83 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ: الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ، أَوْ ظِلِّهِمْ» . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

83. Dari Abu Hurairah  ia berkata, Rasulullah bersabda, “Jauhkanlah dirimu dari dua perbuatan terkutuk, yaitu yang buang kotoran di jalan manusia, atau di tempat perteduhan mereka.” (HR. Muslim)

[Shahih: Muslim 269]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat

“Jauhkanlah dirimu dari dua perbuatan terkutuk (dengan menggunakan shighat mutsana, dan dalam riwayat Muslim disebutkan, para shahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan dua macam perbuatan yang terkutuk itu?” beliau menjawab), yaitu yang buang kotoran di jalan manusia, atau di tempat perteduhan mereka.

Tafsir Hadits

Al Khaththabi mengatakan, “Yang dimaksud dengan dua macam penentang yang terkutuk adalah dua perkara yang mengundang kutukan, yang menggiring dan mendorong orang untuk mengutuknya. Orang yang melakukannya jelas akan dikutuk dan dimaki oleh orang banyak, karena ia adalah penyebabnya dan orang akan mengutuknya bila berbuat demikian. Berarti perbuatan itulah yang menjadi penyebab kutukan.”

Adapun yang dimaksud dengan orang yang buang air besar di jalan manusia, yaitu buang air di tempat lalu lalangnya manusia, karena akan menganggu mereka dengan baunya yang busuk dan menjijikkan. Hal itu tentu akan memancing mereka untuk mengutuk pelakunya. Kalau mengutuknya dibolehkan, maka hal itu dapat menjadi sebab ia didoakan supaya terjauh dari rahmat Allah, dan jika tidak boleh mengutuk, maka hal itu membuat orang lain berdosa karena mengutuknya.

Jika Anda tanyakan, “Manakah di antara dua perkara yang dimaksudkan disunnahkan?” saya (Ash Shan’ani) jawab: “Sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh At Thabrani dalam kitab Al Kabir dengan sanad yang dihasankan orang lain Al Hafidz Al Mundziri, dari Hudzaifah bin Usaid: “Bahwasanya Rasulullah bersabda,

«مَنْ آذَى الْمُسْلِمِينَ فِي طُرُقِهِمْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ لَعْنَتُهُمْ»

Siapa yang menyakiti kaum Muslimin di jalan-jalan mereka, pasti dia mendapatkan laknat mereka.” [Hasan: Shahih Al Jami' 5923],

dan ia meriwayatkannya dalam Al Aushat dan oleh Al Baihaqi, serta perawi lainnya, dengan sanad yang tsiqah, selain Muhammad bin Amr Al Anshari, tetapi dia tsiqah menurut Ibnu Ma’in, dari hadits Abu Hurairah : “Aku mendengar Rasulullah bersabda,

«مَنْ سَلَّ سَخِيمَتَهُ عَلَى طَرِيقٍ مِنْ طُرُقِ النَّاسِ الْمُسْلِمِينَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ»

Barangsiapa yang meninggalkan kotorannya pada salah satu jalan dari jalan-jalan kaum Muslimin, maka dia pantas mendapatkan laknat dari Allah dan malaikat, juga dari manusia seluruhnya.” [Sanadnya dhaif: Al Baihaqi dalam Al Kubro 1/98, dan lihat At Talkhis 1/105]

Hadits-hadits tadi jelas menunjukkan pantasnya kutukan bagi orang-orang semacam itu.
Adapun yang dimaksud dengan ‘perteduhan’ di sini adalah, tempat berteduhnya orang-orang yang mereka jadikan sebagai tempat beristirahat pada siang hari, tempat bernaung, bersinggah dan duduk melepas lelah, karena tidak semua naungan dilarang buang hajat di bawahnya. Nabi sendiri pernah duduk di sekitar teduhan pohon kurma untuk buang hajat, padahal tidak diragukan lagi kalau kurma tersebut ada naungannya.

Saya katakan: yang menunjukkan hal tersebut adalah hadits Ahmad dengan lafazh:
أَوْ ظِلٍّ يُسْتَظَلُّ بِهِ
Atau naungan yang dijadikan tempat berteduh.” [Ahmad 1/299]

================================

84 - وَزَادَ أَبُو دَاوُد، عَنْ مُعَاذٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - " وَالْمَوَارِدُ " وَلَفْظُهُ: «اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةَ الطَّرِيقِ، وَالظِّلَّ»

84. Abu Daud menambahkan dari riwayat Muadz kata, “tempat-tempat aliran air”, lafazhnya: “Jauhkanlah dirimu dari tiga macam laknat; Buang air besar di tempat-tempat aliran air, di tengah jalan raya, dan tempat berteduh.”

[Hasan: Shahih Al Jami' 112]

Penjelasan Kalimat

Jauhkanlah dirimu dari tiga macam laknat; Buang air besar (Al Baraaz adalah tanah yang luas, isitilah tentang buang air besar, dan jika dikasrahkan artinya bertanding di medan tempur)  di tempat-tempat aliran air, (yaitu tempat yang biasa didatangi orang, seperti sumber mata air atau sungai untuk minum dan berwudhu) di tengah jalan raya, (maksudnya adalah jalan raya tempat orang berlalu lalang atau tempat yang dilewati orang) dan tempat berteduh (telah kami jelaskan sebelumnya)

=================================================

85 - وَلِأَحْمَدَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ " أَوْ نَقْعَ مَاءٍ " وَفِيهِمَا ضَعْفٌ

85. Dan bagi Ahmad dari Ibnu Abbas , ‘Atau tempat menggenangnya air’. Kedua riwayat ini dhaif.
[Dhaif: Ahmad 1/299]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits

Riwayat Ahmad ini adalah kelanjutan hadits:

«اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَ: أَنْ يَقْعُدَ أَحَدُكُمْ فِي ظِلٍّ يُسْتَظَلُّ بِهِ، أَوْ فِي طَرِيقٍ أَوْ نَقْعِ مَاءٍ»

Takutlah kalian tiga macam laknat. Seorang dari kalian duduk (buang air) di tempat orang-orang berteduh, di jalan, atau di tempat air menggenang.”

Pada keduanya terdapat kelemahan, yaitu pada hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud, riwayat Abu Daud dianggap dhaif karena setelah meriwayatkan hadits tersebut, ia mengatakan haditsnya mursal, sebab berasal dari riwayat Sa’id Al Humairi, ia tidak bertemu Muadz, maka haditsnya munqathi. Ibnu Majah meriwayatkannya dari jalan ini, sedang riwayat Ahmad menjadi dhaif, karena dalam periwayatannya terdapat Ibnu Luhaiah dan rawi yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas sendiri mubham (diragukan)

===================================

86 - وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ «النَّهْيَ عَنْ قَضَاءِ الْحَاجَةِ تَحْتَ الْأَشْجَارِ الْمُثْمِرَةِ، وَضِفَّةِ النَّهْرِ الْجَارِي» . مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ

86. At Thabrani pernah meriwayatkan hadits tentang larangan buang air di bawah pohon yang berbuah dan di tepi sungai yang mengalir. (Dari hadits Ibnu Umar dengan sanad dhaif)
[Dhaif: lihat At Talkhis 106/1]
[Dhaif Jiddan: lihat Al Irwa 4707. ]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Biografi Perawi

Menurut Adz Dzahabi, At Thabrani adalah Al Imam Al Hujjah Abu Al Qasim Sulaiman bin Ahmad At Thabrani. Ia adalah rujukan para ulama sedunia, dilahirkan pada tahun 260 H. Ia berpindah-pindah ke berbagai kota seperti Syam, Haramain, Yaman, Mesir, Baghdad, Kufah, Bashrah, Ashbahan, Al Jazirah dan lain-lain. Ia mempelajari hadits kepada seribu Syaikh atau bahkan lebih, ia termasuk pahlawan dalam bidang ini, di samping kebenaran dan kejujurannya. Para ulama menyanjung keluasan ilmunya.

Penjelasan Kalimat

larangan buang air di bawah pohon yang berbuah (walaupun tidak dijadikan tempat berteduh oleh seseorang) dan di tepi (yaitu pinggiran) sungai yang mengalir

Tafsir Hadits

Hadits ini dari Ibnu Umar dengan sanad dhaif, karena ada rawinya yang matruk. Jika hal ini telah diketahui, maka dari hadits-hadits di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa ada enam tempat yang dilarang buang air besa padanya, yaitu: jalanan tempat orang berlalu lalang (tapi tidak mutlak semua jalan, hanya jalan yang jadi tempat berlalu lalang), tempat orang berteduh, sumber-sumber air, pada air yang menggenang, di bawah pohon yang berbuah, dan di pinggir sungai. Abu Daud menambahkan dalam Marasilnya, dari hadits Makhul:

«نَهَى رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَنْ أَنْ يُبَالَ بِأَبْوَابِ الْمَسَاجِدِ»

“Rasulullah melarang kencing di pintu-pintu masjid.” [Al Marasil no 3][1]
--------------------
[1] syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam Silsilah Ash Shahihah no 2773, dan hasan ligharihi pada Shahih Targhib wa Tarhib 150. 

======================

87 - وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «إذَا تَغَوَّطَ الرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ

87. Dari Jabir , ia berkata Rasulullah bersabda: “Apabila ada dua orang yang ingin buang air besar, maka hendaklah masing-masing bersembunyi dari yang lainnya, dan janganlah keduanya saling berbicara, karena yang demikian itu sangat dibenci Allah.” (Diriwayatkan dan dishahihkan oleh Ibnu As Sakan da Ibnu Al Qaththan, tetapi haditsnya ma’lul)
[Jayyid: lihat Ash Shahihah 3120. ]

ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Biografi Perawi

Ibnu As Sakan Al Hafidz Al Hujjah Abu Ali Sa’id bin Utsman bin Sa’id bin As Sakan Al Baghdadi, pernah tinggal di Mesir, lahir tahun 294 H. Perhatiannya terhadap ilmu hadits sangat besar, ia mengumpulkan dan menyusunnya, reputasinya tidak diragukan, banyak ulama hadits meriwayatkan hadits darinya. Ia wafat tahun 353 H.

Ibnu Al Qaththan, beliau adalah Al Hafidz Al Allamah Abu Al Hasan Ali bin Muhammad bin Abdul Malik Al Farisi, yang dikenal dengan Ibnu Al Qaththan. Ia adalah ulama hadits yang paling dalam ilmunya, paling banyak hafal tentang nama-nama perawi hadits, dan paling teliti dalam periwayatan hadits, juga memiliki banyak karangan. Dia meriwayatkan hadits dan mengkajinya, ia menulis kitab Al Wahm wa Al Iham yang disusun sebagai syarh kitab Al Ahkam Al Kubra karya Abdul Haq. Kitab ini sebagai bukti kekuatan hafalan dan pemahamannya. Akan tetapi ia merasa kesulitan dalam hal nama-nama perawi haditsnya. Ia wafat pada bulan Rabi’ul Awal tahun 628 H.

Penjelasan Kalimat

Apabila ada dua orang yang ingin buang air besar, maka hendaklah masing-masing bersembunyi (yaitu membuat penghalang) dari yang lainnya, (perintah ini menunjukkan wajib) dan janganlah keduanya saling berbicara, (ketika keduanya sedang buang air) karena yang demikian itu sangat dibenci Allah (Al Maqtu, sangat marah).

Tafsir Hadits

Hadits di atas dinilai cacat dengan tanpa menyebutkan cacatnya dalam Asy Syarh, yaitu yang dikatakan oleh Abu Daud bahwa ia tidak menisbatkannya kepada Ikrimah bin Ammar Al Ajli Al Yamani, dan dijadikan hujjah oleh Muslim dalam kitab shahih-nya. Hanya saja, hadits itu dinilai lemah oleh sebagian ulama hadits, mereka menilai lemah hadits dari Ikrimah yang melalui sanad Yahya bin Abu Katsir. Sementara Muslim telah meriwayatkan haditsnya dari Yahya bin Abu Katsir, dan Al Bukhari juga menjadikan syahid haditsnya dari Yahya bin Abu Katsir.

Abu Daud dan Ibnu Majah telah meriwayatkan hadits larangan berbicara ketika sedang buang air dari Abu Sa’id dan Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahih-nya, tetapi mereka semuanya meriwayatkannya dari riwayat Iyyadh bin Hilal atau Hilal bin Iyyad. Al Hafidz Al Mundziri mengatakan, “Saya tidak mengetahui cacat dan ketidakadilannya, dia termasuk rawi yang majhul (tidak dikenal identitasnya).”
Hadits tersebut adalah dalil wajibnya menutup aurat dan larangan berbicara ketika buang air. Pada dasarnya larangan itu menunjukkan hukum haram, dengan alasan adanya kemurkaan Allah atas pelaku perbuatan itu, sebagai tambahan dalam menjelaskan keharamannya. Akan tetapi dalam kitab Al Bahr diklaim bahwa tidak ada kesepakatan ulama akan keharamannya, dan larangan itu makruh jika ada ijma, tapi jika tidak maka kembali kepada hukum asalnya, yaitu haram.

Ketika buang air, Rasulullah tidak menjawab salam, padahal menjawab salam hukumnya wajib. Sejumlah ulama hadits –selain Al Bukhari- meriwayatkan dari Ibnu Umar,

«أَنَّ رَجُلًا مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَهُوَ يَبُولُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ»

“Bahwa ada seorang lelaki melewati Rasulullah , ketika itu beliau sedang buang air kecil, pemuda itu mengucapkan salam kepadanya, tetapi beliau tidak menjawabnya.” [Shahih: Muslim 3]

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top