عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ كَانَ مِنَ الأَنْصَارِ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو شُعَيْبٍ ، وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لَحَّامٌ فَقَالَ اصْنَعْ لِى طَعَامًا أَدْعُو رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَامِسَ خَمْسَةٍ ، فَدَعَا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَامِسَ خَمْسَةٍ ، فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ خَمْسَةٍ وَهَذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا ، فَإِنْ شِئْتَ أَذِنْتَ لَهُ ، وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتَهُ »
“Dari Abu Mas’ud Al Anshori, ia berkata bahwa ada seseorang dari kalangan Anshor yang bernama Abu Syu’aib. Ia memiliki anak yang menjadi seorang penjual daging. Ia katakan padanya, “Buatkanlah untukku makanan dan aku ingin mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk jatah lima orang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diundang dengan jatah untuk lima orang, namun ketika itu ada seseorang yang ikut bersama beliau. Kala itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau telah mengundang kami untuk jatah lima orang, sedangkan orang ini mengikuti kami. Jika engkau mau, izinkan dia untuk ikut. Jika tidak, ia bisa pulang.” (HR. Bukhari no. 5434 dan Muslim no. 2036).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Disyari’atkannya mengundang orang lain untuk bertamu di rumahnya, lebih ditekankan lagi jika memiliki hajat penting.
2- Siapa saja yang telah membuatkan makanan untuk orang lain, ia punya dua pilihan: (a) mengantar ke rumah orang yang hendak diberi makanan, (b) mengundang makan di rumah yang membuatkan makanan.
3- Boleh mengajak orang lain jika diundang, namun dengan seizin dan keridhoan pihak pengundang.
4- Disunnahkan bagi para pemimpin untuk memenuhi undangan rakyat yang berada di bawahnya.
5- Siapa saja yang membuatkan makanan untuk orang banyak, maka sesuaikanlah dengan kemampuannya dan ia boleh membatasi yang diundang makan. Namun bagi yang punya rezeki berlebih, hendaklah tidak membatasi.
6- Jika yang diundang membawa rekan lainnya, maka hendaklah ia meminta izin pada pihak pengundang, apalagi jika undangannya sebenarnya khusus pada person tertentu.
7- Boleh saja tuan rumah atau yang mengundang menolak orang lain yang tidak diundang untuk ikut. Dan yang tidak diizinkan atau ditolak, harus terima dengan lapang dada.
8- Kata Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin bahwa boleh saja seseorang tidak mengizikan seseorang bertamu di rumahnya saat ia sedang sibuk. Dan yang ditolak untuk bertamu saat itu mesti lapang dada atas penolakan tersebut.

Referensi:
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H.
Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon Riyadh, cetakan ketiga, tahun 1427 H.
Muhammad Abduh Tuasikal

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top