عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ، حَتَّى بَلَّغَهُ سِتِّينَ سَنَةً»

(112) Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Allah mengangkat udzur seseorang yang Dia panjangkan ajalnya sehingga usianya mencapai enam puluh tahun.” (HR. Bukhari)
Para ulama berkata, “Maksudnya Allah tidak memberikan udzur saat Dia telah menangguhkan hingga usia ini.”
Fawaid:
1. Luasnya rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya, karena Dia telah memanjangkan usia mereka agar dapat bertaubat dan kembali kepada-Nya.
2. Allah Ta’ala tidak akan menyiksa hamba-Nya kecuali setelah ditegakkan hujjah kepadanya.
3. Usia hingga enam puluh adalah hanya kemungkinan akhir ajalnya, karena umur umat ini antara enam puluh sampai tujuh puluh dan sedikit yang melewati usia itu.
4. Barang siapa yang telah mencapai usia enam puluh tahun, tidak ada hujjah baginya untuk tidak bertaubat dari maksiat.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ فَكَأَنَّ بَعْضَهُمْ وَجَدَ فِي نَفْسِهِ، فَقَالَ: لِمَ تُدْخِلُ هَذَا مَعَنَا وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ، فَقَالَ عُمَرُ: إِنَّهُ مَنْ قَدْ عَلِمْتُمْ، فَدَعَاهُ ذَاتَ يَوْمٍ فَأَدْخَلَهُ مَعَهُمْ، فَمَا رُئِيتُ أَنَّهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيَهُمْ، قَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ} [النصر: 1] ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا، وَفُتِحَ عَلَيْنَا، وَسَكَتَ بَعْضُهُمْ فَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا، فَقَالَ لِي: أَكَذَاكَ تَقُولُ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ؟ فَقُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَمَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: «هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ لَهُ» ، قَالَ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ} [النصر: 1] «وَذَلِكَ عَلاَمَةُ أَجَلِكَ» ، {فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا} [النصر: 3] ، فَقَالَ عُمَرُ: «مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَقُولُ»

(113) Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Umar pernah memasukkanku (dalam musyawarah) bersama para orang tua yang hadir di perang Badar, namun sepertinya sebagian mereka merasa tidak enak dalam hatinya, dan berkata, “Mengapa engkau masukkan anak ini bersama kita, padahal kami juga memiliki anak yang sebaya dengannya?” Umar menjawab, “Sebenarnya dia itu sebagaimana yang telah kalian ketahui (tumbuh dari rumah kenabian dan sumber ilmu) .” Pada suatu hari Umar mengundang Ibnu Abbas dan memasukannya bersama mereka. Ibnu Abbas berkata, “Sepertinya Beliau mengundangku pada hari itu hanya untuk memperlihatkan keadaan diriku kepada mereka.” Beliau berkata, “Apa pendapat kalian tentang firman Allah Ta’ala, “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,” (QS. An Nashr: 1), lalu sebagian mereka berkata, “Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampunan kepada-Nya apabila kita ditolong dan diberikan kemenangan,” sedangkan sebagian lagi diam; tidak berkata apa-apa.” Lalu Umar berkata kepadaku, “Apakah pendapatmu demikian wahai Ibnu Abbas?” Aku menjawab, “Tidak.” Umar berkata, “Apa pendapatmu?” Aku menjawab, “Itu adalah ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Allah beritahukan kepada Beliau,” Dia berfirman, “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,” adalah tanda akan tiba ajalmu, lalu Dia berfirman, “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat,”(QS. An Nashr: 3). Umar berkata, “Memang, saya sendiri tidak mempunyai pendapat selain apa yang telah engkau ucapkan itu.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Keutamaan Ibnu Abbas dan kedalaman ilmunya berkat doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuknya agar Allah memberikan pemahaman terhadap agama dan pengetahuan tentang tafsir Al Qur’an.
2. Mengingatkan agar beristighfar saat ajal semakin dekat.
3. Keutamaan ilmu, dimana karena hal tersebut seseorang menjadi unggul di atas orang-orang yang sebaya dengannya.
4. Bolehnya bagi seseorang menyebutkan nikmat yang Allah berikan kepadanya.
5. Bolehnya memasukkan anak-anak ke dalam kalangan orang tua jika ada manfaatnya.
6. Kabar gembira kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang akan tibanya penaklukkan Mekkah.
7. Hendaknya pemerintah bermusyawarah dengan Ahli Ilmu dalam masalah-masalah penting.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: مَا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ} [النصر: 1] إِلَّا يَقُولُ فِيهَا: «سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي»
(114) Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melakukan suatu shalat pun setelah turun ayat, “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,” (QS. An Nashr: 1) melainkan membaca di dalam shalat itu doa, “Subhaanaka Rabbana wa bihamdikallahummagh firliy,” (artinya: Mahasuci Engkau wahai Rabb kami, dan dengan memuji-Mu, ampunilah aku).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat dalam Shahihain pula dari Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي " يَتَأَوَّلُ القُرْآنَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sering mengucapkan dalam ruku dan sujudnya, “Subhaanakallahumma Rabbana wa bihamdikallahummagh firliy,” Beliau mengamalkan Al Qur’an.
Yakni dalam ayat,
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ
Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. (QS. An Nashr: 3)
Dalam sebuah riwayat Muslim dari Aisyah disebutkan,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ: «سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ» قَالَتْ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ، مَا هَذِهِ الْكَلِمَاتُ الَّتِي أَرَاكَ أَحْدَثْتَهَا تَقُولُهَا؟ قَالَ: «جُعِلَتْ لِي عَلَامَةٌ فِي أُمَّتِي إِذَا رَأَيْتُهَا قُلْتُهَا» {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ} [النصر: 1] إِلَى آخِرِ السُّورَةِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak mengucapkan sebelum wafatnya, “Subhaanaka wabihamdika astaghfiruka wa atuubu ilaik,” (artinya: Mahasuci Engkau, dan dengan memuji-Mu, aku meminta ampun dan bertaubat kepada-Mu). Aisyah berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksud kalimat yang sepertinya engkau baru-baru ini mengucapkannya, “ Beliau bersabda, “Kalimat itu dijadikan tanda bagiku pada umatku. Jika aku telah melihatnya, maka aku mengucapkannya,” Selanjutnya Beliau membaca firman Allah Ta’ala, “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,” sampai akhir surat (QS. An Nashr: 1-4).
Dalam riwayat Muslim pula dari Aisyah disebutkan,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ مِنْ قَوْلِ: «سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ» قَالَتْ: فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَاكَ تُكْثِرُ مِنْ قَوْلِ: «سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ؟» فَقَالَ: " خَبَّرَنِي رَبِّي أَنِّي سَأَرَى عَلَامَةً فِي أُمَّتِي، فَإِذَا رَأَيْتُهَا أَكْثَرْتُ مِنْ قَوْلِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ، فَقَدْ رَأَيْتُهَا {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ} [النصر: 1] ، فَتْحُ مَكَّةَ، {وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللهِ أَفْوَاجًا، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا} [النصر: 3] "
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengucapkan, “Subhaanallah wabihamdi astaghfirullah wa atuubu ilaih,” (artinya: Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya. Aku meminta ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya), Beliau bersabda, “Rabbku memberitahuku, bahwa aku akan melihat tanda pada umatku. Jika aku melihatnya, maka aku memperbanyak ucapan, “Subhaanallah wabihamdi astaghfirullah wa atuubu ilaih,” dan kini aku telah melihatnya, yaitu, “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,” (QS. An Nashr: 1-4) kemenangan itu adalah penaklukkan Mekkah. Beliau melanjutkan membacakan ayat, “Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,--Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. An Nashr: 2-3)
Fawaid:
1. Rutinnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertasbih, bertahmid, dan beristighfar dalam ruku dan sujudnya, serta dalam waktu dan kondisi utama.
2. Ketundukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Rabbnya, dan melihat kekurangan dalam menunaikan ibadah kepada-Nya di tengah-tengah banyaknya ibadah yang Beliau lakukan, dan inilah kesempurnaan.
3. Dorongan menambahkan kebaikan di akhir-akhir usia.
4. Sikap ketika memperoleh nikmat dan kemenangan adalah bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla, termasuk di antaranya dengan bertasbih, bertahmid, dan beristighfar, serta banyak beribadah.

Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy)Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilahversi 3.45, dll.

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top