100 - عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رَضِيَ
اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - «الْمَاءُ مِنْ الْمَاءِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ، وَأَصْلُهُ فِي
الْبُخَارِيِّ
100. Dari Abu Sa'id Al Khudri , dia berkata, Rasulullah bersabda, “air itu dari air.” (HR. Muslim lafazhnya dari Al Bukhari)
[Al Bukhari 292, Muslim
343]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Tafsir Hadits
Hadits di atas mengandung makna bahwa wajib mandi yang
disebabkan keluar mani. Kata air yang pertama adalah air yang sudah kita kenal,
sedangkan kata air yang kedua adalah air mani (sperma). Susunan kalimat semacam
ini dalam ilmu Badi’ (ilmu tentang keindahan bahasa) disebut jinas
tamm (persamaan dua kata, baik huruf, macam, jumlah huruf dan susunannya,
tapi berbeda maksudnya). Hakikat mandi adalah menuangkan air ke seluruh anggota
tubuh.
Ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya menggosok badan, ada
yang mengatakan wajib, dan ada yang mengatakan tidak wajib. Sebenarnya perbedaan
ini hanya dalam soal bahasa saja karena sesungguhnya mandi yang disebutkan di
dalam Al Qur'an adalah mencuci pada semua anggota wudhu, maka di sini ditegaskan
menggosok karena termasuk di dalamnya. adapun mandi, disebutkan dengan lafazh,
{وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا} dan jika kamu junub maka mandilah,
kalimat ini melebihi dari sekedar mencuci, dan minimal menggosok. Allah
membedakan ungkapan untuk mencuci dan mandi, hanyalah untuk memberikan
pengertian adanya perbedaan antara keduanya.
Adapun mencuci secara zhahir menggosok tidak termasuk di
dalam pengertiannya, di mana dikatakan, ‘dia bermandikan kerigat’, ‘hujan
membasahinya’, karenanya harus ada dalil lain yang menunjukkan adanya
persyaratan menggosok pada waktu mencuci anggota wudhu, berbeda halnya dengan
mandi junub dan mandi haidh, yang disebutkan dengan lafazhالتَّطْهِيرِ (bersuci) sebagaimana yang
sering Anda dengarkan, sedangkan mengenai mandi haidh, Allah berfirman:
{فَإِذَا تَطَهَّرْنَ} ”apabila mereka telah
suci..”. hanya saja akan disebutkan di dalam hadits Aisyah dan Maimunah
yang menunjukkan bahwa Nabi cukup menghilangkan janabah dengan mencurahkan
air (ke tubuhnya) tanpa menggosok. Hanya Allah yang lebih tahu tentang inti yang
dimaksudkan dalam ungkapan-Nya membasuh anggota-anggota wudhu dengan kata
gusl, sedangkan menghilangkan janabah diungkapkan dengan kata
attathhir, padahal caranya sama saja.
Adapun al mash (mengusap) adalah menyapukan
(menjalankan) tangan atas sesuatu, yang mungkin ada yang terkena dan ada yang
tidak terkena, maka tidak boleh mengatakan, “Tidak ada perbedaan antara membasuh
dan mengusap kalau tidak disyaratkan menggosok.”
Hadits mengenai masalah ini diriwayatkan oleh Muslim,
sebagaimana dinisbatkan penulis kepadanya dalam kisah Utban bin Malik, juga
diriwayatkan oleh Abu Daud, dan Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dengan lafazh
yang sama dengan hadits yang terdapat dalam bab ini. imam Al Bukhari
meriwayatkan kisah tersebut tanpa menyebutkan haditsnya, oleh karenanya penyusun
berkata, “Asalnya dalam shahih Al Bukhari”, yaitu:
«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
قَالَ لِعِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ إذَا أَعْجَلْت أَوْ أَفْحَطْتَ فَعَلَيْك
الْوُضُوءُ»
bahwa Nabi SAW bersabda kepada Utban bin Malik, “Apabila
engkau terburu-buru atau kekurangan air, maka hendaklah engkau berwudhu.”[Al
Bukhari 180]
hadits tersebut memiliki beberapa sanad dari sekelompok
shahabat, seperti Abu Ayyub, Rafi’ bin Khudaij, Utban bin Malik, Abu Hurairah RA
dan Anas.
Hadits itu menunjukkan dengan mafhum bashr (pembatasan
pengertian) yang dapat dipahami dari yang disandarkan kepadanya. Muslim
meriwayatkannya dengan lafazh:
«إنَّمَا الْمَاءُ مِنْ الْمَاءِ»
“Sesungguhnya air itu dari air.” Maksudnyanya tidak
wajib mandi kecuali karena keluar mani, dan tidak wajib mandi kalau hanya
sebatas bertemunya dua khitan (alat kelamin). Pendapat ini yang dipegang
oleh Daud dan sebagian kecil dari kalangan shahabat dan thabi’in.
Menurut riwayat Al Bukhari, bahwasanya Utsman pernah ditanya
tentang laki-laki yang mencampuri istrinya dan tidak keluar mani, ia menjawab,
“Cukup bagimu berwudhu, seperti wudhu untuk shalat dan mencuci kemaluannya.”
Utsman berkata, “Aku mendengar dari Rasulullah .”
Pendapat serupa dikemukakan oleh Ali, Az Zubair, thalhah,
Ubay bin Ka’b dan Abu Ayyub dan dia memarfukannya kepada Rasulullah . Al
Bukhari berkata, “Mandi lebih hati-hati.” Jumhur ulama berkata, “Pemahaman ini
dinasakh (dibatalkan hukumnya) oleh hadits dari Abu Hurairah RA berikut
ini:
=============
101 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
«إذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدهَا، فَقَدْ وَجَبَ
الْغُسْلُ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ - وَزَادَ مُسْلِمٌ: " وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
"
101. Dari Abu Hurairah , dia berkata, Rasulullah bersabda, “Apabila seorang laki-laki duduk di antara empat cabang (istrinya),
lalu ia melakukannya dengan sungguh-sungguh (mencampurinya), maka sungguh ia
wajib mandi.” (Muttafaq alaih, Muslim menambahkan, ‘Sekalipun tidak
keluar (mani)’.
[Al Bukhari 291, Muslim
348]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
Apabila ia duduk (yaitu seorang
laki-laki yang dapat dipahami dari redaksi hadits tersebut) di antara empat cabang (istrinya) (yaitu cabang perempuan,
bentuk jama’ dari syu’bah yaitu merupakan bahasa kiasan dari jima’),
lalu ia melakukannya dengan sungguh-sungguh
(mencampurinya) (kata jaahada berarti bekerja keras dengan
melakukan aktivitasnya, atau mencurahkan segala kemampuannya dalam
melakukannya), maka sungguh ia wajib mandi.
Dalam riwayat Muslim menggunakan lafazh (ثُمَّ اجْتَهَدَ) artinya ‘kemudian bersungguh-sungguh’.
Sedangkan menurut riwayat Abu Daud:
«وَأَلْزَقَ الْخِتَانَ بِالْخِتَانِ
»
“Dan meletakkan alat kelaminnya (laki-laki) pada kelamin
(perempuan), sebagai ganti dari kata (ثُمَّ اجْتَهَدَ).
Penulis berkata dalam Al Fath, ini menunjukkan bahwa kata
bersungguh-sungguh di sini merupakan kiasan dari bersetubuh. Muslim menambahkan,
“Meskipun tidak keluar mani.”
Tafsir Hadits
Yang dimaksud dengan empat cabang, ada yang mengatakan
dua tangan dan dua kakinya. Dan ada yang mengatakan dua kaki dan dua pahanya,
dan yang lain mengatakan kedua betis dan kedua pahanya. Dan ada pula yang
mengatakan selain itu. Yang jelas semuanya merupakan kiasan dari jima
(bersetubuh).
Hadits inilah yang dijadikan dalil oleh jumhur ulama bahwa
hadits air itu dari air telah dinasakh, mereka beralasan bahwa inilah
yang terakhir dari kedua hal tersebut, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Ahmad dan yang lainnya dari Az Zuhri dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata:
«إنَّ الْفُتْيَا الَّتِي كَانُوا يَقُولُونَ إنَّ
الْمَاءَ مِنْ الْمَاءِ رُخْصَةٌ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - رَخَّصَ بِهَا فِي أَوَّلِ الْإِسْلَامِ ثُمَّ أَمَرَ بِالِاغْتِسَالِ
بَعْدُ»
“Bahwa para pemuda mengatakan, ‘air dengan air itu adalah
rukhshah (kelonggaran) yang Rasulullah pernah membolehkannya pada permulaan
Islam, kemudian memerintahkan mandi sesudah itu.” Hadits ini dishahihkan oleh
Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. [Shahih: Abu Daud 214]
Al Ismaili mengatakan, “Hadits ini shahih menurut syarat Al
Bukhari dan itu jelas menunjukkan nasakh.”
Seandainya naskh tidak ditegaskan, maka hadits yang
menyatakan wajib mandi meski tidak keluar mani lebih kuat, karena manthuq
(teks)nya hadits mewajibkan mandi, sedangkan yang mengatakan tidak wajib mandi,
hanya berdasarkan mafhum hadits, sedang manthuq lebih didahulukan
daripada mafhum, sekalipun mafhum sesuai dengan bara’ah
ashliah (hukum asal, yakni lepas dari kewajiban)
Ayat Al Qur'an menguatkan manthuq hadits yang
mewajibkan mandi, sebagaimana firman-Nya:
{وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا}
“... dan jika kamu junub maka mandilah...” (QS.
Al-Maidah [5]: 6)
Asy-Syafi'i berkata: “Bahasa Arab menunjukkan bahwa kata
janabah pada hakikatnya dinamai jima’ (bersetubuh) sekalipun tidak keluar
mani”, ia menambahkan, “Setiap orang yang diajak bicara bahwa si fulan telah
junub atas fulanah dia sudah memahami bahwa ia telah bersetubuh dengannya meski
tidak keluar mani. Lebih lanjut ia menuturkan, bahwa tidak ada perbedaan bahwa
zina yang mewajibkan dera adalah jima’ meski tidak keluar mani.” Maka antara
ayat dan hadits saling menguatkan wajibnya mandi lantaran bersetubuh.
=========================
102 - وَعَنْ أَنَسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -
قَالَ: «قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي
الْمَرْأَةِ تَرَى فِي مَنَامِهَا مَا يَرَى الرَّجُلُ - قَالَ: تَغْتَسِلُ»
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ - زَادَ مُسْلِمٌ: «فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: وَهَلْ يَكُونُ
هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ، فَمِنْ أَيْنَ يَكُونُ الشِّبْهُ»
102. Dari Anas , ia berkata, Rasulullah bersabda
tentang perempuan yang bermimpi seperti mimpinya laki-laki, beliau bersabda,
“Dia wajib mandi.” (Muttafaq alaih,[1]
Maka menambahkan, “Ummu Salamah bertanya, ‘Apakah hal ini terjadi (juga pada
perempuan)?, beliau menjawab, ‘Ya, lalu dari mana terjadinya
kesamaan?’)[2]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Tafsir Hadits
Al Bukhari dan Muslim sepakat atas periwayatan hadits itu
dari beberapa jalan (sanad), yaitu Ummu Salamah, Aisyah dan Anas.
Permasalahan ini terjadi di kalangan para shahabat perempuan,
seperti pada Khalwah binti Hakim menurut riwayat Ahmad, An Nasa'i dan Ibnu
Majah.[3] juga pernah
terjadi pada Sahlah binti Suhail menurut riwayat At Thabrani.[4] juga pernah terjadi pada diri
Busrah binti Shafwan menurut riwayat Ibnu Abi Syaibah.[5]
Hadits tersebut menjadi dalil yang menunjukkan bahwa
perempuan bisa bermimpi bersetubuh seperti mimpinya laki-laki. Maksudnya bila
keluar air mani, sebagaimana riwayat Al Bukhari bahwa Nabi bersabda, ”Ya
jika dia melihat air.” Yaitu mani setelah bangun tidur, dalam riwayat
lain:
«هُنَّ شَقَائِقُ الرِّجَالِ»
“Mereka para perempuan itu saudara laki-laki.”
Diriwayatkan oleh imam yang lima kecuali An Nasa'i, dari Aisyah .[6]
Dalam hadits itu terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa
hal itu terjadi pula pada perempuan sebagaimana laki-laki, sekaligus membantah
pendapat orang yang mengira bahwa air mani perempuan tidak keluar.
Sabda beliau, ”Lalu darimana terjadinya kesamaan’
merupakan bentuk kata tanya yang menunjukkan pengingkaran, juga sebagai
penetapan bahwa anak itu terkadang mirip ayahnya, terkadang juga mirip ibunya,
atau saudari ibunya. Yang mana di antara kedua air mani yang lebih dominan
(banyak), maka kemiripan tersebut bagi yang lebih banyak.
__________
[1] Shahih: Al Bukhari 282 dan Muslim
312
[2] Muslim 311, yang mengatakan ini adalah
Ummu Sulaim.
[3] Hasan, Ibnu Majah
607
[4] al Kabir 24/292
[5] Al Mushannaf 1/80
[6] Hasan, At Tirmidzi 113 dan Abu Daud
236
==============
103 - وَعَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا -
قَالَتْ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَغْتَسِلُ
مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ الْجَنَابَةِ، وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَمِنْ الْحِجَامَةِ،
وَمِنْ غُسْلِ الْمَيِّتِ.» رَوَاهُ أَبُو دَاوُد، وَصَحَّحَهُ ابْنُ
خُزَيْمَةَ.
103. Dari Aisyah ia berkata, Rasulullah mandi karena
empat perkara, karena junub, hari Jum'at, karena berbekam dan karena memandikan
mayat. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
[Dhaif: Dhaif Abu Daud
238]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Tafsir Hadits
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Baihaqi, di
dalam sanadnya terdapat Mushab bin Syaibah, mengenai dirinya terdapat beberapa
komentar.
Hadits ini juga menunjukkan disyariatkannya mandi karena
empat hal tadi. Adapun mandi junub, sudah jelas kewajibannya. Sedangkan mandi
pada hari Jum'at, mengenai hukum dan waktunya, terdapat perbedaan pendapat:
Menurut jumhur ulama, hukumnya sunnah berdasarkan hadits dari
Samurah:
«مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا
وَنِعْمَتْ، وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ»
“Barangsiapa berwudhu di hari Jum'at maka dia sudah
melaksanakan sunnah dan sudah baik, dan barangsiapa yang mandi, maka mandi itu
lebih utama”. Akan dijelaskan sebentar lagi.
Daud dan sekelompok ulama mengatakan hukumnya wajib,
berdasarkan hadits:
«غُسْلُ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ
مُحْتَلِمٍ»
“Mandi di hari Jum'at hukumnya wajib bagi setiap orang
yang sudah baligh.” –akan dijelaskan sebentar lagi- dikeluarkan oleh yang
tujuh dari hadits Abu Sa’id, pendapat ini dijawab dengan alasan bahwa kata wajib
itu ditafsirkan sunnah muakkad.
Adapun mengenai waktu mandi, juga terdapat perbedaan
pendapat. Menurut Al Hadawiyah, waktunya mulai dari terbit fajar hari Jum'at
hingga waktu Ashar. Sedangkan menurut ulama lainnya, bahwa mandi tersebut adalah
untuk shalat (Jum’at), dan tidak disyari’atkan sesudahnya, sedang menurut
pendapat pertama (Al Hadawiyah) disyari’atkan mandi setelah shalat Jum’at selagi
belum masuk waktu Ashar.
Hadits yang mengatakan:
«مَنْ أَتَى الْجُمُعَةَ
فَلْيَغْتَسِلْ»
“Barangsiapa yang mendatangi Jum’at, maka hendaklah ia
mandi”, adalah dalil bagi pendapat kedua, sedangkan hadits Aisyah ini
sesuai dengan yang pertama.
Adapun mandi karena berbekam, ada yang mengatakan sunnah, dan
telah dijelaskan pada hadits Anas:
«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
احْتَجَمَ وَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ»
“Bahwasanya Rasulullah pernah berbekam, lalu shalat dan
tidak berwudhu (terlebih dahulu).”
Ini menunjukkan bahwa mandi setelah berbekam hukumnya sunnah,
yang terkadang beliau kerjakan, seperti dalam riwayat Aisyah ini, dan
terkadang pula ditinggalkan, seperti dalam riwayat Anas.
Diriwayatkan dari Ali :
الْغُسْلُ مِنْ
الْحِجَامَةِ سُنَّةٌ، وَإِنْ تَطَهَّرْت أَجْزَأَك
“Mandi karena berbekam itu sunnah, apabila kamu sudah
bersuci, itu cukup bagimu.” [Al Mushannaf, Ibnu Abi Syaibah 1/48]
Adapun mandi setelah memandikan mayat, sudah dijelaskan
sebelumnya. Dalam hal ini para ulama berbeda dalam tiga pendapat: ada yang
mengatakan sunnah, pendapat ini lebih mendekati kebenaran. Ada yang mengatakan
wajib dan ada pula yang mengatakan tidak sunnah.
=================
104 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ - فِي قِصَّةِ «ثُمَامَةَ بْنِ أَثَالٍ، عِنْدَمَا أَسْلَمَ - وَأَمَرَهُ
النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنْ يَغْتَسِلَ» . رَوَاهُ
عَبْدُ الرَّزَّاقِ وَأَصْلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
104. Dari Abu Hurairah tentang kisah Tsumamah bin Utsal,
ketika dia memeluk Islam, lalu Nabi menyuruhnya mandi. (HR. Abdurrazaq,
asalnya Muttafaq alaih)
[Al Mushannaf, Abdurrazaq 6/9; Asalnya Al
Bukhari 462 dan Muslim 1764]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi Perawi
Tsumamah bin Utsal adalah seseorang yang bermazhab Hanafi dan
tokoh penduduk Al Yamamah.
Abdurrazaq adalah seorang Hafizh besar, namanya Abdurrazaq
bin Hamman Ash Shan’ani, menyusun beberapa kitab, dan ia meriwayatkan hadits
dari Ubaidillah bin Umar dan dari banyak para perawi, Ahmad, Ishaq, Ibnu Ma’in
dan Adz Dzahabi meriwayatkan darinya. Adz Dzahabi berkata, “Ia dinyatakan tsiqah
oleh lebih dari seorang ulama, hadits-haditsnya diriwayatkan dalam kitab-kitab
shahih.” Ia termasuk orang yang luas pengetahuannya, meninggal dunia pada bulan
Syawal tahun 211 H.
Penjelasan Kalimat
ketika dia memeluk Islam (yaitu ketika
dia baru masuk Islam), lalu Nabi menyuruhnya
mandi
Tafsir Hadits
Hadits ini adalah dalil disyariatkannya mandi bagi orang yang
baru masuk Islam, kalimat ‘Beliau menyuruhnya’ menunjukkan wajib. Dalam hal ini
para ulama berbeda pendapat:
Menurut Al Hadawiyah, jika ia telah junub ketika masih kafir,
maka dia wajib mandi junub, dan jika sudah pernah mandi junub semasa kafirnya,
maka tidak ada hukum baginya (tidak wajib mandi). Hadits yang mengatakan:
«الْإِسْلَامِ يَجُبُّ مَا
قَبْلَهُ»
“Islam menghapus apa-apa yang sebelumnya,”[Muslim 121]
tidak sejalan dengan pendapat tadi.
Sedangkan menurut pendapat Al Hanafiyah, jika sudah pernah
mandi junub semasa kafirnya, maka dia tidak wajib mandi, dan menurut
Asy-Syafi'iyah dan yang lainnya, setelah masuk Islam dia tidak wajib mandi
junub, berdasarkan hadits yang telah disebutkan, yaitu: Islam menghapus
apa-apa yang sebelumnya, adapun jika beliau pernah junub semasa kafirnya,
dia hanya disunnahkan mandi, tidak yang lainnya.
Adapun menurut imam Ahmad, ia mengatakan, dia wajib mandi
secara mutlak, berdasarkan zhahir ayat Al Qur'an dan zhahirnya hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Qais bin Ashim, ia berkata:
أَتَيْت رَسُولَ
اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أُرِيدُ الْإِسْلَامَ فَأَمَرَنِي
أَنْ أَغْتَسِلَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
“Aku menemui Rasulullah sewaktu aku ingin masuk Islam,
lalu beliau memerintahkanku untuk mandi dengan air yang dicampur dengan daun
bidara.” Dikeluarkan oleh At Tirmidzi dan An Nasa'i seperti itu juga.
[Shahih: At Tirmidzi 605]
==================
105 - وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
قَالَ: «غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ» . أَخْرَجَهُ
السَّبْعَةُ
105. Dari Abu Sa’id , bahwa Rasulullah bersabda, “Mandi pada hari Jum'at hukumnya wajib
bagi setiap orang yang sudah mimpi basah (baligh).” (HR. Imam yang
tujuh)
[Al Bukhari 858, Muslim
846]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Tafsir Hadits
Hadits ini dijadikan dalil oleh Daud mengenai wajibnya mandi
pada hari Jum'at, sedangkan jumhur ulama mentakwilkan hadits tersebut
sebagaimana yang sebentar lagi akan dijelaskan.
Ada yang berpendapat, “Pada awal mulanya mandi diwajibkan,
mengingat mereka hidup dalam kesulitan dan umumnya pakaian mereka dari bahan
wol, sementara mereka tinggal di wilayah yang udaranya panas. Mereka berkeringat
sewaktu pergi menuju shalat Jum’at, maka Nabi memerintahkan mereka untuk
mandi, tetapi ketika Allah lapangkan kondisi mereka dan mereka sudah mengenakan
bahan dari katun, Rasulullah memberikan keringanan untuk (tidak)
mandi.”


0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.