Hadits Umaimah radliyallaahu ‘anhaa
عَنْ أُمَيْمَةَ، قَالَتْ: كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، وَيَضَعُهُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَقَامَ فَطَلَبَ، فَلَمْ يَجِدُهُ فَسَأَلَ، فَقَالَ: " أَيْنَ الْقَدَحُ؟ "، قَالُوا: شَرِبَتْهُ بَرَّةُ خَادِمُ أُمِّ سَلَمَةَ الَّتِي قَدِمَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَقَدِ احْتَظَرَتْ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ "
Dari Umaimah : Dulu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mempunyai wadah dari pelepah kurma yang beliau gunakan untuk kencing padanya, dan beliau letakkan di bawah tempat tidurnya. (Satu saat), beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta wadah tersebut, namun tidak beliau temui. Maka beliau bertanya : “Dimanakah wadah itu ?”. Mereka berkata : “Telah diminum oleh Barrah, pembantu Ummu Salamah yang datang bersamanya dari negeri Habasyah. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh ia telah terlindung dari api neraka”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim[1] dalam Al-Aahaad wal-Matsaaniy no. 3342, Ath-Thabaraaniy[2] dalam Al-Kabiir 24/189 no. 477 & 24/205-206 no. 527 (lafadh hadits di atas adalah miliknya), Al-Baihaqiy[3] dalam Al-Kubraa 7/67 (7/106) no. 13406, Abu Nu’aim[4] dalam Ma’rifatush-Shahaabah hal. 3263 no. 7517, Ibnul-Muqri’[5] dalam Mu’jam-nya no. 138, Al-Hasan bin Syaadzaan[6] dalam Juuz-nya no. 29, Ibnu ‘Abdil-Barr[7] dalamAl-Isti’aab 4/356-357, dan Ibnu ‘Asaakir[8] dalam At-Taariikh 50/69 & 51/69; dari beberapa jalan (‘Aliy bin Maimuun, Ahmad bin Ziyaad Al-Hadzdzaa’, Yahyaa bin Ma’iin, Ayyuub Al-Wazzaan, dan Hilaal bin Al-‘Alaa’), semuanya dari Ibnu Juraij, dari Hukaimah bintu Umaimah, dari ibunya (Umaimah).
Pada sebagian riwayat, Ibnu Juraij telah menjelaskan penyimakan riwayatnya dari Hukaimah sehingga hilanglah keraguan akan tadlis-nya.
Diriwayatkan oleh Abu Daawud[9] no. 24, An-Nasaa’iy dalam Al-Mujtabaa[10] no. 32 & dalam Al-Kubraa[11] no. 31, Ibnu Hibbaan[12] no. 1426, Al-Haakim[13] 1/167, Al-Baihaqiy[14] dalam Al-Kubraa 1/99, dan Al-Baghawiy[15] dalam Syarhus-Sunnah no. 194; dari beberapa jalan (Muhammad bin ‘Iisaa, Ayyuub Al-Wazzaan, Yahyaa bin Ma’iin, dan Muhammad bin Al-Faraj), semuanya dari Ibnu Juraij, dari Hukaimah bintu Umaimah, dari ibunya dengan lafadh ringkas tanpa menyebut diminumnya air kencing beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ تَحْتَ سَرِيرِهِ يَبُولُ فِيهِ بِاللَّيْلِ
“Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam memiliki wadah dari pelepah kurma (yang beliau letakkan) di tempat tidurnya, yang beliau gunakan untuk kencing pada waktu malam hari” [lafadh dari Abu Daawud].
Hadits ini dla’iif dikarenakan Hukaimah bin Umaimah, majhuul.
Hukaimah bintu Umaimah; tidak diketahui (majhuul). Termasuk thabaqah ke-3, dan dipakai oleh Abu Daawud dan At-Tirmidziy [Taqriibut-Tahdziib hal. 1350 no. 8663 dan Tahriirut-Taqriib 4/408 no. 8565].
Ia hanya ditsiqahkan oleh Ibnu Hibbaan [Ats-Tsiqaat, 4/195, dengan menyebutkan satu orang perawi yang meriwayatkan darinya, yaitu Ibnu Juraij], dimana sudah diketahui Ibnu Hibbaan sangat longgar dan bermudah-mudah (tasaahul) dalam mentautsiq perawimajhuul (majaahil).[16] Apalagi di sini ia menyendiri dalam pentautsiqan tersebut. Yang menunjukkan rendahnya kredibilitas Hukaimah, ada perbedaan lafadh dalam hadits tersebut. Satu riwayat menunjukkan bahwa pembantu yang meminum kencing Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bernama ‘Barrah’, di riwayat lain disebutkan : ‘Barakah’. Begitu juga dengan penisbatan tuan pembantu tersebut. Satu riwayat disebutkan Ummu Salamah, di riwayat lain disebutkan Ummu Habiibah.
Adapun penghukuman Al-Haakim (1/167) bahwa sanad hadits di atas shahih, maka ini kekeliruannya. Al-Haakim lebih tasaahul daripada Ibnu Hibbaan dalam perkara pentautsiqan perawi dan penshahihan hadits[17].
Hadits Ummu Aimaan
عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَى فَخَّارَةٍ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ، فَبَالَ فِيهَا فَقُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ، وَأَنَا عَطْشَانَةُ فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، وَأَنَا لا أَشْعُرُ، فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ، قَوْمِي فَأَهْرِيقِي مَا فِي تِلْكَ الْفَخَّارَةِ ". قُلْتُ: قَدْ وَاللَّهِ شَرِبْتُ مَا فِيهَا. قَالَتْ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، ثُمَّ قَالَ: " أَمَا إِنَّكِ لا تَتَّجِعِينَ بَطْنَكِ أَبَدًا "
Dari Ummu Aiman, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bangkit pada suatu malam menuju wadah tembikar yang ada di samping rumah, lalu beliau kencing padanya. Lalu aku pun bangun pada satu malam dalam keadaan haus dan aku minum apa yang ada di dalam wadah tersebut tanpa aku sadari (bahwa itu air kencing). Ketika tiba waktu Shubuh, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai Ummu Aiman, berdiri dan tumpahkanlah isi wadah itu”. Aku berkata : “Demi Allah, aku telah meminum isinya”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga nampak gigi geraham beliau, lalu bersabda : “Sesungguhnya engkau tidak akan pernah sakit perut selamanya”.
Hadits Ummu Aiman diriwayatkan dari dua jalan :
a.     Nubaih Al-‘Anaziy.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy[18] dalam Al-Kabiir 25/89-90 no. 230, Al-Haakim[19] dalam Al-Mustadrak 4/58, dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’[20] 2/67 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah[21] no. 365; dari beberapa jalan (‘Utsmaan bin Abi Syaibah, ‘Abdullah bin Rauh, dan Ishaaq bin Buhluul), dari Syabaabah bin Sawwaar, dari Abu Malik An-Nakha’iy, dari Al-Aswad bin Qais, dari Nubaih Al-‘Anaziy, dari Ummu Aiman.
Sanad riwayat ini sangat lemah dikarenakan Abu Maalik An-Nakha’iy.
Abu Maalik An-Nakha’iy Al-Waasithiy, namanya ‘Abdul-Malik bin Al-Husain, atau dikatakan : ‘Ubaadah bin Al-Husain atau bin Abil-Husain; seorang yang matruuk. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1199-1200 no. 8403].
b.     Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan.
Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar[22] dalam Al-Mathaalibul-‘Aliyyah no. 3849 : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Bakr : Telah menceritakan kepada kami Salm bin Qutaibah, dari Al-Hasan bin Harb, dari Ya’laa bin ‘Athaa’, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan, dari Ummu Aiman.
Disebutkan juga oleh Ibnu Katsiir[23] dalam Al-Bidaayah wan-Nihaayah 5/347, namun dengan menyebutkan Al-Husain bin Harb sebagai pengganti Al-Hasan bin Harb.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir[24] dalam At-Taariikh 4/303 dari jalan Abu Ya’laa dan juga disebutkan oleh Al-Bushairiy[25] dalam Ittihaaful-Khairah 9/119 no. 8681, namun dengan menyebutkan Al-Husain bin Huraits sebagai pengganti Al-Hasan bin Harb.
Ad-Daaruquthniy menyebutkan ta’lil atas jalan periwayatan ini :
وَسُئِلَ عَنْ حَدِيثِ أُمِّ أيمن، قَالَتْ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَى فَخَّارَةٍ فِي الْبَيْتِ فَبَالَ فِيهَا، ....... ". فَقَالَ: يَرْوِيهِ أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، وَاسْمُهُ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ حُسَيْنٍ، وَاخْتُلِفَ عَنْهُ فَرَوَاهُ شِهَابٌ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنْزِيِّ، عَنْ أُمِّ أيمن. وَخَالَفَهُ سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ، وَقُرَّةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، فَرَوَيَاهُ عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أُمِّ أيمن. وَأَبُو مَالِكٍ ضَعِيفٌ، وَالاضْطِرَابُ فِيهِ مِنْ جِهَتِهِ
Ad-Daaruquthniy pernah ditanya tentang hadits Ummu Aiman, ia berkata : Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bangkit pada suatu malam menuju wadah tembikar yang ada di dalam rumah, lalu beliau kencing padanya. ……….dst. Ia (Ad-Daaruquthnniy) berkata : “Diriwayatkan oleh Abu Maalik An-Nakha’iy – namanya ‘Abdul-Malik bin Husain - . Terdapat perselisihan riwayat darinya. Diriwayatkan oleh Syihaab, dari Abu Maalik, dari Al-Aswad bin Qais, dari Nubaih Al-‘Anaziy, dari Ummu Aiman. Salm bin Qutaibah dan Qurrah bin Sulaimaan menyelisihinya. Keduanya telah meriwayatkan dari Abu Maalik, dari Ya’laa bin ‘Athaa’, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan, dari Ummu Aiman. Abu Maalik dla’iif, dan idlthiraab dalam riwayat tersebut berasal dari sisinya” [Al-‘Ilal, 15/415].
Ibnu Hajar dalam Al-Ishaabah 8/171-172 membawakan sanad sebagai berikut :
وأخرج ابن السكن من طريق عبد الملك بن حصين عن نافع بن عطاء عن الوليد بن عبد الرحمن عن أم أيمن قالت ......
Dan diriwayatkan oleh Ibnus-Sakan dari jalan ‘Abdul-Malik bin Hushain, dari Naafi’ bin ‘Athaa’, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan, dari Ummu Aiman, ia berkata : “…(al-hadits)….”.
Riwayat Ibnus-Sakan yang dibawakan oleh Ibnu Hajar ini perlu diperhatikan, karena ada beberapa kekeliruan. ‘Abdul-Malik bin Hushain (عبد الملك بن حصين) di situ yang benar adalah ‘Abdul-Malik bin Husain (عبد الملك بن حسين) yang merupakan nama dari Abu Maalik An-Nakha’iy. Naafi’ bin ‘Athaa’ (نافع بن عطاء) di situ yang benar adalah Ya’laa bin ‘Athaa’ (يعلى بن عطاء). Oleh karena itu, ini sesuai dengan ta’liil Ad-Daaruquthniy sebelumnya.
Nampak di sini bahwa hadits Ummu Aiman masyhur merupakan hadits ‘Abdul-Malik bin Al-Husain Abu Maalik An-Nakha’iy. Kata ‘Abdul-Maalik kemungkinan terhapus dalam penulisan sehingga menjadi Al-Husain bin Huraits atau Al-Husain bin Harb – (yang seharusnya : ‘Abdul-Malik bin Al-Husain/Harb). Maka, jalur Al-Waliid ini berasal dari sumber yang sama dengan jalur Nubaih Al-‘Anaziy, yaitu Abu Maalik An-Nakha’iy.Wallaahu a’lam.
Seandainya ta’lil ini diabaikan, maka jalan riwayat Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan adalah lemah, karena keterputusan (inqitha’) antara Al-Waliid dengan Ummu Aiman. Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan termasuk thabaqah ke-4, sedangkan Ummu Aiman dikatakan meninggal 5 atau 6 bulan pasca meninggalnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, atau dikatakan pada masa kekhilafahan ‘Umar atau awal kekhilafahan ‘Utsmaanradliyallaahu ‘anhumaaApapun itu, keduanya terpaut jarak yang cukup jauh.
Walhasil, hadits Ummu Aiman pun lemah, tidak bisa dipakai menjadi hujjah.

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top