Sahabat yang Mulia Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata,
كَانَ أَخَوَانِ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِى النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم وَالآخَرُ يَحْتَرِفُ فَشَكَا الْمُحْتَرِفُ أَخَاهُ إِلَى النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ
“Dahulu ada dua orang bersaudara di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Salah satu dari keduanya selalu mendatangi Nabi shallallahu’alaihi wa sallam (untuk menuntut ilmu agama), dan salah satunya lagi sibuk bekerja, maka yang bekerja ini mengadukan saudaranya (yang tidak membantunya bekerja) kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, beliau pun bersabda: Bisa jadi engkau diberi rezeki karena saudaramu itu.” [HR. At-Tirmidzi dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Shahih Al-Jami’: 5084]
Beberapa Pelajaran:
1) Keberkahan membantu para penuntut ilmu agama di dunia, yaitu dilimpahkan rezeki berupa harta, kesehatan, taufiq untuk beramal shalih, pertolongan dalam segala urusan dan lain-lain. Hadits ini semisal dengan hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
أَبْغُونِي ضُعَفَاءَكُمْ، فَإِنَّكُمْ إِنَّمَا تُرْزَقُونَ وَتُنْصَرُونَ بِضُعَفَائِكُم
“Senangkanlah aku dengan bersegera membantu orang-orang yang lemah kalian, hanyalah kalian diberikan rezeki dan ditolong karena orang-orang lemah kalian.” [HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiyallahu’anhu, As-Shahihah: 779]
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
أن الضعفاء سبب للنصر وسبب للرزق، فإذا حنَّ عليهم الإنسان وعطف عليهم وآتاهم مما آتاه الله عز وجل؛ كان ذلك سبباً للنصر على الأعداء، وكان سبباً للرزق
“Sungguh orang-orang yang lemah adalah sebab kemenangan dan rezeki, yaitu apabila seseorang berbelas kasih, berlemah lembut dan memberikan harta kepada mereka yang Allah ‘aaza wa jalla berikan kepadanya, maka itu adalah sebab kemenangan dari musuh dan sebab mendapat rezeki.” [Syarhu Riyadhis Shaalihin, 3/113]
2) Adapun di akhirat, orang yang membantu penuntut ilmu akan menuai pahala yang besar, karena membantu orang yang beribadah pahalanya sama dengan orang yang beribadah tersebut, terlebih membantu ibadah menuntut ilmu yang termasuk ibadah terbesar, belum lagi apabila penuntut ilmu tersebut mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya, maka orang yang membantunya mendapat pahala yang semisal.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللهِ فَقَدْ غَزَا ، وَمَنْ خَلَفَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا
“Barangsiapa yang membantu perlengkapan orang yang berjihad di jalan Allah maka sungguh dia juga telah ikut berjihad, dan barangsiapa yang membantu keluarga seorang yang berjihad di jalan Allah dengan suatu kebaikan maka dia juga telah ikut berjihad.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu’anhu]
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
ويؤخذ من هذا أن كل من أعان شخصا في طاعة الله فله مثل أجره فإذا أعنت طالب علم في شراء الكتب له أو تأمين السكن أو النفقة أو ما أشبه ذلك فإن لك أجرا أي مثل أجره من غير أن ينقص من أجره شيئا وهكذا أيضا لو أعنت مصليا على تسهيل مهمته في صلاته في مكانه وثيابه أو في وضوئه أو في أي شيء فإنه يكتب لك في ذلك أجر فالقاعدة العامة أن من أعان شخصا في طاعة من طاعة الله كان له مثل أجره من غير أن ينقص من أجره شيئا
“Pelajaran yang bisa dipetik dari hadits ini, bahwasannya setiap orang yang menolong orang lain dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah maka dia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang ditolongnya.
Jika engkau menolong seorang penuntut ilmu dalam membeli buku-buku baginya, atau menyediakan asramanya, atau memberi infak kepadanya, atau yang semisal dengannya, maka engkau akan mendapatkan pahala seperti penuntut ilmu tersebut tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.
Demikian pula jika engkau membantu seorang yang melaksanakan sholat agar mudah baginya melakukan sholat, baik tempat sholatnya, pakaiannya, air wudhunya dan apa saja yang dapat memudahkannya untuk melakukan sholat, maka engkau akan mendapatkan pahala seperti pahalanya.
Ini adalah kaidah umum; barangsiapa yang menolong orang lain untuk melakukan suatu ketaatan kepada Allah, maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang melakukan ketaatan tersebut tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.” [Syarhu Riyadhis Shalihin, 2/375]
3) Bolehnya menyibukkan diri dalam menuntut ilmu dan tidak bekerja sama sekali. Al-Qori rahimahullah berkata,
وَفِي الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ أَنْ يَتْرُكَ الْإِنْسَانُ شُغُلَ الدُّنْيَا، وَأَنْ يُقْبِلَ عَلَى الْعِلْمِ وَالْعَمَلِ وَالتَّجَرُّدِ لِزَادِ الْعُقْبَى.
“Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya seseorang meninggalkan kesibukan dunia dan berkosentrasi menuntut ilmu agama, mengamalkannya dan memusatkan diri untuk mengumpulkan bekal akhirat.” [Al-Mirqoh: 8/3328]
Hal itu karena di dalamnya mengandung kemaslahatan yang besar untuk dirinya dan umat Islam secara luas yang sangat membutuhkan pengajaran ilmu di masa yang akan datang.
Akan tetapi ini dilakukan dengan syarat apabila tidak memudaratkan dirinya dan orang lain, memudaratkan diri seperti pada akhirnya ia meminta-minta, namun jika ia bersabar dalam kekurangan tanpa meminta-minta maka itu suatu kebaikan demi meraih ilmu yang banyak.
Adapun memudaratkan orang lain seperti apabila ia memiliki tanggungan keluarga yang harus ia nafkahi maka wajib baginya untuk membagi waktu antara menuntut ilmu dan bekerja.
4) Para penuntut ilmu dan pengajar kebaikan bukan orang-orang yang suka meminta-minta dan tidak menampakkan kekurangan dunia walau dalam keadaan kekurangan dan kefakiran, namun terkadang bukan karena mereka tidak ingin atau tidak mampu untuk menggapai hidup yang berkecukupan dan kaya raya, tetapi kesibukan mereka dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya lebih mereka utamakan sehingga menghalangi mereka untuk itu, maka merekalah yang paling pantas dibantu, bukan pengemis.
Allah ta’ala berfirman,
لِلْفُقَرَاء الَّذِينَ أُحصِرُواْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاء مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لاَ يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنفِقُواْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang-orang kaya karena mereka memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta-minta kepada manusia secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” [Al-Baqoroh: 273]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
فَهَذَا إمَّا أَنْ يَكُونَ عَاجِزًا عَنْ الْكَسْبِ أَوْ قَادِرًا عَلَيْهِ بِتَفْوِيتِ مَا هُوَ فِيهِ أَطْوَعُ لِلَّهِ مِنْ الْكَسْبِ فَفِعْلُ مَا هُوَ فِيهِ أَطْوَعُ هُوَ الْمَشْرُوعُ فِي حَقِّهِ
“Orang fakir ini bisa jadi karena ia tidak mampu bekerja, atau ia mampu namun ia harus meninggalkan suatu amalan yang lebih taat kepada Allah dari bekerja, maka melakukan amalan yang lebih taat kepada Allah disyari’atkan baginya.” [Majmu’ Al-Fatawa, 10/427]
5) Hendaklah saling tolong menolong di dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya sesuai kemampuan masing-masing, apakah dengan ilmu, harta maupun tenaga. Allah ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Al-Maidah: 2]

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top