الطَّوِيلُ
“Abu Nu’aim meriwayatkannya dari Anas secara marfuu’, dan ia hadits palsu. Cacat ada pada Muusaa Ath-Thawiil.” [Al-Fawaa’id Al-Majmuu’ah 1/81]
Begitu pula para imam semisal Ibnu ‘Iraaq Al-Kinaaniy (Tanziihusy Syarii’ah 2/148), As-Suyuuthiy (Al-La’aali’ 2/108) dan Al-Fataniy (Tadzkiratul Maudhuu’at no. 784) sepakat akan kepalsuan hadits ini.
7. Hadits berpuasa di hari terakhir Dzulhijjah dan awal bulan Muharram
أَنْبَأَنَا مُحَمَّدُ بْنُ نَاصِرٍ، أَنْبَأَنَا أَبُو عَلِيٍّ الْحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي الْفَوَارِسِ، أَنْبَأَنَا عُمَرُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ شَاذَانَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْهَرَوِيُّ، حَدَّثَنَا قُطْبُ بْنُ وَهْبٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَأَوَّلُ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةِ وَافْتَتَحَ السَّنَةَ الْمُسْتَقْبَلَةَ بِصَوْمٍ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ كَفَّارَةَ خَمْسِينَ سَنَةً “
Telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Naashir, telah memberitakan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Hasan bin Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abul Fawaaris, telah memberitakan kepada kami ‘Umar bin Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Ayyuub, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Syaadzaan, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdillaah Al-Harawiy, telah menceritakan kepada kami Quthb bin Wahb[9], dari Ibnu Juraij, dari ‘Athaa’, dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa di hari terakhir bulan Dzulhijjah dan di hari pertama bulan Muharram, maka sungguh ia telah menutup tahun yang lampau dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa dan Allah akan menjadikan baginya kaffarah dosa selama lima puluh tahun.”
[Al-Maudhuu’at 2/198]
Hadits palsu. Berkata Imam Ibnul Jauziy,
الْهَرَوِيّ هُوَ الجويباري، ووَهْب، كلاهما كذاب وضاع
“Al-Harawiy, dia adalah Al-Juwaibaariy[10]. Dan Wahb[11], keduanya adalah pendusta dan pemalsu hadits.”
8. Hadits bulan Ramadhan dan hari ‘Asyura’ yang paling utama untuk berpuasa.
حَدَّثَنَا يُوسُفُ الْقَاضِي، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، قالا: ثنا عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ النَّرْسِيُّ، ثنا عَبْدُ الْجَبَّارِ بْنُ الْوَرْدِ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي يَزِيدَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” لَيْسَ لِيَوْمٍ فَضْلٌ عَلَى يَوْمٍ فِي الصِّيَامِ إِلا شَهْرَ رَمَضَانَ، وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ “
Telah menceritakan kepada kami Yuusuf Al-Qaadhiy dan ‘Abdullaah bin Ahmad bin Hanbal, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul A’laa bin Hammaad An-Narsiy, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Jabbaar bin Al-Ward, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari ‘Ubaidullaah bin Abu Yaziid, dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada hari yang mempunyai keutamaan dalam berpuasa kecuali bulan Ramadhan dan hari ‘Asyura’.”
[Mu’jam Al-Kabiir 11253]
Diriwayatkan pula oleh Abu Ya’laa Al-Maushiliy (Mu’jam Abu Ya’laa no. 253)Abu Sa’iid An-Naqqaasy (Fawaa’id Al-‘Iraaqiyyiin no. 99)Yahyaa bin Al-Husain Al-Jurjaaniy (Al-Amaaliy no. 865, 1813)Ath-Thabariy (Tahdziibul Atsaar no. 649)Al-Baihaqiy (Syu’abul Iimaan no. 3780)Ath-Thahaawiy (Syarhu Ma’aanil Atsaar no. 2114), semua dari jalan ‘Abdul Jabbaar bin Al-Ward, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ibnu Abi Yaziid, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’.
Al-Haafizh Adz-Dzahabiy berkata,
هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ فِيهِ نَكَارَةٌ، وَابْنُ الْوَرْدِ صَدُوقٌ، وَهُوَ أَخُوهُ وُهَيْبٌ الزَّاهِدُ
“Ini hadits ghariib, didalamnya terdapat sesuatu yang diingkari. Ibnul Ward shaduuq dan dia saudaranya Wuhaib Az-Zaahid.” [Siyaru A’laam An-Nubalaa’ 17/52]
Akan kami rinci kelemahannya pada catatan kaki[12], insya Allah.
9. Hadits berqurban hingga hilal Muharram.
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا أَبَانُ، حَدَّثَنَا عَنْ يَحْيَى، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، وَسُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ، أَنَّهُ بَلَغَهُمَا، أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ” الأَضَاحِيُّ إِلَى هِلالِ الْمُحَرَّمِ، لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَسْتَأْنِيَ ذَلِكَ “
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Ismaa’iil, telah menceritakan kepada kami Abaan, telah menceritakan kepada kami dari Yahyaa, bahwasanya Muhammad bin Ibraahiim telah menceritakan kepadanya, dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman dan Sulaimaan bin Yasaar, bahwa keduanya menyampaikan kepadanya, Nabiyullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berqurbanlah hingga terlihat hilal Muharram, bagi mereka yang menyukai untuk menundanya.”
[Al-Maraasiil li Abi Daawuud no. 377]
Diriwayatkan pula oleh Ad-Daaruquthniy (Sunan no. 4697)Al-Baihaqiy (As-Sunan Al-Kubraa 9/296), semua dari jalan Abaan, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Muhammad bin Ibraahiim, dari Abu Salamah dan Sulaimaan bin Yasaar, dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Dan hadits ini mursal, para perawinya adalah orang-orang yang tsiqah. Adapun Abu Salamah[13] dan Sulaimaan bin Yasaar[14], mereka berdua adalah tabi’in dan jelas mereka tidak pernah bertemu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam sehingga jelaslah keterputusannya.
10. Hadits orang-orang syi’ah Raafidhah.
Hadits pertama :
مَا مِنْ عَبْدٍ يَبْكِي يَوْمَ قَتْلِ الْحُسَيْنِ، يَعْنِي يَوْمَ عَاشُورَاءَ، إِلا كَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ أُولِي الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ “
“Tidaklah seorang hamba menangis pada hari terbunuhnya Al-Husain, yaitu hari ‘Asyura’, melainkan ia akan bersama para Rasul Ulul ‘Azmi di hari kiamat.”
Hadits kedua :
من أن البكاء يوم عاشوراء نور تام يوم القيامة
“Barangsiapa yang menangis pada hari ‘Asyura’, baginya cahaya yang sempurna di hari kiamat.”
Kedua hadits ini adalah hadits palsu. [Al-Fawaa’id Al-Majmuu’ah 1/441]
Lihat juga Tadzkiratul Maudhuu’at no. 787 dan Tanziihusy Syarii’ah 2/39[15].
11. Hadits panjang mengenai mengusap kepala anak yatim pada hari ‘Asyura’.
حَدَّثَنَا الْحَاكِمُ أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ السَّرْدَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ أَحْمَدُ بْنُ حَاتِمَ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ جُنْدُبَ، عَنْ حَامِدِ بْنِ آدَمَ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ الصَّائِغِ، عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً، وَمَنْ فَطَّرَ مُؤْمِنًا لَيْلَةَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا أَفْطَرَ عِنْدَهُ جَمِيعُ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، وَأَشْبَعَ بُطُونَهُمْ”. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ فَضَّلَ اللَّهُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ عَلَى سَائِرِ الْأَيَّامِ. قَالَ: ” نَعَمْ
Telah menceritakan kepada kami Al-Haakim Abul Hasan ‘Aliy bin Al-Husain As-Sardariy, telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Ahmad bin Haatim, telah menceritakan kepada kami Ya’quub bin Jundub, dari Haamid bin Aadam, dari Habiib bin Muhammad, dari Ayahnya, dari Ibraahiim Ash-Shaa’igh, dari Maimuun bin Mihraan, dari ‘Abdullaah bin ‘Abbaas radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa hari ‘Asyura’ pada bulan Muharram, Allah akan memberikannya pahala sepuluh ribu malaikat. Dan barangsiapa berpuasa hari ‘Asyura’ pada bulan Muharram akan diberikan pahala sepuluh ribu haji dan ‘umrah dan pahala sepuluh ribu syahid. Dan barangsiapa mengusapkan tangannya pada kepala anak yatim di hari ‘Asyura’, Allah Ta’ala akan mengangkat derajatnya sebanyak helai rambut (yang diusap). Dan barangsiapa memberi makanan untuk berbuka puasa kepada seorang mu’min di malam ‘Asyura’ maka sesungguhnya ia bagaikan memberi makanan untuk berbuka puasa kepada sekumpulan umat Muhammad ‘Alaihish Shalatu wassalaam dan mengenyangkan perut mereka semua.”
Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh Allah telah mengutamakan hari ‘Asyura’ atas hari-hari lainnya.” Rasulullah bersabda, “Ya.”
[Tanbiihul Ghaafiliin li As-Samarqandiy 1/191]
Diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqiy (Fadhaa’ilul Auqaat no. 237), dari jalan ‘Abdurrahman bin Muniib, dari Habiib bin Muhammad dan seterusnya; Abu Dzar Al-Harawiy (Fawaa’id 1/71), dari jalan Muhammad bin Quhzaadz, dari Habiib bin Muhammad dan seterusnya; Al-Baihaqiy dan Al-Harawiy menukilnya dengan matan yang lebih panjang dari As-Samarqandiy.
Hadits palsu dengan tanpa keraguan. Didalam sanad As-Samarqandiy ada dua pendusta, yaitu Haamid bin Aadam[16]dan Habiib bin Muhammad[17], dan tidaklah hadits ini diriwayatkan melainkan ia bersumber dari Habiib.
12. Hadits panjang yang menyebutkan langit, bumi dan gunung tercipta pada hari ‘Asyura’ dan Allah Ta’ala beristiwa di atas ‘arsy pada hari ‘Asyura’
حَدَّثَنَا أَبُو الْفَضْلِ مُحَمَّدُ بْنُ نَاصِرٍ، مِنْ لَفْظِهِ وَكِتَابِهِ مَرَّتَيْنِ، قَالَ: أَنْبَأَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ قُرَيْشٍ، أَنْبَأَنَا أَبُو طَالِبٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ ابْنِ الْفَتْحِ الْعُشَارِيُّ، وَقَرَأْتُ عَلَى أَبِي الْقَاسِمِ الْجَرِيرِيِّ، عَنْ أَبِي طَالِبٍ الْعُشَارِيِّ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ الْبرسرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ سَلْمَانَ النَّجَّادُ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ الْحَرْبِيُّ، حَدَّثَنَا سُرَيْحُ بْنُ النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي الزِّنَادِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” إِنَّ اللَّهَ عز وجل افْتَرَضَ عَلَى بَنِي إِسْرَائِيل صَوْمَ يَوْمٍ فِي السَّنَةِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهُوَ الْيَوْمُ الْعَاشِرُ مِنَ الْمُحَرَّمِ، فَصُومُوهُ وَوَسِّعُوا عَلَى أَهْلِيكُمْ فِيهِ، فَإِنَّهُ مَنْ وَسَّعَ عَلَى أَهْلِهِ مِنْ مِالِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وُسِّعَ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ، فَصُومُوهُ فَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِي تَابَ اللَّهُ فِيهِ عَلَى آدَمَ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي رَفَعَ اللَّهُ فِيهِ إِدْرِيسَ مَكَانًا عَلِيًّا، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي نَجَّى فِيهِ إِبْرَاهِيمَ مِنَ النَّارِ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي أَخْرَجَ فِيهِ نُوحًا مِنَ السَّفِينَةِ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي أنزل اللَّهُ فِيهِ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى، وَفِيهِ فَدَى اللَّهُ إِسْمَاعِيلَ مِنَ الذَّبْحِ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي أَخْرَجَ اللَّهُ يُوسُفَ مِنَ السِّجْنِ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي رَدَّ اللَّهُ عَلَى يَعْقُوبَ بَصَرَهُ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي كَشَفَ اللَّهُ فِيهِ عَنْ أَيُّوبَ الْبَلاءَ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي أَخْرَجَ اللَّهُ فِيهِ يُونُسَ مِنْ بَطْنِ الْحُوتِ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي فَلَقَ اللَّهُ فِيهِ الْبَحْرَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي غَفَرَ اللَّهُ لِمُحَمَّدٍ ذَنْبَهُ مَا تَقَدَّمَ وَمَا تَأَخَّرَ، وَفِي هَذَا الْيَوْمِ عَبَرَ مُوسَى الْبَحْرَ، وَفِي هَذَا الْيَوْمِ أنزل اللَّه تَعَالَى التَّوْبَةَ عَلَى قَوْمِ يُونُسَ، فَمَنْ صَامَ هَذَا الْيَوْمِ كَانَتْ لَهُ كَفَّارَةُ أَرْبَعِينَ سَنَةً، وَأَوَّلُ يَوْمٍ خَلَقَ اللَّهُ مِنَ الدُّنْيَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ، وَأَوَّلُ مَطَرٍ نزل مِنَ السَّمَاءِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَأَوَّلُ رَحْمَةٍ نزلت يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ كُلَّهُ، وَهُوَ صَوْمُ الأَنْبِيَاءِ، وَمَنْ أَحْيَا لَيْلَةَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا عَبَدَ اللَّهَ تَعَالَى مثل عِبَادَةِ أَهْلِ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ، وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ الْحَمْدُ مَرَّةً وَخَمْسِينَ مَرَّةً قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ غَفَرَ اللَّهُ خَمْسِينَ عَامًا مَاضِيًا وَخَمْسِينَ عَامًا مُسْتَقْبَلا وَبَنَى لَهُ فِي الْمَلأِ الأَعْلَى أَلْفَ أَلْفِ مِنْبَرٍ مِنْ نُورٍ، وَمَنْ سَقَى شَرْبَةً مِنْ مَاءٍ فَكَأَنَّمَا لَمْ يَعْصِ اللَّهَ طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَمَنْ أَشْبَعَ أَهْلَ بَيْتٍ مَسَاكِينَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، مَرَّ عَلَى الصِّرَاطِ كَالْبَرْقِ الْخَاطِفِ. وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا لَمْ يَرُدَّ سَائِلا قَطُّ، وَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ لَمْ يَمْرَضْ مَرَضًا إِلا مَرَضَ الْمَوْتِ، وَمَنِ اكْتَحَلَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ لَمْ تَرْمَدْ عَيْنُهُ تِلْكَ السَّنَةَ كُلَّهَا، وَمَنْ أَمَرَّ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ فَكَأَنَّمَا بَرَّ يَتَامَى وَلَدِ آدَمَ كُلَّهُمَ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشَرَةِ آلافِ مَلَكٍ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أُعْطِيَ ثَوَابَ أَلْفِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أُعْطِيَ ثَوَابَ أَلْفِ شَهِيدٍ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ كُتِبَ لَهُ أَجْرُ سَبْعِ سَمَوَاتٍ وَفِيهِ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرَضِينَ وَالْجِبَالَ وَالْبِحَارَ، وَخَلَقَ الْعَرْشَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَخَلَقَ الْقَلَمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَخَلَقَ اللَّوْحَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَخَلَقَ جِبْرِيلَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَرَفَعَ عِيسَى يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَأَعْطَى سُلَيْمَانَ الْمُلْكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَيَوْمُ الْقِيَامَةِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَمَنْ عَادَ مَرِيضًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا عَادَ مَرْضَى وَلَدِ آدَمِ كُلَّهُمْ “
Telah menceritakan kepada kami Abul Fadhl Muhammad bin Naashir dari lafazh dan kitabnya sebanyak dua kali, ia berkata, telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Al-Husain bin Quraisy, telah memberitakan kepada kami Abu Thaalib Muhammad bin ‘Aliy bin Al-Fath Al-‘Usyariy, dan aku membaca kepada Abul Qaasim Al-Jariiriy, dari Abu Thaalib Al-‘Usyariy, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Ahmad bin Manshuur Al-Barsariy, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Ahmad bin Salmaan An-Najjaad, telah menceritakan kepada kami Ibraahiim Al-Harbiy, telah menceritakan kepada kami Suraij bin An-Nu’maan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Az-Zinaad, dari Ayahnya, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada bani Israa’iil puasa satu hari dalam setahun, ia adalah hari ‘Asyura’, yaitu hari kesepuluh dari bulan Muharram. Oleh karena itu, hendaklah kalian berpuasa ‘Asyura’ dan lapangkanlah nafkah kalian terhadap keluarga kalian pada hari itu karena sesungguhnya barangsiapa melapangkan nafkah kepada keluarganya dari harta bendanya pada hari ‘Asyura’, niscaya Allah akan melapangkan rezekinya sepanjang tahun.
Lakukanlah puasa ‘Asyura’, karena pada hari itu Allah menerima taubat Nabi Adam, mengangkat Nabi Idriis menuju tempat yang tinggi, menyelamatkan Nabi Ibraahiim dari api, mengeluarkan Nabi Nuuh dari kapalnya, menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Muusaa, memberikan tebusan bagi Nabi Ismaa’iil dari penyembelihan, membebaskan Nabi Yuusuf dari penjara, mengembalikan mata penglihatan Nabi Ya’quub, membebaskan Nabi Ayyuub dari bencana dan penyakit, mengeluarkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus, membelah lautan menjadi daratan bagi bani Israa’iil, mengampuni dosa-dosa Nabi Muhammad dari yang telah lampau maupun yang akan datang. Pada hari itu juga Nabi Muusaa menyeberangi lautan, Allah menurunkan taubat kepada kaum nabi Yuunus. Maka barangsiapa berpuasa pada hari ‘Asyura’, ia akan memperoleh penghapusan dosa selama empat puluh tahun.
Hari ‘Asyura’ adalah hari pertama yang Allah ciptakan dari hari-hari dunia. Pada hari ‘Asyura’, Allah menurunkan hujan dari langit untuk pertama kalinya, dan pada hari itu juga pertama kali rahmat Allah turun ke bumi.
Barangsiapa berpuasa ‘Asyura’, maka seakan-akan ia berpuasa sepanjang tahun. Puasa ‘Asyura’ adalah puasanya para Nabi. Dan barangsiapa menghidupkan malam Asyura’ maka seakan-akan ia beribadah kepada Allah seperti ibadahnya para penghuni tujuh langit. Barangsiapa shalat empat raka’at dan pada setiap raka’at ia membaca Alhamdu (Al-Fatihah) sekali dan Qul huwallahu ahad (Al-Ikhlaash) lima puluh kali, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya selama lima puluh tahun yang lampau dan lima puluh tahun yang akan datang, dan Allah akan membuatkan baginya satu juta mimbar terbuat dari cahaya di hadapan para malaikat yang mulia.
Barangsiapa memberi seteguk air minum (pada hari ‘Asyura’), maka seakan-akan ia tidak pernah bermaksiat kepada Allah sekalipun. Barangsiapa mengenyangkan keluarga orang-orang miskin pada hari ‘Asyura’, maka ia akan berjalan di atas Ash-Shiraath dengan secepat kilat.
Barangsiapa bersedekah dengan suatu sedekah pada hari ‘Asyura’, maka seakan-akan ia tidak pernah menolak seorang pun yang meminta-minta. Barangsiapa mandi pada hari ‘Asyura’, maka ia tidak akan mengalami sakit apapun kecuali kematian. Barangsiapa memakai celak pada hari ‘Asyura’ maka kedua matanya tidak akan mengalami sakit sepanjang tahun tersebut. Barangsiapa tangannya mengusap kepala anak yatim, maka seakan-akan ia telah berbuat baik kepada semua anak yatim.
Barangsiapa berpuasa pada hari ‘Asyura’, maka ia diberi pahala sepuluh ribu malaikat. Dan barangsiapa berpuasa pada hari ‘Asyura’, ia akan diberi pahala seribu haji dan umrah. Barangsiapa berpuasa pada hari ‘Asyura’, maka ia diberi pahala seribu syahid. Barangsiapa berpuasa pada hari ‘Asyura’, maka ia diberi pahala tujuh lapis langit.
Pada hari ‘Asyura’ Allah menciptakan langit dan bumi, gunung-gunung dan lautan, ‘Arsy, Al-Qalam (pena), Lauhul Mahfuuzh, dan Malaikat Jibriil. Pada hari ‘Asyura’ Allah mengangkat Nabi ‘Iisaa dan memberikan kerajaan kepada Nabi Sulaimaan. Hari Kiamat akan terjadi pada hari ‘Asyura’. Dan barangsiapa menjenguk orang sakit pada hari ‘Asyura’, maka seakan-akan ia telah menjenguk semua orang sakit dari keturunan Nabi Adam.”
[Al-Maudhuu’at 2/199]
Hadits baathil dan mungkar dengan tanpa diragukan lagi. Pembahasan sanadnya telah lewat pada hadits no. 5 bagian catatan kaki.
Berkata Al-Haafizh Ibnu ‘Iraaq Al-Kinaaniy,
رجاله ثقات، فالظاهر أن بعض المتأخرين وضعه وركبه على هذا الإسناد
“Para perawinya tsiqah, maka yang nampak bahwa sebagian orang-orang belakangan memalsukannya dan menambah-nambahi apa yang ada pada sanad ini.” [Tanziihusy Syarii’ah 2/150]
Lihat juga As-Suyuuthiy (Al-La’aali’ Al-Mashnuu’ah 2/109) dan Al-Laknawiy (Al-Atsaar Al-Marfuu’ah fiy Al-Akhbaar Al-Maudhuu’ah 1/96)
Hal-hal yang nampak bertentangan dengan syari’at agama ini yaitu perkataan “Pada hari ‘Asyura’ Allah menciptakan langit dan bumi, gunung-gunung dan lautan.” Telah shahih dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
خَلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ وَخَلَقَ فِيهَا الْجِبَالَ يَوْمَ الْأَحَدِ وَخَلَقَ الشَّجَرَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ وَخَلَقَ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَام بَعْدَ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فِي آخِرِ الْخَلْقِ فِي آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ
“Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan tanah pada hari Sabtu, menancapkan gunung pada hari Ahad, menumbuhkan pohon-pohon pada hari Senin, menjadikan bahan-bahan mineral pada hari Selasa, menjadikan cahaya pada hari Rabu, menebarkan bintang pada hari Kamis, dan menjadikan Adam ‘Alaihissalaam pada hari Jum’at setelah ‘Ashr, yang merupakan penciptaan paling akhir yaitu waktu-waktu terakhir di hari Jum’at antara waktu ‘Ashr hingga malam.”
[Shahiih Muslim no. 2792]
Kebathilan yang lainnya yang juga nampak jelas adalah penyebutan pahala yang terlalu berlebih-lebihan dan nampak kepalsuannya, contohnya yaitu pada satu kali ibadah puasa yang dilakukan akan mendapat pahala sepuluh ribu malaikat, pahala seribu haji dan ‘umrah, pahala seribu orang yang mati syahid lalu pahala tujuh lapis langit. Seorang muslim yang peduli akan ibadahnya dan keselamatan agamanya tentunya tidak akan mempercayai begitu saja melainkan ia akan kritis dengan bertanya kepada orang yang mengerti mengenai ilmu hadits, dan melakukan cek dan ricek mengenai keshahihannya. Minimal ia tawaqquf (diam) jika memang belum mendapatkan jawabannya, serta tidak lupa berdo’a mohon petunjuk kepada Allah Ta’ala.
Demikian yang bisa kami tuliskan, kami mohon maaf jika ada kekurangan dan hal-hal yang terlewatkan dari pengamatan kami. Yang benar adalah dari Allah Ta’ala, yang salah adalah murni dari kelemahan dan kekeliruan kami.
Semoga bermanfaat.
Allaahu a’lam.
Sumber :
http://www.saaid.net/mktarat/mohram/54.htm dengan beberapa penambahan dan pengurangan berdasarkan kitab-kitab takhrij hadits karya Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah.
Footnotes :
[1] Al-Haitsam bin Habiib, Adz-Dzahabiy tidak hanya mendha’ifkan akan tetapi menuduhnya meriwayatkan khabar-khabar baathil seperti dinukil Syaikh Al-Albaaniy. Sementara Ibnu Hibbaan telah bersikap tasahul karena memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu Hajar berkata “matruuk”. [Miizaanul I’tidaal 7/106; Taqriibut Tahdziib no. 7361]
[2] Sallaam bin Salim, -atau dikatakan- Ibnu Saliim At-Tamiimiy As-Sa’diy Al-Khurasaaniy Al-Madaa’iniy, Abu Sulaimaan atau Abu Ayyuub atau Abu ‘Abdillaah Ath-Thawiil. Al-Bukhaariy meninggalkannya, Ibnu Ma’iin dalam suatu riwayat melemahkannya, dan dalam riwayat lain ia berkata “tidak ada apa-apanya”, Ahmad berkata “munkarul hadiits”, An-Nasaa’iy berkata “matruuk” dan diikuti Ibnu Hajar, Abu Zur’ah melemahkannya. Termasuk thabaqah ke-7. Wafat tahun 177 H. Dipakai oleh Ibnu Maajah. [Miizaanul I’tidaal 3/252; Taqriibut Tahdziib no. 2702]
[3] Daawud bin ‘Aliy bin ‘Abdullaah bin ‘Al-‘Abbaas bin ‘Abdul Muththalib Al-Qurasyiy, Abu Sulaimaan Al-Haasyimiy Ad-Dimasyqiy, paman Khalifah Al-Manshuur, amiir negeri Makkah dan selainnya. Ibnu Ma’iin dalam suatu riwayat berkata “syaikh bani Haasyim”, dalam riwayat lain ia berkata “aku berharap bahwa ia tidak berdusta”, Ibnu ‘Adiy berkata “di sisiku, tidak mengapa dengan riwayat-riwayat dari ayahnya, dari kakeknya, karena ia banyak meriwayatkan dari keduanya”, Al-Muhaamiliy berkata “Daawud orang yang bodoh terhadap masalah kalam (yaitu masalah Al-Qur’an kalamullah), diriwayatkan dari sekretarisnya bahwa Daawud berkata, “Adapun (Al-Qur’an) yang terdapat pada Lauhul Mahfuuzh maka ia bukanlah makhluk, dan adapun yang terdapat diantara manusia maka ia makhluk,” Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat dan ia berkata “terdapat kekeliruan”, Adz-Dzahabiy berkata “bukan hujjah”, Ibnu Hajar berkata “maqbuul”, Syu’aib Al-Arna’uuth berkata “dha’iif, ia seorang ahli politik, bukan ahli hadits.” Termasuk thabaqah ke-6. Wafat tahun 133 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul Mufrad dan At-Tirmidziy. [Tahdziibul Kamaal no. 1776; Al-Kaamil fiy Adh-Dhu’afaa’ 3/553; Miizaanul I’tidaal 3/20; Taqriibut Tahdziib no. 1802; Tahriirut Taqriib 1/375]
Oleh karena itu Daawud bin ‘Aliy Al-Haasyimiy dha’if.
[4] Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Abu Lailaa Yasaar Al-Anshaariy, Abu ‘Abdirrahman Al-Kuufiy Al-Qaadhiy. Ahmad dalam suatu riwayat berkata “Yahyaa Al-Qaththaan mendha’ifkannya”, dalam riwayat lain ia berkata “hapalannya buruk dan haditsnya mudhtharib, fiqh Ibnu Abi Lailaa lebih kami sukai daripada haditsnya”, dan dalam riwayat lain ia melemahkannya, Syu’bah berkata “aku tidak pernah sekalipun melihat orang yang lebih buruk hapalannya dari Ibnu Abi Lailaa”, Zaa’idah bin Qudaamah meninggalkan haditsnya, ia berkata “dia penduduk dunia yang paling tahu fiqh”, Al-‘Ijliy berkata “seorang ahli fiqh, shahibus sunnah, orang jujur dan haditsnya baik”, Abu Zur’ah berkata “shaalih, tidak kuat pada asalnya”, Abu Haatim berkata “tempatnya kejujuran, hapalannya buruk, sibuk bekerja sebagai qadhi hingga hapalannya memburuk dan tidak ada tuduhan dirinya berdusta, akan tetapi yang diingkari atasnya adalah banyaknya kekeliruan, haditsnya dicatat tetapi tidak dijadikan hujjah”, An-Nasaa’iy berkata “tidak kuat”, Ibnu Hajar berkata “shaduuq, hapalannya sangat buruk.” Termasuk thabaqah ke-7. Wafat tahun 148 H. Dipakai oleh Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy dan Ibnu Maajah. [Tahdziibul Kamaal no. 5406; Siyaru A’laam An-Nubalaa’ 6/310; Taqriibut Tahdziib no. 6081]
[5] Walaupun hadits ini dha’if dan bahkan ada yang menggolongkannya ke dalam hadits mungkar, namun tidaklah terlarang menggabungkan puasa ‘Asyura’ dengan puasa sehari sebelum dan sesudahnya, yaitu hari ke-9 dan hari ke-11, dan ini berdasarkan dalil umum mengenai keutamaan bulan Muharram sehingga dianjurkan banyak beribadah didalamnya termasuk melakukan ibadah puasa. Sebagaimana dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yaitu bulan Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.”
[Shahiih Muslim no. 1165]
Dan bila ia menggabungkan dua puasa sekaligus yaitu puasa hari ke-9 dan 10, maka selain ia telah mengikuti dalil keutamaan puasa ‘Asyura’ yang mana ia dapat menjadi kaffarah dosa-dosa setahun yang lalu, ia juga telah menyelisihi Yahudi yang berpuasa hanya pada hari ‘Asyura’, dan ini juga adalah perintah Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk menyelisihi mereka, dalam Shahih Muslim dari sahabat Ibnu ‘Abbaas,
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura’ dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nashrani,” maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika begitu maka tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada hari kesembilan.” Ibnu ‘Abbaas berkata, “Tahun depan belumlah datang hingga Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam wafat.”
[Shahiih Muslim no. 1136]
Oleh karena itu Al-Imam At-Tirmidziy menjelaskan dalam Jaami’-nya no. 755 bahwa puasa pada hari ke-9 dan 10 adalah pendapat Al-Imam Asy-Syaafi’iy, Ahmad dan Ishaaq, berdasarkan hadits diatas, karena telah shahih bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah berniat namun beliau wafat sebelum melaksanakannya.
Bahkan bila ia menggabungkan puasa tiga hari sekaligus, ia juga mendapatkan keutamaan pahala puasa tiga hari setiap bulannya, berdasarkan pada Shahih Al-Bukhaariy, dari sahabat ‘Abdullaah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صُمْ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَذَلِكَ صَوْمُ الدَّهْرِ أَوْ كَصَوْمِ الدَّهْرِ
“Berpuasalah tiga hari dari setiap bulannya, karena puasa yang demikian itu bernilai puasa dahr atau seperti puasa dahr (yaitu puasa sepanjang masa).”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 3419]
Syaikh ‘Abdul ‘Aziiz bin Baaz rahimahullah memberikan perincian, beliau berkata,
والأفضل أن يصام قبله يوم أو بعده يوم خلافاً لليهود؛ لما ورد عنه عليه الصلاة والسـلام:” صوموا يوماً قبله أو يوماً بعده” رواه أحمد، وفي لفظ:” صوموا يوماً قبله ويوماً بعده” فإذا صام يوماً قبله أو بعده يوماً، أو صام اليوم الذي قبله واليوم الذي بعده، أي صام ثلاثة أيام فكله طيب، وفيه مخالفة لأعداء الله اليهود.
“Dan yang afdhal adalah seseorang berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya dan menyelisihi Yahudi, sebagaimana disebutkan dari beliau ‘Alaihish shalaatu wasallaam, “Berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya,” diriwayatkan Ahmad, dan dalam lafazh yang lain, “Berpuasalah kalian sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.” Maka jika berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya, atau berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya -yaitu berpuasa tiga hari-, itu semuanya baik, dan padanya terdapat penyelisihan kepada musuh Allah, yaitu kaum Yahudi.” [Majmuu’ Fataawaa wa Maqaalaat 15/401]
Jadi, perinciannya adalah boleh seseorang berpuasa pada hari ‘Asyura’ saja, boleh menggabungkan sehari sebelumnya atau dengan sehari sesudahnya (hari ke-9 dan 10 atau hari ke-10 dan 11), dan boleh juga mengumpulkan semuanya yaitu berpuasa tiga hari (yaitu hari 9, 10 dan 11). Dan hanya Allah yang memberi taufiq. Allaahu a’lam.
[6] Ibraahiim bin Muslim Al-‘Abdiy, Abu Ishaaq Al-Kuufiy, terkenal dengan sebutan Al-Hajariy. Ibnu Ma’iin berkata “dha’iif, tidak ada apa-apanya”, Abu Haatim berkata “layyinul hadiits, tidak kuat”, An-Nasaa’iy melemahkannya, Ibnu ‘Adiy berkata “banyak haditsnya tidak bermasalah matannya (mustaqiimatul matan), namun mereka mengingkari sebagian besar riwayatnya dan dia di sisiku termasuk orang yang dicatat haditsnya”, Al-Bukhaariy berkata “munkarul hadiits”, Abu Ahmad Al-Haakim berkata “tidak kuat”, Ahmad berkata “Al-Hajariy mempunyai riwayat-riwayat marfuu’ dan dilemahkan”, Al-Azdiy berkata “shaduuq, akan tetapi hadits-haditsnya yang marfuu’ banyak wahmnya”, Ibnu Hajar berkata “layyinul hadits, memarfuu’kan riwayat-riwayat mauquuf”. Termasuk thabaqah ke-5. Dipakai oleh Ibnu Maajah. [Tahdziibul Kamaal no. 248; Tahdziibut Tahdziib 1/164; Al-Kaamil fiy Adh-Dhu’afaa’ 1/346; Taqriibut Tahdziib no. 252]
[7] ‘Abdurrahman bin Abu Az-Zinaad ‘Abdullaah bin Dzakwaan Al-Madaniy, Abu Muhammad Ibnu Abu Az-Zinaad Al-Baghdaadiy. Ahmad dalam suatu riwayat berkata “dia lebih kusukai dibanding Warqaa'”, dalam riwayat lain ia berkata “dha’iiful hadiits”, dalam riwayat lain ia berkata “mudhtharibul hadiits”, sedangkan dalam riwayat lain Ahmad membolehkan meriwayatkan hadits-haditsnya, Ibnu Ma’iin dalam suatu riwayat berkata “orang paling tsabt pada Hisyaam bin ‘Urwah”, dalam riwayat lain ia berkata “laisa bi syai'”, dalam riwayat lain ia berkata “dha’iif”, dalam riwayat lain ia berkata “haditsnya tidak dijadikan hujjah, ia dibawah Ad-Daraawardiy”, Ya’quub bin Syaibah berkata “tsiqah shaduuq, dalam haditsnya ada kelemahan”, Abu Zur’ah berkata “Syu’aib, Warqaa’ dan Al-Mughiirah lebih kusukai dibanding Ibnu Abi Az-Zinaad”, An-Nasaa’iy berkata “haditsnya tidak dijadikan hujjah”, As-Saajiy berkata “Ibnu Abu Az-Zinaad, dari Ayahnya, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, hujjah”, Abu Ahmad Al-Haakim berkata “bukan seorang haafizh”, At-Tirmidziy dan Al-‘Ijliy mentsiqahkannya, Ibnu Hibbaan berkata “dia sendirian meriwayatkan khabar-khabar yang maqluub dari para perawi tsiqah, dikarenakan hapalannya yang buruk dan banyaknya kesalahan, haditsnya tidak dijadikan hujjah jika ia bersendirian”, Ibnul Madiiniy berkata “haditsnya ketika di Madiinah muqaarib (baik) dan apa yang ia ceritakan ketika berada di ‘Iraaq, maka haditsnya mudhtharib”, dalam riwayat lain Ibnul Madiiniy berkata “di sisi kami ia dha’if”, dalam riwayat lainnya lagi ia berkata “apa yang diceritakan Ibnu Abu Az-Zinaad di Madiinah maka ia shahiih, dan apa yang diceritakannya di Baghdaad maka penduduk Baghdaad telah dikacaukannya”, ‘Amr bin ‘Aliy berkata “haditsnya di Madiinah lebih shahih daripada haditsnya ketika berada di Baghdaad”, Ibnu Hajar berkata “shaduuq, hapalannya berubah ketika mendatangi Baghdaad”, dan Syu’aib Al-Arna’uuth berkata “dha’if, hadits-haditsnya bisa dijadikan mutaba’ah dan syaahid”. Termasuk thabaqah ke-7. Wafat tahun 174 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam At-Ta’aaliq, Muslim dalam Muqaddimahnya, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy dan Ibnu Maajah. [Mausuu’atu Aqwaal Al-Imam Ahmad 2/323; Adh-Dhu’afaa’ Al-‘Uqailiy 2/750; Taariikh Baghdaad 11/495; Tahdziibut Tahdziib 6/170; Al-Majruuhiin 2/56; Taqriibut Tahdziib no. 3861; Miizaanul I’tidaal 4/300; Al-Mukhtalithiin hal. 90; Tahriirut Taqriib 2/318].
Yang nampak bagi kami setelah melihat perkataan para ulama rahimahumullah diatas, Ibnu Abu Az-Zinaad lebih dekat kepada shaduuq hasanul hadiits terutama pada hadits-haditsnya ketika ia masih berada di Madiinah, namun ketika ia pindah ke Baghdaad maka hapalannya berubah dan haditsnya pun menjadi kacau, oleh karena itu haditsnya selama ia tinggal di Baghdaad adalah hadits-hadits yang tidak shahih apalagi bila ia bersendirian.
Perkataan “Ibnu Abu Az-Zinaad, dari Ayahnya, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, hujjah”, adalah perkataan yang masih umum, dan perkataan ini ditafshil oleh perkataan Ibnul Madiiniy dan ‘Amr bin ‘Aliy yang memperincinya.
Dan hadits ini diriwayatkan Suraij bin An-Nu’maan dari Ibnu Abi Az-Zinaad ketika ia sudah tinggal di ‘Iraaq pada akhir usianya. Al-Khathiib Al-Baghdaadiy berkata bahwa Suraij asalnya adalah penduduk Khurasaan dan ia pindah menuju ‘Iraaq. Diriwayatkan oleh Al-Khathiib :
أخبرنا محمد بن أحمد بن رزق، قال : أخبرنا عثمان بن أحمد الدقاق، قال : حدثنا حنبل بن إسحاق، قال : حدثني أبو عبد الله، قال حدثني سريج بن النعمان، قال : قدمت البصرة سنة خمس أو أربع وستين
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Rizq, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Utsmaan bin Ahmad Ad-Daqqaaq, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Hanbal bin Ishaaq, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Abu ‘Abdillaah, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Suraij bin An-Nu’maan, ia berkata, “Aku mendatangi Bashrah pada tahun 164 atau 165 H.” [Taariikh Baghdaad 10/301] – sanadnya shahih.
Ibnu Abi Az-Zinaad wafat pada tahun 174 H di Baghdaad dan Suraij memasuki ‘Iraaq 9 atau 10 tahun sebelumnya, oleh karena itu bisa dipastikan pertemuan mereka dan penyimakan hadits-hadits Ibnu Abi Az-Zinaad oleh Suraij di ‘Iraaq.
Dari sisi sanad, ia majruuh, begitu pula dari matan haditsnya, malah matannya baathil. Tidak ada keterangan yang shahih dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwa ada shalat yang dikhususkan pada malam ‘Asyura’, dilakukan sebanyak sekian raka’at, membaca surat ini dan itu sekian puluh kali lalu ganjaran pahala yang demikian dan demikian. Kami mengatakan bahwa dalam masalah ini haruslah ia bersumber dari khabar-khabar shahih yang dinukil dari Al-Ma’shuum Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam serta tidak ada ruang bagi manusia untuk berijtihad didalamnya.
[8] Muusaa bin ‘Abdillaah Ath-Thawiil. Ibnu Hibbaan berkata “meriwayatkan dari Anas perkataan-perkataan yang palsu, tidak halal mencatat haditsnya kecuali untuk mengingkarinya”, dan dinukil Adz-Dzahabiy, Ibnu ‘Adiy berkata “meriwayatkan dari Anas hal-hal mungkar dan dia majhuul”. [Miizaanul I’tidaal 6/547; Al-Mughniy fiy Adh-Dhu’afaa’ no. 6504; Al-Majruuhiin 2/243; Al-Kasyful Hatsiits no. 793]
[9] Yang benar adalah Wahb bin Wahb, sebagaimana As-Suyuuthiy dalam Al-La’aali’ 2/108, dan perkataan Ibnu ‘Iraaq dalam Tanziihusy Syarii’ah 2/148,
من حديث ابن عباس، وفيه: الجويباري، ووهب بن وهب
“Dari hadits Ibnu ‘Abbaas, dan didalamnya ada Al-Juwaibaariy dan Wahb bin Wahb.”
[10] Ahmad bin ‘Abdillaah bin Khaalid, Abu ‘Aliy Al-Juwaibaariy atau Al-Juubaariy. Ibnu ‘Adiy berkata “dia pemalsu hadits bersama dengan Ibnu Karraam atas apa yang dikehendakinya”, Ibnu Hibbaan berkata “meriwayatkan dari orang-orang tsiqah dan ashhabul hadits kemudian ia memalsukannya atas mereka yaitu atas perkataan yang mereka tidak pernah mengatakannya, tidak halal menyebutkan haditsnya didalam kitab kecuali untuk mencacatinya”, Adz-Dzahabiy berkata “pendusta besar”. [Miizaanul I’tidaal 1/245; Al-Mughniy fiy Adh-Dhu’afaa’ no. 322; Al-Kasyful Hatsiits no. 47; Al-Majruuhiin 1/142]
[11] Wahb bin Wahb bin Katsiir bin ‘Abdillaah bin Zam’ah bin Al-Aswad bin Al-Muththalib bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzzaa bin Qushay Al-Qaadhiy, Abul Bakhtariy Al-Qurasyiy Al-Madaniy. Ibnu Ma’iin berkata “dia seorang pembohong, musuh Allah”, ‘Utsman bin Abi Syaibah berkata “aku melihatnya akan dibangkitkan di hari kiamat sebagai seorang dajjaal”, Ahmad berkata “dia pemalsu hadits, memalsukan sebagaimana yang kami lihat”, Al-Bukhaariy mendiamkannya, Ibnu Hibbaan berkata “seorang pemalsu hadits, tidak boleh meriwayatkan dan mencatatnya kecuali untuk mengingkarinya”, Ibnul Jauziy berkata “dia termasuk para pendusta besar”, Adz-Dzahabiy berkata “orang yang tertuduh dalam hadits-haditsnya”. [Miizaanul I’tidaal 7/149; Al-Majruuhiin 3/74; Al-Kasyful Hatsiits no. 828]
[12] Sanad hadits ini terdiri para perawi tsiqah kecuali ‘Abdul Jabbaar, dia adalah ‘Abdul Jabbaar bin Al-Ward bin Abul Ward Al-Qurasyiy Al-Makkiy, Abu Hisyaam Al-Makhzuumiy. Ahmad berkata “tsiqah, tidak mengapa dengannya”, Ibnu Ma’iin, Abu Haatim dan Abu Daawud mentsiqahkannya, Ibnul Madiiniy berkata “tidak ada yang salah dengannya”, Al-Bukhaariy berkata “menyelisihi di beberapa haditsnya”, Ibnu Hibbaan menyebutkan dalam Ats-Tsiqaat seraya berkata “terkeliru dan mempunyai wahm”, Ad-Daaruquthniy melemahkannya, Ibnu ‘Adiy berkata “dia di sisiku tidak mengapa, ditulis haditsnya”, Ibnu Hajar berkata “shaduuq, mempunyai kekeliruan”. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh Abu Daawud dan An-Nasaa’iy. [Tahdziibul Kamaal no. 3698; Tahdziibut Tahdziib 6/105; Taqriibut Tahdziib no. 3745].
Sanad hadits ini mudhtharib, pada riwayat Ath-Thabaraaniy diatas, ‘Abdul Jabbaar meriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah, namun pada riwayat Ath-Thabaraaniy yang lain, ia meriwayatkan dari ‘Amr bin Diinaar :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، ثنا عَوْنُ بْنُ سَلامٍ، ثنا عَبْدُ الْجَبَّارِ بْنُ الْوَرْدِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ ابْنِ أَبِي يَزِيدَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، يَرْفَعُهُ قَالَ: ” لَيْسَ لِيَوْمٍ عَلَى يَوْمٍ فَضْلٌ إِلا شَهْرَ رَمَضَانَ وَعَاشُورَاءَ “
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillaah Al-Hadhramiy, telah menceritakan kepada kami ‘Aun bin Sallaam, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Jabbaar bin Al-Ward, dari ‘Amr bin Diinaar, dari ‘Ubaidullaah bin Abu Yaziid, dari Ibnu ‘Abbaas -dimarfuu’kan-, “…(matan hadits).”
[Mu’jam Al-Kabiir no. 11252]
Selain sanad yang mudhtharib, matan hadits ini juga menyelisihi. Perawi lain yang lebih tsiqah, seperti Sufyaan bin ‘Uyainah, telah meriwayatkan dari ‘Ubaidullaah bin Abu Yaziid dengan matan yang berbeda, diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhaariy,
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي يَزِيدَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullaah bin Muusaa, dari Ibnu ‘Uyainah, dari ‘Ubaidullaah bin Abu Yaziid, dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam menyengaja berpuasa pada hari yang beliau utamakan diatas hari yang lainnya kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura’, dan bulan ini yakni bulan Ramadhan.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2006; Shahiih Muslim no. 1134]
Jadi, hadits ini dha’if lagi mungkar, sanad dan matannya tidak mahfuuzh.
[13] Abu Salamah bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf bin ‘Abd ‘Auf bin ‘Abd bin Al-Haarits bin Zuhrah bin Kilaab Al-Qurasyiy Az-Zuhriy Al-Madaniy, dikatakan namanya adalah ‘Abdullaah atau Ismaa’iil. Tsiqah, banyak haditsnya. Termasuk thabaqah ke-3. Wafat tahun 94 H atau 104 H, dan dikatakan lahirnya sekitar tahun 20 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy dan Ibnu Maajah. [Taqriibut Tahdziib no. 8142]
[14] Sulaimaan bin Yasaar Al-Hilaaliy, Abu Ayyuub atau Abu ‘Abdirrahman atau Abu ‘Abdillaah Al-Madaniy, maulaa Ummul Mu’miniin Maimuunah binti Al-Haarits. Tsiqah faadhil, ahadul fuqahaa’ as-sab’ah (salah satu dari 7 orang ahli fiqh kota Madinah). Termasuk thabaqah ke-3. Wafat setelah tahun 100 H atau sebelumnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy dan Ibnu Maajah. [Taqriibut Tahdziib no. 2619]
[15] Kaum muslimin ahlussunnah wal jama’ah memperingati hari ‘Asyura’ dengan ittiba’ kepada panutan mereka yaitu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, dengan melaksanakan puasa di hari ‘Asyura’, inilah amalan yang sharih dan jelas sanadnya hingga Nabi, ahlussunnah tidak melakukan kegiatan di luar yang beliau tuntunkan. Adapun kaum ahli bid’ah seperti syi’ah raafidhah, mereka melakukan bid’ah dengan meratap-ratap atas peristiwa terbunuhnya Al-Husain radhiyallahu ‘anhu di Karbala dengan cara yang berlebih-lebihan, mereka melukai diri mereka sendiri hingga berdarah-darah, dan sungguh, seorang muslim yang masih berakal sehat akan melihat tindakan ini diluar batas kewajaran dan termasuk tindakan menyiksa diri yang dilarang oleh agama.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah jelas melarang dari meratap-ratapi orang yang sudah mati (An-Niyaahah) secara berlebih-lebihan. Dari Abu Maalik Ka’b bin ‘Aashim Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ وَقَالَ النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
“Empat perkara pada ummatku yang berasal dari perkara Jahiliyyah dan mereka tidak meninggalkannya, yaitu menyombongkan kedudukan, mencela nasab, meminta hujan kepada nujuum (bintang) dan An-Niyaahah (meratapi mayit atau orang yang sudah mati).” Beliau bersabda lagi, “Orang yang meratapi mayit, jika ia tidak bertaubat sebelum kematiannya, ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan memakai baju dari bahan ter dan perisai dari pedang yang karatan.”
[Shahiih Muslim no. 936]
[16] Haamid bin Aadam Al-Marwaziy. Didustakan Ibraahiim Al-Jauzajaaniy dan Ibnu ‘Adiy, Ahmad bin ‘Aliy As-Sulaimaaniy berkata “dia terkenal sebagai pemalsu hadits”, disebutkan nama Haamid bin Aadam di sisi Ibnu Ma’iin, ia berkata “dia pendusta, semoga Allah melaknatnya”, Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat dan ini adalah kekeliruan darinya, begitu pula Al-Haakim ketika mentakhrij haditsnya dalam Al-Mustadrak, demikian yang disebutkan Ibnu Hajar. [Miizaanul I’tidaal 2/184; Al-Kasyful Hatsiits no. 205; Lisaanul Miizaan 2/537]

[17] Habiib bin Abu Habiib Muhammad Al-Kharthathiy Al-Marwaziy. Ahmad berkata “seorang pendusta”, Ibnu ‘Adiy berkata “dia pemalsu hadits”, Ibnu Hibbaan berkata “dia memalsukan hadits atas para perawi tsiqah, tidak halal menulis dan meriwayatkan haditsnya kecuali untuk mencelanya”, Al-Haakim Abu ‘Abdillaah berkata “meriwayatkan hadits-hadits palsu dari Abu Hamzah dan Ibraahiim Ash-Shaa’igh” dan diikuti Abu Sa’iid An-Naqqaasy, Adz-Dzahabiy berkata “pendusta”, Ibnu Hajar berkata “didustakan oleh Ibnu Hibbaan”. Termasuk thabaqah ke-9. [Lisaanul Miizaan 2/546; Miizaanul I’tidaal 2/189; Al-Mughniy fiy Adh-Dhu’afaa’ no. 1285; Al-Kasyful Hatsiits no. 207; Taqriibut Tahdziib no. 1088]
Image result for keutamaan 10 muharram

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top