39 - وَعَنْهُ، أَنَّهُ «رَأَى النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَأْخُذُ لِأُذُنَيْهِ مَاءً غَيْرَ الْمَاءِ الَّذِي أَخَذَهُ لِرَأْسِهِ» . أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ، وَهُوَ عِنْدَ مُسْلِمٍ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ بِلَفْظِ: «وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدَيْهِ» ، وَهُوَ الْمَحْفُوظُ

39. Dan darinya, ‘Bahwa ia melihat Nabi mengambil air untuk kedua tangannya selain air yang telah digunakannya untuk kepalanya. (HR. Al Baihaqi)

[Sunan Al Baihaqi 1/465]

Sedikit menurut Muslim dari jalur ini dengan lafazh: “Dan beliau mengusap kepalanya dengan air yang bukan dari sisa kedua tangannya.” Dan inilah yang lebih kuat.

[shahih Muslim 136]

Tafsir Hadits
Penulis menyebutkannya dalam At Talkhis dari Ibnu Daqiq Al Id, bahwa yang melihatnya dalam riwayat tersebut adalah dengan lafazh ini yaitu yang disebutkan oleh penulis, bahwa itu yang lebih kuat.

Penulis juga mengatakan, ‘Itulah yang terdapat dalam shahih Ibnu Hibban dan dalam riwayat At Tirmidzi.’ Dan tidak disebutkan dalam At Talkhis bahwa diriwayatkan oleh Muslim dan kami juga tidak melihatnya dalam Shahih Muslim.

Jika demikian, maka mengambil air baru untuk mengusap kepala adalah keharusan, dan itulah yang disebutkan dalam beberapa hadits. Hadits Al Baihaqi ini adalah dalil bagi Ahmad dan Asy-Syafi'i bahwa harus mengambil air baru untuk telinga, dan ini adalah dalil yang jelas.  

Dalam hadits-hadits yang telah lalu tidak disebutkan bahwa Nabi mengambil air baru. Tetapi tidak disebutkannya bukan berarti tidak dilakukan. Karena menurut para perawi dari kalangan shahabat, bahwa secara zhahir hadits; ‘Dan beliau mengusap kepala dan telinganya satu kali’, menunjukkan dengan air yang sama.

Juga berdasarkan hadits, ‘Kedua telinga adalah bagian dari kepala.” [shahih: Shahih Al Jami' 2765]

Akan tetapi dalam sanadnya terdapat komentar. Tetapi banyaknya jalan periwayatan sehingga saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Juga dikuatkan oleh hadits-hadits yang menyebutkan bahwa beliau mengusap keduanya (telinga dan kepala) dengan satu kali usapan. Hadits tersebut banyak sekali dari Ali RA, Ibnu Abbas, Ar Rabi’ dan Utsman. Semuanya sepakat bahwa beliau mengusapnya bersama telinga satu kali, yaitu dengan air yang sama, sebagaimana zhahirnya lafazh ‘satu kali’, karena jika beliau mengambil air baru untuk kedua telinganya, maka tidak tepat dikatakan bahwa beliau mengusap kepala dan kedua telinga satu kali. Meski dapat mengandung makna bahwa beliau tidak mengulangi mengusap keduanya, dan bahwa beliau mengambil air baru untuk keduanya, namun ini adalah kemungkinan yang sangat jauh.

Sedangkan takwil hadits, “bahwa beliau mengambil air selain yang digunakan mengusap kepalanya”, yang tepat adalah bahwa tidak ada lagi yang basah (air) tersisa pada tangan beliau yang cukup untuk mengusap kedua telinga, maka beliau mengambil air baru.

===========
Kandungan hadits :
1⃣. Bahwa Rasulullah mengusap kepalanya dan memasukan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua telinga. Lalu beliau mengusap bagian luar kedua telinga beliau dengan kedua ibu jarinya. Pada hadits ini tidak terdapat redaksi, ” beliau menggunakan air baru untuk [ mengusap ] kedua telinganya ”
2⃣. Bahwa kedua telinga termasuk bagian wajah. Keduanya masuk dalam apa yang dinamakan wajib secara bahasa dan syariat.
3⃣. Pensyariatan penggunaan air baru untuk mengusap kepala dan kedua telinga, bukan air sisa dari pembasuhan kedua tangan.
4⃣. Ibnul Qayyim mengatakan ” tidak ada informasi yang shahih dari rasulullah yang menunjukan bahwa beliau menggunakan air baru untuk mengusap kedua telinganya “.
=========
Fawaid hadits:

1. Mencuci telinga disatukan dengan mengusap kepala, sebagaimana juga ditunjukkan oleh hadits Abdullah bin Zaid yang telah berlalu.

2. Tidak disunnahkan mengambilkan air baru untuk mencuci telinga, karena haditsnya lemah. Dan juga karena hadits: “Dua telinga itu termasuk kepala”.
Ibnu Qayim berkata: “Tidak sah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil air yg baru untuk mencuci telinganya”.

=============

40 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ: «إنَّ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ، مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ، فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

40. Dari Abu Hurairah  ia berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya umatku pada hari kiamat nanti akan datang dalam keadaan putih bercahaya pada anggota wudhunya bekas siraman air wudhu, maka barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk memperluas putihnya cahaya itu, hendaklah ia melakukannya.” (Muttafaq alaih, lafazh ini milik Muslim)

[shahih: Al Bukhari 136, Muslim 246]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat

Sesungguhnya umatku pada hari kiamat nanti akan datang dalam keadaan putih bercahaya ( Ghurrah, adalah bentuk jamak dari kata aghar, artinya yang memiliki sinar. Makna asalnya adalah kemilau yang terdapat pada dahi kuda. Dalam an Nihayah yang dimaksud dengan ghurrah adalah putihnya wajah-wajah mereka dengan cahaya wudhu pada Hari Kiamat) pada anggota wudhunya (dalam an Nihayah, yakni putihnya anggota wudhu baik tangan maupun kaki. Cahaya pada bekas anggota wudhu diqiyaskan dengan warna putih yang terdapat pada wajah dan kaki kuda) bekas siraman air wudhu, (air yang digunakan berwudhu) maka barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk memperluas putihnya cahaya itu, (dan juga di tangannya, hanya saja di sini hanya satu yang disebutkan lantaran sudah menunjukkan makna atas yang lainnya, dan ia lebih mengutamakan al ghurrah (muannats) atas tahjil (mudzakar) lantaran kemuliaan tempatnya) hendaklah ia melakukannya.”

Tafsir Hadits

Zhahirnya redaksi hadits tersebut bahwa sabda beliau, “maka barangsiapa di antara kalian yang mampu...’ hingga akhir hadits, menunjukkan bahwa perintah itu tidak wajib. Sebab, maknanya menurut kemampuan siapa yang ingin di antara kalian. seandainya wajib, niscaya beliau tidak akan membatasinya, karena pasti ada kemampuan untuk melakukannya.

Nu’aim berkata, ‘aku tidak mengetahui ucapan ‘maka barangsiapa yang mampu...’ merupakan sabda beliau ataukah perkataan Abu Hurairah .’ Dan dalam Al Fath, aku tidak menemukan kalimat ini dari riwayat salah seorang shahabat. Mereka itu ada sepuluh orang. Juga tidak didapatkan orang yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah selain riwayat Nu’aim ini.*

Hadits ini menunjukkan disyariatkannya menyempurnakan wudhu, yakni dalam membasuh dan mengusap anggota wudhu, bahkan diperintahkan untuk melebihkan dari batasan yang telah diperintahkan untuk membasuhnya. Karena hal ini akan memperluas atau memperpanjang putihnya cahaya pada anggota wudhu bekas siraman pada Hari Kiamat kelak.

Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan yang harus dibasuh. Ada yang mengatakan, pada tangan yaitu sampai pundak dan pada kaki sampai lutut. Ini ditegaskan oleh Abu Hurairah , baik dengan riwayat maupun pendapat. Dan juga telah ditegaskan oleh perbuatan Ibnu Umar, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Abu Ubaid dengan sanad hasan. Dan ada yang berpendapat hingga separuh lengan dan betis.

Sedangkan pada muka yaitu mencuci hingga sisi leher. Pendapat yang mengatakan tidak disyariatkannya memanjangkan basuhan dan mentakwil hadits Abu Hurairah bahwa yang dimaksud adalah selalu berwudhu, bertentangan dengan zhahirnya hadits dan tak ada keterangan untuk menolaknya.

Ada yang menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa wudhu adalah kekhususan umat ini berdasarkan hadits Muslim: “Wudhu adalah tanda yang tidak dimiliki seorang pun selain kamu.”
[Muslim 247]

Pendapat ini dapat dibantah, bahwa wudhu telah ditetapkan sebelum umat ini. ada yang mengatakan bahwa yang menjadi kekhususan umat ini adalah putih cahaya pada anggota wudhu yang dibasuh.
_______________
* [Adapun Syaikh Al Albani memastikan bahwa perkataan ‘maka barangsiapa yang mampu..’ adalah mudraj bukan termasuk sabda Rasulullah , tetapi merupakan perkataan Abu Hurairah. lihat Al Misykah 290.]

=================
Kandungan hadits :
1. Hadits ini menjelaskan keutamaan wudhu yang menjadi penyebab utama untuk meraih kebahagiaan abadi.
2. Bahwa bekas basuhan anggota wudhu merupakan sebab munculnya cahaya pada anggota tersebut.
3. Hal ini merupakan keistimewaan yang membedakan umat nabi Muhammad dengan umat yang lainnya.
4. Wudhu merupakan kekhususan umat nabi Muhammad yang tidak ditemukan pada umat-umat sebelumnya. Itu sebabnya Allah menjadikan ghurrah pada muka dan tahjiil sebagai keistimewaan mereka akibat ibadah wudhu yang dilakukannya. Jika umat-umat lain berwudhu seperti umat nabi Muhammad tentu mereka juga memperoleh hal yang sama dengan yang diperoleh oleh umat muslim.
5. Ketaatan kepada Allah merupakan sebab adanya kebahagiaan, keselamatan dan kemenangan. Setiap ibadah pasti akan memperoleh balasan yang sesuai.

6. Pembuktian adanya ancanam Allah dan adanya hari pembalasan. Itu merupakan salah satu hal yang harus diketahui keberadaannya dalam agama Islam. Percaya kepada hari kebangkitan adalah adalah salah satu rukun iman yang enam. Dengan begitu keimanan seorang muslim tidak sah tampa keimanan kepada baru kebangkitan dan pembalasan yang terjadi setelah keimatian.
============
Fawaid hadits:

1. Keutamaan wudlu.

2. Bekas air wudlu akan memancarkan cahaya pada anggota wudlu, dan keistimewaan yang agung yang Allah berikan kepada umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Syaikhul Islam berkata: “Wudlu adalah diantara keistimewaan umat ini, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang shahih.

3. Ketaatan kepada Allah adalah sebab kebahagiaan dan kesuksesan.

4. Tidak disunnahkan dalam mencuci tangan dan kaki untuk melebihi siku-siku dan mata kaki.
Karena ayat dan hadits-hadits hanya menunjukkan kepada hal itu.
Adapun lafadz: “Siapa yang mau memanjangkan cahaya di ubunnya, silahkan dia lakukan”.
Adalah mudroj dari perkataan abu Hurairah.

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top