14 - عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهِمَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

14. Dari Hudzaifah bin Al Yaman ia berkata, Rasulullah bersabda: 

Janganlah kamu minum dalam bejana emas dan perak, dan janganlah makan pada piring (yang terbuat dari) keduanya, karena sesungguhnya (bejana atau piring emas dan perak itu) adalah bagi mereka (orang-orang musyrik) di dunia 
dan bagi kamu di akhirat.” 
(Muttafaq alaih)

[Shahih: Al Bukhari 5426, Muslim 2067]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Biografi Perawi

Hudzaifah adalah Abu Abdullah Hudzaifah bin Al Yaman. Hudzaifah dan ayahnya adalah dua orang shahabat Nabi yang mulia. Keduanya mengikuti perang Uhud. Hudzaifah adalah pemegang rahasia Rasulullah . sekelompok shahih dan thabi’in meriwayatkan (hadits) darinya. Ia meninggal dunia di Al Mada’in pada tahun 35 atau 36 H, empat malam setelah terbunuhnya Utsman .

Penjelasan Kalimat

Janganlah kamu minum dalam bejana emas dan perak, dan janganlah makan pada piring (yang terbuat dari) keduanya, (kata (صِحَافِهِمَا) adalah bentuk jamak dari (صَحْفَةٍ). Al Kisa’i berkata, “(الصَّحْفَةُ) adalah piring yang isinya dapat mengenyangkan lima orang) karena sesungguhnya ia (yaitu bejana emas dan perak serta piring yang terbuat dari keduanya) adalah bagi mereka (yaitu bagi orang-orang musyrik meskipun tidak disebutkan, karena mereka itu sudah maklum) di dunia (sebagai informasi dari kondisi mereka, bukan berarti sebagai informasi bahwa hal itu halal buat mereka) dan bagi kamu di akhirat.”

Tafsir Hadits

Hadits di atas adalah dalil haramnya makan dan minum pada bejana dan piring yang terbuat dari emas dan perak, baik bejana tersebut khusus emas maupun yang tercampur dengan perak, karena ia termasuk bejana emas dan perak. An Nawawi berkata, ‘Sesungguhnya telah terjadi ijma atas haramnya makan dan minum pada keduanya.’

Terjadi perbedaan mengenai illat-nya. Ada yang mengatakan karena sombong, dan yang lain mengatakan karena terbuat dari emas dan perak.

Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat yang dilapisi dengan emas atau perak, apakah juga diharamkan sebagaimana emas dan perak? Ada yang berpendapat bahwa jika lapisan emas dan perak itu bisa dipisahkan maka haram secara ijma, karena termasuk menggunakan emas dan perak. Dan jika tidak mungkin dipisahkan, maka tidak haram. Dan yang lebih dekat kepada kebenaran, jika disebut bahwa itu adalah bejana emas atau perak dan dinamai dengannya, maka tercakup dalam lafazh hadits tersebut, dan jika tidak, maka tidak haram. Standarnya adalah dengan menamainya (bejana emas atau perak) pada masa kenabian, jika tidak diketahui maka asalnya adalah halal.

Adapun bejana yang ditambal dengan keduanya, maka diperbolehkan makan dan minum padanya menurut ijma.

Berkenaan dengan menggunakan tempat yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum tidak ada perbedaan padanya. Adapun untuk selain makan dan minum, yakni untuk penggunaan yang lain, apakah juga diharamkan? Ada yang mengatakan tidak diharamkan karena tidak ada nashnya, kecuali pada makan dan minum. Ada pula yang mengatakan bahwa diharamkan semua penggunaan lainnya menurut ijma, kemudian sebagian ulama mutaakhirin membantahnya dan berkata, “Nashnya disebutkan pada makan dan minum, selainnya tidak, menyamakan semua penggunaan dengan keduanya secara qiyas tidak memenuhi syarat-syarat qiyas.

Yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa tidak haram selain tempat untuk makan dan minum, sebab itu yang ditegaskan dengan nash. sedang klaim ijma tidak benar, inilah kemalangan mengganti lafazh nabawi dengan yang lainnya. Karena hadits menyebutkan keharamannya pada makan dan minum, maka mereka meninggalkan redaksinya kepada semua bentuk penggunaan dan meninggalkan ucapan Nabi , lalu mendatangkan lafazh umum dari diri mereka sendiri.

Sepertinya penulis menyebutkan hadits pada pembahasan ini untuk menunjukkan haramnya wudhu pada bejana emas dan perak. Karena penggunaan terhadap keduanya menurut mazhabnya adalah haram. Jika tidak ada maksud ini, maka hadits ini sebenarnya masuk dalam bab makanan dan minuman.

Kemudian, apakah batu-batu berharga seperti permata dan mutiara disamakan dengan emas dan perak? Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat. Dan nampaknya yang lebih kuat adalah tidak disamakan, dan diperbolehkan menurut asal kebolehannya karena tidak ada dalil yang disebutkan mengenai hal tersebut.

===================

Fawaid hadits:

1. Larangan makan dan minum pada bejana emas dan perak dan piringnya.

2. Larangan ini bersifat haram.

3. Larangan ini umum untuk laki-laki maupun wanita.

4. Larangan ini khusus untuk makan dan minum saja.

5. Hadits ini tidak menunjukkan bahwa orang kafir boleh melakukannya, namun maksudnya adalah menjelaskan keadaan mereka, karena orang kafir akan diadzab karena bila melakukannya.

6. Bejana emas dan perak ini bersifat umum, baik disepuh atau memang bahannya emas dan perak, baik 24 karat atau 10 karat.

7. Larangan bertasyabbuh dengan kaum kuffar.

8. Perintah menyelisihi kaum kuffar. Dan perintah menyelisihi kaum kuffar pada asalnya haram sampai ada dalil yg menunjukkan boleh.

============

Setelah membicarakan tentang air, maka dibutuhkan tempat penampungan air, sebab air adalah benda cair yang membutuhkan adanya media yang menampungnya. Oleh karena itu para ulama –Rahimahumullah- menyertakan bab Bejana-bejana dalam kitab thaharah (bersuci) setelah bab air agar kaum muslimin mengerti hukum bejana yang digunakannya apakah dilarang ataukah diperbolehkan.
Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan: Para ulama menyampaikan masalah bejana disini dalam kitab Thaharoh tanpa menyampaikannya dalam kitab al-Ath’imah (makan-makanan) walaupun juga didahului dengan masalah bejana dan kitab al-Asyribah (minuman) yang juga didahului dengan bejana. Namun sepatutnya disampaikan di awal yang memiliki hubungan dengannya. Bejana ini yang sesuai pertama kali dengan bab air; karena air adalah zat cair yang tidak dapat ditampung tanpa bejana. Oleh karena itu disampaikan para ulama dalam kitab Thaharoh setelah bab air. ( Fathu Dzil Jalaal 1/116).
Kata الآنِيَةِ adalah bentuk jama’ (plurals) dari kata inaa` (إناء) yang berarti bejana tempat menampung air dan selainnya.
Hukum Bejana
Pada asalnya hukum bejana adalah halal dan mubah dengan dasar firman Allah Subhanahu wata’ala:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلىَ السَّمَآءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QSAl-Baqarah: 29).
Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menganugerahkan kepada manusia semua yang ada di muka bumi ini. Allah tidak akan menganugerahkan kecuali yang mubah. Karena tidak ada anugerah dalam larangan. Sehingga semua yang Allah ciptakan diatas bumi ini adalah halal untuk kita kecuali ada larangan Allah dan rasulNya. Oleh karena itu semua bejana baik dari besi, tembaga, kunungan dan lain-lainnya halal dan mubah digunakan kecuali yang Allah Ta’ala larang seperti emas dan perak. Ada bejana yang diharamkan Allah digunakan untuk makan dan minum yaitu bejana emas dan perak sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut ini:
                Hadits Pertama: Pengharaman makan dan minum pada bejana emas dan perak.
 عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُما قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَشْرَبُوْا فِيْ آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلاَ تَأْكُلُوْا فِيْ صِحَافِهِمَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الآخِرَةِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
16. Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu ‘anhu ,ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Janganlah kamu minum dengan gelas (yang terbuat) dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan pada piring yang terbuat dari emas dan perak, karena sesungguhnya yang seperti itu adalah untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan buat kamu di akhirat.” (Muttafaq ‘alaihi).
 Biografi Sahabat Periwayat Hadits.
                 Beliau adalah Hudzaifah bin al-Yamaan bin Jaabir al-‘Abasi -Radhiyallahu ‘anhuma-. Nama al-Yaman adalah Husail sebagaimana ada dalam satu riwayat dalam shahih muslim.
Hudzifah dan bapaknya masuk Islam dan keduanya ingin ikut serta dalam perang Badar, namun dihalang-halangi orang-orang musyrik. Namun keduanya akhirnya ikut serta dalam perang Uhud lalu tanpa sengaja kaum muslimin membunuh al-Yamaan , karena mereka tidak mengenalnya.
Hudzaifah meriwayatkan banyak hadits dari Nabi shalallahu’alaihi wassalam dan beliau dikenal sebagai Shahibussir , karena Nabi shalallahu ‘Alaihi wassalam merahasiakan kepadanya nama-nama orang-orang munafik yang ingin mengadakan makar kepada Nabi shalallahu ‘alahihi wassalam ketika kepulangan beliau dari Tabuuk.
Hudzifah bin al-Yamaan ikut serta dalam perang Khondak dan setelahnya, juga ikut serta dalam menaklukkan Iraaq . Kholifah Umar bin al-Khaththab mengangkatnya sebagai gubernur kota Madaain dan terus tinggal disana hingga wafat tahun 36 H setelah empat puluh malam dari terbunuhnya kholifah Utsman bin Affan.
 Takhrij Hadits.
 Hadits ini diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab al-Ath’imah bab al-Akl Fi Inaa` Mufadhdhadh no.5426, 5632, 5633, 5831, 5837 dan Muslim, juz 6 hlm.136 dan 137 di kitab Libas) dan lain-lain.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abi Laila, Abdullah bin ‘Akim dan Abu Wail serta Qatadah dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu secara marfu’.
Penjelasan Kosa Kata Hadits.
 (لاَ تَشْرَبُوْا) : janganlah minum. Obyek pembicaraannya adalah untuk kaum lelaki yang hadir dimajlis tersebut, namun juga masuk seluruh lelaki dan wanita baik yang hadir maupun yang tidak.
(فِيْ صِحَافِهِمَا) kata ash-Shihaaf adalah bentuk plurals dari Shahfah (صحفة) yaitu bejana yang bisa digunakan untuk mengenyangkan lima orang. Nampaknya hal ini bukan tujuannya, karena bejana yang hanya cukup untuk seorang saja juga diharamkan dipakai untuk makan dan minum apabila terbuat dari emas dan perak.
(فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الآخِرَةِ) kalimat yang menjelaskan sebab larangannya. Pengertiannya adalah orang kafir adalah orang yang menggunakan bejana emas dan perak didunia; karena mereka tidak memiliki agama yang melarang hal tersebut, sehingga kalian wahai kaum muslimin dilarang meniru mereka dan hal itu untuk kalian diakhirat sebagai balasan karena kalian tidak menggunakannya didunia. Bejana emas dan perak tidak diberikan pada mereka diakherat sebagai balasan atas kemaksiatan mereka di dunia. Ada juga beberapa hadits lain yang menjelaskan hal ini, diantaranya:
1. Hadits al-Bara` bin ‘Azib yang diriwayatkan imam Muslim berbunyi:
أمرنا رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بسبع ونهانا عن سبع، ومنها: «وعن الشرب في الفضة، فإنه من شرب فيها في الدنيا لم يشرب فيها في الآخرة»
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan kami dalam tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara: diantaranya: dari minum dari bejana perak, karena siapa yang minum darinya di dunia tidak akan minum darinya di akherat.
2. Hadits Abu Hurairoh yang diriwayatkan imam an-Nasaai dan al-Hafizh ibnu Hajar menyatakan sanadnya kuat (Isnaduhu Qawi) berbunyi:
أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم قال: «من شرب في انية الفضة والذهب في الدنيا لم يشرب فيهما في الآخرة، وانية أهل الجنة الذهب والفضة»
Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Siapa yang minum dari bejana perak dan emas di Dunia maka tidak minum dari keduanya di akherat dan bejana ahli syurga adalah emas dan perak.
Inilah sebab larangan menggunakan bejana emas dan perak atas kaum muslimin. Lalu para ulama memberikan sebab lainnya yaitu:
  1. Itu adalah sarana kesombongan dan takabbur
  2. Ada memecah hati orang fakir.
Namun kedua sebab di atas lemah. Ibnul Qayyim menyatakan:
والصواب أن العلة ـ والله أعلم ـ ما يكسب استعمالها القلب من الهيئة والحالة المنافية للعبودية منافاة ظاهرة، ولهذا علل النبي صلّى الله عليه وسلّم بأنها للكفار في الدنيا، إذ ليس لهم نصيب من العبودية التي ينالون بها في الآخرة نعيمها، فلا يصلح استعمالها لعبيد الله في الدنيا، وإنما يستعملها من خرج عن عبوديته ورضي بالدنيا وعاجلها من الآخرة
Yang benar bahwa sebab pelarangan adalah semua bentuk dan keadaan yang bertentangan dengan ubudiyah secara jelas yang didapatkan kalbu dengan menggunakannya. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan sebab larangannya adalah bejana tersebut buat orang kafir didunia; karena mereka tidak memiliki bagian dari ubudiyah yang menjadi sebab mendapatkan kenikmatan di akherat. Sehingga penggunaannya tidak pas bagi hamba-hamba Allah didunia. Yang menggunakannya hanyalah orang yang keluar dari sikap ubudiyah dan ridha dengan dunia serta mendahulukannya dari akherat. (Zaad al-Ma’ad 4/351).
Pengertian Umum Hadits.
Hadits yang mulia ini dibawakan al-Haafizh ibnu Hajar disini untuk memberikan pengertian larangan berwudhu dan bersuci dengan bejana-bejana emas dan perak dengan menganalogikan pada penggunaannya untuk makan dan minum. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa orang yang makan dan minum menggunakan bejana emas dan perak dilarang karena menyerupai (Tasyabbuh) dengan penggunaan orang-orang kafir. Bagi yang tetap menggunakannya maka dapat balasan diharamkan baginya bejana emas dan perak di akherat nanti.
Para ulama sepakat dalam mengharamkan makan dan minum menggunakan bejana emas dan perak, sedangkan untuk selain makan dan minum masih diperselisihkan para ulama pengharamannya.
Faedah hadits.
1.  Hadits ini menunjukkan larangan makan dan minum pada bejana emas dan perak dan larangan ini bersifat haram. Sebab pengharamannya adalah larangan meniru orang kafir. Oleh karena itu syeikhul Islam ibnu Taimiyah menyatakan:
(وَلِهَذَا كَانَ الْعُلَمَاءِ يَجْعَلُوْنَ اتِّخَاذَ الْحَرِيْرِ وَأَوَانِي الذَّهَبِ وَاْلفِضَّةِ تَشَبُّهاً بِالْكُفَارِ)
Oleh karena itu para ulama menjadikan penggunaan sutera dan bejana emas dan perak sebagai tasyabbuh (meniru) orang-orang kafir. (Iqtidha’ ash-Shirat al-Mustaqim 1/322).
Imam an-Nawawi menyatakan: Telah ada ijma’ tentang pengharaman makan dan minum pada keduanya (bejana emas dan perak) dan semua penggunaan yang semakna dengan makan dan minum. (Taudhih al-Ahkaam 1/116)
2.  Hukum ini berlaku untuk lelaki dan wanita.
3.  Tidak ada perbedaan antara bejana yang besar dan yang kecil atau makan yang banyak darinya dan makan sedikit darinya walaupun hanya sedikit air di sendok emas dan perak. Semuanya hukumnya haram. (lihat fathuljalaal wal Ikraam 1/118).
4.  Indah dan bagusnya pengajaran Rasululah shalallahu ‘alaihi wasallam. Hal itu karena beliau menjelaskan sebab hukum ketika menyampaikan hukumnya. Penjelasan sebab larangan memberikan ketenangan dan kepuasan hati. Juga menjelaskan ketinggian syariat sehingga terfahami bahwa setiap hukum memiliki sebab hukum (illah). Ini adalah cara pengajaran dan pendidikan yang indah dan hebat. (lihat fathuljalaal 1/118)
5.  Hadits ini tidak bermaksud menghalalkan penggunaan bejana emas dan perak untuk orang kafir didunia. Namun maksudnya adalah menjelaskan keadaan mereka. (at-taudhih 1/116).
6.  Hukum asalnya dalam masalah menyelisihi orang kafir adalah wajib selama tidak ada dalil yang membolehkan tidak menyelisihinya.
7.  Seorang tidak boleh putus asa atas perkara dunia yang telah hilang dan tidak bisa dinikmatinya, karena mukmin akan mendapatkannya diakherat.
8.  Penetapan adanya akherat dan kenikmatan padanya.
Masaail hadits.
         – Apakah Larangan Menggunakan Bejana Emas dan perak khusus Untuk Makan dan Minum Saja atau Bersifat Umum.?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini dalam dua pendapat:
Pendapat pertama: mengharamkan semua jenis penggunaan bejana emas dan perak. inilah pendapat mayoritas Ulama.
Dengan alasan keumuman hadits dan pengertian sebab larangan yang mencakup itu semua. Dibedakan antara lelaki dan wanita hanyalah pada penggunaan perhiasan emas karena tujuan untuk berhias buat para suami dan tampil cantik. Imam al-Qurthubi dalam al-Mufhim Syarhu Shahih Muslim menyatakan:
(الْحَدِيْثُ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِ اسْتِعْمَالِ أَوَانِي الذَّهَبِ وَاْلِفضَّةِ فِي الأَكْلِ وَالشُّرْبِ، وَيَلْحَقُ بِهِمَا مَا فِيْ مَعْنَاهُمَا، مِثْلُ: التّطَيُّبِ وَالتَّكَحُّلِ، وَمَا شَابَهَ ذَلِكَ، وبتحريم ذلك قال جمهور العلماء سلفاً وخلفاً..)
“Hadits ini menyatakan haramnya penggunaan bejana-bejana emas dan perak dalam makan dan minum dan dimasukkan dalam hukum keduanya perkara yang semakna dengannya, misalnya: Untuk wewangian, alat bercelak dan sejenisnya. Pengharaman ini adalah pendapat mayoritas ulama salaf dan kholaf .” (5/345)
Dalam hadits ini dikhususkan penyebutan kata makan dan minum karena itulah yang umumnya digunakan, bukan untuk pengkhususan pada kedua hal ini saja. sehingga larangan manusia menggunakannya untuk makan dan minum yang menjadi kebutuhan terbesar, maka yang dibawahnya dari sisi penggunaannya lebih pas lagi dilarang.
Mereka menyatakan bahwa Penyebutan lafazh makan dan minum dalam hadits ini adalah karena umumnya penggunaan bejana emas dan perak untuk itu, seperti firman Allah Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS an-Nisaa’/4: 10).
dan firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(QS alimron/3: 130).
Dalam ayat-ayat di atas yang dilarang lebih umum dari sekedar memakannya. Demikian juga pada penggunaan emas dan perak.
Hal ini dikuatkan dengan sebab pelarangan menurut pendapat ini tidak terbatas hanya dalam makan dan minum saja bahkan lebih dari itu, sebab Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الآخِرَةِ
Karena sesungguhnya yang seperti itu adalah untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan buat kamu di akhirat.” (Muttafaq ‘alaihi).
Orang kafir menikmati penggunaan emas dan perak untuk makan dan minum serta yang lainnya, sebagaimana juga kaum mukminin di syurga menggunakan bejana emas dan perak untuk makan dan minum serta yang lainnya, tidak terbatas pada makan dan minum saja.
Pendapat ini dirojihkan oleh ibnu Hajar, syeikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Syeikh Abdul Aziz bin Baaz, dan Syeikh Abdullah bin Abdirrahman al-Basaam dalam Taudhih al-Ahkam.
Syeikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menyatakan: Semua bejana mubah kecuali bejana emas dan perak dan campurannya. (Minhajus Salikin hlm 34).
Beliaupun menyatakan dalam kitab al-Qawaa’id wal Furuq (hlm 155) : Penggunaan emas dan perak ada tiga keadaan:
  1. Digunakan untuk bejana dan sejenisnya maka ini diharamkan untuk lelaki dan wanita
  2. Digunakan untuk dipakai maka ini halal bagi wanita tanpa lelaki.
  3. Penggunaan pada pakaian perang dan alat senjatanya maka ini diperbolehkan sampai untuk lelaki juga.
Syeikh al-Basaam menyatakan: Larangan penggunaan bejana-bejana emas dan perak dalam makan dan minum umum mencakup semua penggunaannya dalam semua kemanfaatan kecuali ada dalil yang mengizinkannya. (at-taudhih 1/116).
Pendapat kedua: Larangan khusus untuk makan dan minum saja Adapun penggunaan diluar keduanya seperti buat wewangian, celak, wudhu dan mandi serta yang lainnya maka diperbolehkan. Inilah pendapat sebagian ulama diantaranya imam asy-Syaukani, ash-Shan’ani dan Syeikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin. Pendapat ini mengambil makna tekstual dari hadits. Mereka menyatakan: karena Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam melarang dari sesuatu yang tertentu dan khusus yaitu makan dan minum padanya. Hal ini menunjukkan selain keduanya diperbolehkan. Seandainya menginginkan larangan bersifat umum tentulah beliau melarangnya dan tidak mengkhususkan hal itu dengan makan dan minum. Juga karena makan dan minum padanya secara umumnya ada penampakan rasa bangga diri dan sombong. Demikian juga mereka berargumen dengan hadits dari Utsman bin Abdillah bin Muhib yang menyatakan:
أَرْسَلَنِي أَهْلِي إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ فجاءت بجلجل من فضة فِيهِ شَعَرٌ مِنْ شَعَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ إِذَا أَصَابَ الإِنْسَانَ عَيْنٌ أَوْ شَيْءٌ بَعَثَ إِلَيْهَا مِخْضَبَهُ، فَاطَّلَعْتُ فِي الجُلْجُلِ، فَرَأَيْتُ شَعَرَاتٍ حُمْرًا
Keluargaku mengirimku ke pada Ummu Salamah Istri Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam membawa segelas air. Lalu Ummu Salamah membawa bejana dari perak berisi rambut Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam. Apabila ada orang yang terkena penyakit ‘ain atau sejenisnya maka ia mengirim bejananya kepada Ummu salamah. Lalu aku lihat dalam sejenis lonceng dan aku dapati rambut-rambut berwarna merah. (HR al-Bukhori).
Hadits ini menunjukkan bolehnya menggunakan bejana perak untuk selain makan dan minum. Ummu salamah sendiri adalah perawi hadits larangan ini sebagaimana pada hadits kedua dari bab bejana ini.
Imam asy-Syaukani rahimahullah menyatakan:
(وَقِيَاسُ سَائِر الاِسْتِعْمَالَاتِ عَلَى الأَكْلِ وَالشُّرْبِ قِيَاسٌ مَعَ الْفَارِقِ، فَإِنَّ عِلَّةَ النَّهْيِ عَنِ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ، هِيَ التَّشَبُّهُ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ حَيْثُ يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِآنِيَةٍ مِنْ فِضَّةٍ، وَذَاكَ مَنَاطٌ مُعْتَبَرٌ لِلشَّارِعِ، كَمَا ثَبَتَ عَنْهُ (لَمَّا رَأَى رَجُلاً مَتَخَتَّماً بِخَاتَمٍ مِنْ ذَهَبٍ، فَقَالَ: «مَا لِيْ أَرَى عَلَيْكَ حُلِّيَةَ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟» أَخْرَجَهُ الثَّلاَثَةُ مِنْ حَدِيْثِ بُرَيْدَةَ..)
Analogi seluruh penggunaan bejana kepada makan dan minum adalah Qiyas (analogi) dengan perbedaan (tertolak), karena illah (sebab) larangan dari makan dan minum adalah tasyabbuh (meniru) ahli syurga yang dikelilingi dengan bejana perak. Ini adalah alasan mu’tabar secara syariat, sebagaiman ada dari beliau ketika melihat seorang memakai cincin dari emas maka beliau berkata: kenapa Aku melihat engkau memakai perhiasan ahli syurga? Hadits ini dikeluarkan oleh tiga imam (abu Dawud, at-tirmidzi dan an-Nasaa’i) dari hadits Buraidah. (Nailul Authar 1/83).
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: Boleh menggunakan bejana emas dan perak pada selain makan dan minum; karena larangannya hanya pada makan dan minum. Seandainya seorang menggunakan bejana emas dan perak untuk menyimpan obat-obatan atau menyimpan dirham (uang) atau kebutuhan lainnya selain makan dan minum, maka tidak mengapa. Hal itu karena Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam adalah orang yang paling fashih, paling ikhlas dalam nasehat dan paling pandai (berilmu), seandainya penggunaan emas dan perak pada selain makan dan minum dilarang tentulah beliau menjelaskannya dengan jelas dan gamblang sehingga tidak menyisakan permasalahan. Apalagi pernyataan Hudzaifah :
إِنِّي أُخْبِرُكُمْ أَنِّي قَدْ أَمَرْتُهُ أَنْ لَا يَسْقِيَنِي فِيهِ
Sesungguhnya aku beritahukan kepada kalian bahwa aku perintahkan untuknya agar tidak memberiku minum pada bejana tersebut.
Menunjukkan bahwa Hudzaifah memiliki bejana tersebut namun tidak menggunakannya untuk makan dan minum. Ini sudah jelas. Kita tidak sepatutnya apabila pembuat syariat menyampaikan sesuatu secara khusus lalu kita jadikan memiliki pengertian umum. (Fathul Jalaal 1/118).
Syeikh ibnu Utsaimin berkata: Yang benar adalah tidak haram kecuali pada makan dan minum. (Fathul jalal 1/120).
Dari keterangan diatas nampaknya yang rojih adalah pendapat kedua, karena kuatnya dalil dalam masalah ini.
        – Apakah Diperbolehkan Memiliki Bejana Emas dan Perak Tanpa Menggunakannya?
Tejadi perbedaan pendapat para ulama dalam masalah ini menjadi dua pendapat:
Pendapat pertama : Melarang, Inilah pendapat madzhab Malik (lihat al-Istidzkaar 26/270), Ahmad (Lihat Mathaalib Ulin-Nuhaa 1/55) dan mayoritas ulama syafi’iyah (lihat al-Majmu’ 1/308) serta mayoritas ulama.
mereka beralasan semua yang tidak boleh digunakan maka tidak boleh dimiliki, seperti alat-alat musik dan Khamr (miras) dan selainnya. juga karena memilikinya menjadi sarana untuk menggunakannya dan sarana memiliki hukum tujuan. Serta sebab hukum yang ada dalam pemakaian tetap ada dalam kepemilikan, bahkan lebih berat lagi; karena memiliki bejana tanpa menggunakannya sama sekali adalah membuang-buang harta.
Pendapat kedua: Memperbolehkan kepemilikian bejana emas dan perak. Inilah pendapat Abu Hanifah (lihat Hasyiyah Ibnu Abidin 6/342), satu pendapat dalam madzhab Malikiyah (lihat Hasyiyah ash-Shaawi ‘ala asy-Syarhul Shaghir 1/61) dan satu pendapat dari imam Syafi’i (lihat al-Majmu’ 1/308) dan satu riwayat dari Ahmad (lihat al-Furu’ 1/97).
Mereka beralasan karena nash syariat hanya melarang penggunaannya dan tidak melarang kepemilikannya.
Inilah pendapat yang rojih Insya Allah karena kuatnya dalil pengkhususan larangan hanya pada makan dan minum saja. Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi

===============
Oleh : Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

FIQIH HADITS

1. Makan dan minum dengan memakai piring dan gelas dari emas dan perak hukumnya haram. Zhahir hadits menunjukkan dosa besar, karena orang yang melakukannya diancam dengan api neraka Jahannam.

2. Menurut zhahir hadits, larangan tersebut hanya terbatas pada makan dan minum saja. Adapun menggunakan bejana emas dan perak untuk yang selain keduanya, seperti: berwudhu dari bejana emas dan perak, tidak terkena larangan tersebut, walaupun sebagian ulama memasukkannya ke dalam larangan. Misalnya, seperti Al Hafizh Ibnu Hajar. Oleh karena itu, beliau menurunkan kedua hadits tersebut dalam bab bejana sesuai dengan mazhabnya. Padahal, bukankah lebih tepat, jika kedua hadits di atas diturunkan dalam kitab makanan?! Mazhab beliau bersama sebagian ulama lainnya adalah mazhab yang lemah dalam masalah ini, karena tidak datangnya dalil, kecuali tentang larangan makan dan minum dari bejana emas dan perak. Inilah mazhab sebagian ulama seperti Shan’ani dalam kitab Subulus Salam dan Asy Syaukani ddalam Nailul Authar dan ulama-ulama lainnya.
3. Zhahir hadits, juga membolehkan menggunakan bejana selain emas dan perak untuk makan dan minum, seperti dari mutiara dan lain-lain.
4. Apakah ‘illat (sebab) larangan di atas hanya semata-mata menggunakan bejana emas dan perak untuk makan dan minum, atau karena tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir? Yang benar, yang pertama karena syara’ (agama) tidak melarang menggunakan bejana emas dan perak untuk selain makan dan minum. Dan syara’ juga tidak melarang makan dan minum selain dari bejana emas dan perak, yang kadang-kadang lebih berharga dari emas dan perak.
5. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Untuk mereka di dunia (yakni makan dan minum dari bejana emas dan perak) dan untuk kamu di akhirat”. Telah dijadikan alasan oleh sebagian ahli ushul, bahwa orang-orang kafir tidak terkena perintah dan larangan syara’ (agama), kecuali perintah agar mereka beriman dan meninggalkan kekufurannya.
Masalah ini memang telah diperselisihkan oleh para ulama. Akan tetapi, pendapat diatas sangat lemah sekali karena bertentangan dengan nash Al Quran dan Hadits; bahwa orang-orang kafir pun terkena perintah dan larangan agama, seperti: shalat, zakat dan perintah agama lainnya, atau larangan makan dan minum dari bejana emas dan perak seperti ditunjukkan oleh dua hadits di atas dan lain-lain.
Jadi, selain dosa kekufuran, mereka pun berdosa karena meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan. Firman Allah,
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ
Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka) Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (Al Mudatsir : 42, 43).

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top