17 - وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - «دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طَهُورُهَا» صَحَّحَهُ ابْنُ
حِبَّانَ.
17. Dari Salamah bin Al Muhabbiq ia berkata, Rasulullah bersabda,
‘Dengan menyamak kulit bangkai maka dapat menyucikannya.’
(dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
[Shahih: Shahih Al Jami'
3360]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi Perawi
Salamah bin Al Muhabbiq adalah seorang shahabat, termasuk
dari kalangan orang-orang Bashrah. Putranya yang bernama Sinan meriwayatkan
hadits darinya dan Sinan juga seorang shahabat.
Tafsir Hadits
Menurut Ahmad, Abu Daud, An Nasa'i, Al Baihaqi dan Ibnu
Hibban dari Salamah dengan lafazh:
«دِبَاغُ الْأَدِيمِ ذَكَاتُهُ»
‘Dengan menyamak kulit berarti dapat
menyucikannya’
[Shahih: Shahih Abu Daud
4125]
Dalam lafazh lain:
«دِبَاغُهَا ذَكَاتُهَا»
‘Menyamaknya dapat mensucikannya’
Yang lainnya:
«دِبَاغُهَا طَهُورُهَا»
‘Menyamaknya dapat mensucikannya’
Lafazh lain:
«ذَكَاتُهَا دِبَاغُهَا»
Kesucian dengan menyamaknya
Yang lain lagi:
«ذَكَاةُ الْأَدِيمِ دِبَاغُهُ»
Kesucian kulit dengan menyamaknya.
Dalam bab ini banyak hadits semakna yang menunjukkan apa yang
telah disebutkan hadits Ibnu Abbas.
Menyamakan antara menyamak dengan menyembeli sebagai
pemberitahuan bahwa menyamak kulit kambing untuk menyucikannya sama kedudukannya
dengan menyembelih dalam menjadikannya halal, karena dengan menyembelih dapat
menyucikannya dan halal untuk dimakan.
==============
==============
Kandungan hadits :
. Diharamkan minum dengan wadah yang terbuat dari perak. Demikian juga dengan emas, bahkan lebih utama. Banyak teks-teks hukum menyebutkan sesuatu dan membiarkan sesuatu serta hal yang lebih utama darinya. Hal tersebut termasuk mencakup seperti firman Allah
” Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas ( QS. An-Nahl : 81 ) maksudnya musim dingin itu lebih utama.
. Ancaman yang keras bagi orang yang minum minuman dari wadah yang terbuat dari perak dan emas, maka siksanya sangat berat.
. Di dalam hadits ada ketetapan balasan amal perbuatan di akhirat dan menetapkan adanya siksa neraka di hari kiamat kelak. Ini adalah perkara yang wajib diyakini dan sudah menjadi maklum adanya.
. Di dalamnya dinyatakan bahwa balasan amal perbuatan harus sesuai dengan perbuatan itu sendiri. Dan ini bagi yang mengikuti hawa nafsu dan menikmati minuman dengan wadah terbuat dari perak, dimana ia akan meneguk siksa neraka jahanam bersama wadah-wadah tersebut dari tubuhnya yang telah menikmati maksiat di dunia. Demikianlah balasan perbuatan sesuai dengan jenis perbuatannya.
. Perbedaan pendapat diantara para ulama dalam hal ini adalah mengenai illat yang karena illat tersebutlah diharamkan menggunakan emas dan perak. Sebagian ulama berpendapat bahwa illatnya adalah kesombongan dan menyinggung perasaan orang-orang miskin.
Sebagian ulama lagi mengatakan bahwa hal itu merupakan pendidikan akhlak. Agama Islam menjaga seorang muslim dari keburukan moral dan sikap bermewah-mewahan yang merusak.
Sebagian ulama lain memandang keduanya sebagai mata uang. Emas dan perak merupakan perhitungan standar internasional untuk yang yang dapat menghasilkan berbagai kepentingan dan kebutuhan lainnya. Mengambil dan menggunakan emas dan perak sebagai wadah-wadah dan hadiah serta hal lainnya berarti merusak gerakan perdagangan dan mengabaikan nilai-nilai kebutuhan dan hal-hal darurat tanpa ada kepentingan yang lebih besar.
===========
Fawaid hadits:
Hadits ini menunjukkan bahwa kulit apabila telah disamak maka ia menjadi suci, namun apakah semua kulit binatang menjadi suci bila disamak? Yang rajih adalah bahwa yang menjadi suci hanya kulit binatang yang halal di makan dagingnya.
Adapun binatang yang tidak halal dimakan, tidak menjadi suci dengan disamak, berdasarkan riwayat: “Penyamakan kulit binatang adalah penyembelihan untuknya”. (HR Muslim).
Dalam hadits ini, Nabi menyamakan penyamakan dengan penyembelihan, sedangkan binatang buas tetap tidak halal walaupun disembelih.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa hadits penyamakan kulit sudah dimansukh oleh hadits: “Abdullah bin Ukaim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menulis surat ke kabilah Juhainah: Dahulu aku memberikan keringanan kepada kalian mengenai kulit bangkai, apabila suratku ini telah sampai maka janganlah kalian menggunakan ihab”. (Abu Dawud). Namun hadits ini dijawab: bahwa yang dilarang oleh Nabi adalah ihab, dan ihab adalah kulit yang belum disamak”.
#################################################################################
18 - وَعَنْ مَيْمُونَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
- قَالَتْ: «مَرَّ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِشَاةٍ
يَجُرُّونَهَا، فَقَالَ: لَوْ أَخَذْتُمْ إهَابَهَا فَقَالُوا: إنَّهَا مَيْتَةٌ،
فَقَالَ: يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ» أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد
وَالنَّسَائِيُّ.
18. Dari Maimunah ia berkata, Rasulullah melewati
seekor kambing yang mereka seret, maka beliau bersabda,
“Bagaimana jika
kalian mengambil kulitnya?’
mereka menjawab, ‘Sesungguhnya ia telah menjadi
bangkai.’ Maka beliau bersabda, “(bangkai itu) dapat disucikan dengan air dan
menyamaknya.”
(HR. Abu Daud dan An Nasa'i)
[Shahih: Shahih Al Jami'
5234]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi Perawi
Maimunah adalah Ummul Mukminin, Maimunah binti Al Harits Al
Hilaliyah. Namanya semula adalah Barrah, lalu diganti oleh Rasulullah dengan
Maimunah. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Dzul Qa’dah tahun ketujuh
pada Umrah Al Qadhiyah, wafat tahun 61 H. Ada yang mengatakan tahun 51H, yang
lain mengatakan tahun 66H, dan yang lainnya lagi mengatakan selain itu. Dia
adalah bibi Ibnu Abbas dan Rasulullah tidak menikah lagi setelah menikah
dengannya.
Tafsir Hadits
Dalam lafazh lain menurut Ad Daruquthni dari Ibnu Abbas
«أَلَيْسَ فِي الْمَاءِ وَالْقَرَظِ مَا
يُطَهِّرُهَا»
“Bukankah pada air dan menyamak dapat
mensucikannya?”
[Sunan Ad Daruquthni
1/42]
Adapun riwayat:
«أَلَيْسَ فِي الشَّثِّ وَالْقَرَظِ مَا
يُطَهِّرُهَا»
“Bukankah pada asy-syats (jenis pohon) dan menyamak dapat
menyucikannya.”
An Nawawi berkata, “sesungguhnya hadits dengan lafazh ini
batil dan tidak ada asalnya.”
Dalam syarh Muslim ia berkata, “Boleh menyamak dengan
sesuatu yang dapat menyerap kotoran-kotoran kulit dan membuatnya harum, serta
menjaganya dari terjadinya kerusakan, seperti asy-syats (jenis pohon).” Ia
melanjutkan, bahwa ia termasuk mutiara yang dijadikan oleh Allah di bumi
menyerupai logam. Al Jauhari berkata, “sesungguhnya pohon itu baunya wangi,
rasanya pahit, dapat digunakan menyamak dan menguliti buah delima dan
obat-obatan yang suci. Tidak dapat disucikan dengan matahari kecuali menurut Al
Hanafiyah, dan juga tidak dapat disucikan dengan tanah, debu, garam mnrt
pendapat yang paling shahih.
============
============
Kandungan hadits :
. Proses penyamakan itu dapat menyucikan kulit. Ini berdasarkan sabda beliau, jika kulit itu telah disamak maka dianggap suci ” akan tetapi proses penyamakan harus bisa menghilangkan busuk dan bau yang tidak enak. Jika tidak menghilangkan hal itu, maka proses penyamakan tidak memberikan manfaat sama sekali.
. Secara zhahir, hadits ini menunjukan bahwa kulit apapun jika telah disamak maka dianggap suci, bahkan jika itu kulit anjing sekalipun. Akan tetapi pendapat yang kuat bahwa keumuman ini berlaku dari sisi maknawi saja, sesuai dengan sifat yang ada didalamnya. Sehingga tidak berlaku secara khusus untuk kulit itu saja.
Berdasarkan hal ini, maka sabda beliau jika kulit itu telah disamak maksudnya adalah kulit yang.
. Faidah dari hadits yang berasal dari riwayat al-arba’ah yang merupakan penulis kitab As-Sunnan, kulit apapun menunjukan jika isyarat dengan huruf alif lam pada kata الإهاب [ kulit ] itu menunjukan keumuman, sehingga tidak boleh ada yang mengatakan jika alif lam di situ menunjukan kriteria khusus. Sehingga kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kulit apapun yang sejenis dengan kulit ini, akan menjadi suci setelah melewati proses penyamakan.
. Petunjuk bahwa najis itu dapat dihilangkngkan dengan cara apapun. Oleh karena itu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menjelaskan alat yang dapat digunakan untuk menyucikan kulit bangkai, kecuali dengan samak. Jika engkau mencucinya dengan air laut sekalipun, maka tidak akan menjadi suci sampai engkau samak; karena najisnya kulit itu tidak akan hilang kecuali dengan hal ini. Maka dari sini kita bisa ketahui bahwa yang dimaksud dengan menghilangkan najis adalah menghilangkannya dengan cara apapun.
. Semangat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam menjaga harta dan tidak menyia-nyiakannya. Dimana beliau menawarkan kepada para shahabat untuk melakukan proses penyamakan atas kulit bangkai tadi, sehingga bisa didapatkan manfaatnya. Oleh karena itu beliau berkata, “Seandainya kalian mengambil kulit hewan tersebut”.
. Bagusnya metode yang ditempuh Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dimana beliau tidak langsung memerintahkan mereka untuk mengambil kulit itu. Beliau tahu bahwa mereka tidak mengambil kulit itu, karena ada unsur jijik yang mereka rasakan. Mereka memiliki sedikit keengganan. Oleh karena itulah, beliau menawarkan hal tersebut kepada mereka dengan mengatakan, “Seandainya kalian mengambil kulit hewan tersebut”.
. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengetahui hal yang ghaib. Ini bisa kita lihat pada perkataan shahabat, “itu adalah bangkai”.
. Proses penyamakan kulit itu bisa dilakukan dengan air dan daun akasia ini menunjukan diperbolehkannya menggunakan kulit yang telah disamak untuk sesuatu yang kering atau yang basah, untuk susu, lauk yang berkuah atau yang lainnya.
==============
Fawaid:
1. Bangkai kambing dapat dimanfaatkan kulitnya dengan cara disamak.
2. Dikiyaskan kepada kambing semua binatang yang halal dimakan.
3. Semua bagian bangkai yang tidak berhubungan dengan darah, maka hukumnya suci, seperti rambut, tulang, kuku, tanduk.
4. Menyamak kulit yang utama menggunakan air dan biji qaradz.
0 comments:
Post a Comment