19 - وَعَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ -
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، قَالَ: «قُلْت: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إنَّا بِأَرْضِ
قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ، أَفَنَأْكُلُ فِي آنِيَتِهِمْ؟ قَالَ: لَا تَأْكُلُوا
فِيهَا، إلَّا أَنْ لَا تَجِدُوا غَيْرَهَا، فَاغْسِلُوهَا، وَكُلُوا فِيهَا»
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
19. Dari Abu Tsa’labah al Khusyani ia berkata, “Aku
bertanya, “Wahai Rasulullah , sesungguhnya kami berada pada negeri ahli
kitab, bolehkah kami makan pada bejana mereka?’ beliau menjawab,
“Janganlah kamu makan padanya, kecuali jika kalian tidak mendapatkan yang
lain, maka cucilah (bejana mereka) kemudian makanlah padanya.”
(Muttafaq
alaih)
[Shahih: Al Bukhari 5478, Muslim
1930]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Biografi Perawi
Abu Tsa’labah al Khusyani, dinisbatkan kepada Khusyain bin an
Namir dari Qudha’ah. namanya Jurhum bin Nasyib, ia lebih terkenal dengan julukan
yang diberikan padanya. Ia membaiat Rasulullah pada Baiat ar Ridhwan.
Rasulullah memberikan bagian kepadanya pada perang Khaibar dan mengutusnya
kepada kaumnya, lalu mereka pun masuk Islam. Ia berpindah ke Syam dan meninggal
dunia di sana pada tahun 57 H, dan ada yang berpendapat yang lain tentang tahun
meninggalnya.
Tafsir Hadits
Hadits ini dijadikan dalil najisnya bejana ahli kitab. Apakah
karena najisnya makanan mereka, ataukah karena mereka makan babi dan minum
khamar (arak) padanya, ataukah karena dimakruhkan? Yang mengatakan najisnya
makanan orang kafir adalah Al Hadawiyah dan Al Qasimiyah, dan didukung oleh Ibnu
Hazm. Mereka juga berdalil dengan zhahirnya firman Allah :
{إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ
نَجَسٌ}
“Sesungguhnya orang-orang yang Musyrik itu najis.”
(QS. At-Taubah [9]: 28)
Dan ahli kitab disebut orang musyrik, karena mereka
mengatakan bahwa Isa adalah putra Allah, dan Uzair adalah putra Allah.
Selain mereka dari Ahlul Bait seperti Al Mu’ayyid dan yang
lainnya berpendapat mengenai sucinya makanan mereka, dan ini yang benar
berdasarkan firman Allah :
{وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ}
‘makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al Kitab
itu halal bagimu dan makanan kamu halal pula bagi mereka.” (QS. Al-Maidah
[5]: 5)
Dan bahwa Nabi berwudhu dari tempat bekal
seorang musyrik. Juga berdasarkan hadits Jabir yang diriwayatkan oleh ahmad dan
Abu Daud:
«وَكُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَنُصِيبُ مِنْ آنِيَةِ الْمُشْرِكِينَ
وَأَسْقِيَتِهِمْ وَلَا يَعِيبُ ذَلِكَ عَلَيْنَا»
“Kami pernah bersama Rasulullah , lalu mendapatkan bejana
dan tempat minum orang musyrik, dan beliau tidak mencela hal itu atas kami.”[Shahih: Shahih Abu Daud
3838]
Ahmad meriwayatkan dari hadits Anas, bahwa Rasulullah diajak oleh seorang Yahudi kepada jamuan makanan roti yang terbuat dari gandum
yang telah berubah.
[Musnad Ahmad 3/210]
Dalam Al Bahr ia berkata, “Seandainya makanan mereka
haram, niscaya beliau menyuruh untuk menjauhinya lantaran minimnya jumlah kaum
Muslimin ketika itu. Dan banyaknya mereka menggunakannya pasti tidak lepas dari
pakaian dan makanan mereka. Kebiasaan semacam ini perlu adanya penentuan
hukum.
Mereka berkata, “Hadits Abu Tsa’labah tidak berarti
dimakruhkannya makan pada bejana mereka lantaran kotoran, karena jika najis,
beliau tidak akan mensyaratkan ketiadaan yang lain, sebab bejana yang bernajis
dan juga benda lainnya setelah menghilangkan najisnya adalah sama-sama tidak
bernajis, atau untuk menutup kemungkinan agar tidak jatuh kepada haram, atau
karena ia najis lantaran apa yang dimasak di dalamnya bukan karena makanan
mereka, sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat Abu Daud dan Ahmad dengan
lafazh:
«إنَّا نُجَاوِرُ أَهْلَ الْكِتَابِ وَهُمْ
يَطْبُخُونَ فِي قُدُورِهِمْ الْخِنْزِيرَ وَيَشْرَبُونَ فِي آنِيَتِهِمْ
الْخَمْرَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: إنْ
وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا»
“Sesungguhnya kami hidup di sekitar Ahli Kitab dan mereka
memasak babi dalam panci mereka, minum khamar dalam bejana mereka, maka
Rasulullah bersabda, “Jika kalian mendapatkan yang lainnya.”[Shahih: Abu Daud 3839]
Haditsnya yang pertama mutlak, sedang yang ini
muqayyad (terikat atau khusus) dengan bejana yang di dalamnya dimasak dan
diminum apa yang telah disebutkan, maka yang mutlak ditinggalkan lalu
mengamalkan yang muqayyad. Adapun ayat, maka najis menurut bahasa adalah
yang dianggap kotor, lebih umum dari pengertian menurut syariat. Ada yang
berpendapat bahwa maknanya adalah yang bernajis, karena mereka disertai
kemusyrikan yang sama dengan najis, juga karena mereka tidak bersuci, tidak
mandi dan tidak menjauhi berbagai najis yang bercampur dengan mereka, olehnya
itu maka dipadukanlah antara hadits ini dengan ayat Al Maidah dan hadits-hadits
tersebut sesuai dengan hukumnya, dan ayat Al Maidah lebih jelas maksudnya.
=========
=========
Kandungan hadits :
. Larangan makan menggunakan wadah-wadah milik ahli kitab, dimana mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena mereka tidak menghindari sesuatu yang najis, bahkan mereka meletakan di dalamnya minuman keras atau daging babi. Maka sikap hati-hati adalah dengan menjauhi perabotan mereka.
. Perabotan milik orang-orang musyrik dan orang non muslim lainnya lebih utama untuk dilarang. Hal tersebut karena Ahli kitab lebih mendekati kebenaran. Mereka memiliki ajaran samawi, sementara non muslim lainnya maka mereka lebih jauh dari ahli kitab dan dari ajaran agama-agama. Mereka lebih dekat kepada najis.
. Apabila seorang muslim membutuhkan untuk memakai suatu perabotan namun tidak mendapatkan kecuali milik orang kafir tersebut, maka ia boleh menggunakannya setelah mencucinya terlebih dahulu hingga yakin dengan kesuciannya.
. Dibolehkan tukar menukar kepentingan dengan orang-orang non muslim, karena hal ini tidak lain kecuali sekedar muamalat dan menyampaikan hak-hak tetangga, kerabat dan yang sepadan saja. Yang penting tidak ada kecendrungan hati dan tunduk pada akidah mereka.
. Toleransi dan kemudahan syariat. Hal tersebut karena yang wajib bagi manusia menjauhkan diri dari sesuatu yang meragukan berdasarkan hadits
دع ما يريبك إلى ما لا يرييك
” tinggalkanlah apa yang meragukanmu, dan beralihlah kepada yang tidak meragukanmu “
Apabila seseorang membutuhkan kepada sesuatu yang belum jelas keharamnnya, maka tidak boleh menghindar. Dengan demikian di bolehkah menggunakan sesuatu yang bersih secara khusus.
. Dalam hadits ini terkandung dalil mengenai najisnya khomer. Didalam sebuah riwayat dari Imam Muslim di dalam kitab shohihnya disebutkan :
” Sesungguhnya kami bertetangga dengan orang ahli kitab. Mereka memasak daging babi dengan perak-perak mereka dan minum khomer dengan wadah-wadah mereka. _Rasulullah bersabda,
إن وجدتم غيرها فكلوا فيها واشربوا فيها وإن لم تجدوا غيرها فارحضوها -اغسلواها- بالماء وكلوا واشربوا
” seandainya kalian jumpai yang lain, maka makan dan minumlah di dalamnya dan apabila kalian tidak menjumpainya, maka cucilah ia dengan air lalu makan minumlah dengannya ”
0 comments:
Post a Comment