21 - وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: «أَنَّ قَدَحَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - انْكَسَرَ، فَاِتَّخَذَ مَكَانَ الشَّعْبِ سَلْسَلَةً مِنْ فِضَّةٍ» . أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ.

21. Dari Anas bin Malik , bahwa gelas Rasulullah pecah, lalu beliau menempelkan pada tempat yang retak itu sambungan dari perak. (HR. Al Bukhari)

[Shahih: Al Bukhari 3109]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat

bahwa gelas Rasulullah pecah, lalu beliau menempelkan pada tempat yang retak itu (maksudnya terbelah dan pecah) sambungan dari perak (yakni yang menghubungkan sesuatu dengan yang lain. Atau silsilah, yaitu lingkaran yang terbuat dari besi (rantai) dan yang semacamnya)

Tafsir Hadits

Hadits tersebut adalah dalil diperbolehkannya menempel (menambal) bejana dengan perak, dan tidak ada perbedaan mengenai kebolehannya sebagaimana yang telah disebutkan. Tetapi di sini, mereka berbeda pendapat mengenai orang yang meletakkan sambungan tersebut. Al Baihaqi menuturkan dari sebagian mereka bahwa yang meletakkan sambungan tersebut adalah Anas bin Malik, dan ditetapkan oleh Ibnu Ash Shalah. Penulis berkata, “pendapat tersebut perlu dipertimbangkan, karena dalam Shahih Al Bukhari dari hadits Ashim al Ahwal, “Aku melihat gelas Nabi di sisi anas telah terbelah maka ia menyambungnya dengan perak.”

Ibnu Sirin berkata, “Padanya terdapat rantai yang terbuat dari besi, lalu Anas hendak menggantinya dengan rantai dari emas atau perak, maka Abu Thalhah berkata kepadanya, ‘Janganlah sekali-kali engkau mengubah sesuatu yang telah dibuat Rasulullah , lalu ia pun meninggalkannya.’ Ini adalah lafazh Al Bukhari mengandung makna bahwa kata ganti yang terdapat pada ucapannya (فَسَلْسَلَهُ بِفِضَّةٍ) kembali kepada Nabi , juga bisa kembali kepada Anas, sebagaimana yang dikatakan Al Baihaqi, akan tetapi bagian akhir dari hadits tersebut menunjukkan makna yang pertama, dan bahwa gelas tersebut tidak berubah dari semula pada masa Rasulullah .

Saya katakan, “Sambungan tersebut bukan rantai yang hendak diubah oleh Anas, yang nampak bahwa ucapannya (فَسَلْسَلَهُ) adalah Nabi , dan ini merupakan hujjah bagi yang telah disebutkan,.

=============
Kandungan hadits :
1⃣. Yang dijadikan dasar dalam penggunaan emas dan perak adalah hukum haram, sebagaimana yang terdapat pada dua teks hukum terdahulu dan teks-teks lainnya, maka sesungguhnya sesuatu yang dibolehkan terikat oleh teks.

2⃣. Diperbolehkan memperbaiki perabot yang rusak dengan menggunakan sedikit perak atau sedikit kawat besi ketika dibutuhkan dalam memperbaikinya.

3⃣. Kebutuhan di sini bukan berarti tidak dijumpai logam lainya, dari besi, tembaga, emas dan lainya, tetapi maksudnya dalam memperbaiki ada hubungannya dengan satu tujuan tertentu, selain untuk hiasan dan memperindah perabot tersebut
4⃣. Wanita dibolehkan memakai perhiasan dari emas dan perak sesuai kebiasaan dalam memakainya walaupun banyak. Bagi laki-laki di diperbolehkan menggunakan cincin dari perak dan bukan emas. Dibolehkan menghiasi pedang dan perangkat perangkat perang lainnya sesuai dengan kebiasaan. Demikian pula sesuatu yang dibutuhkan seperti pengikat gigi dan untuk diletakan dihitung serta yang lainnya.
Hal-hal lain yang tidak ada nash yang membolehkannya, maka ia haram dan dilarang. Maka tidak boleh bagi kaum laki-laki dewasa atau anak-anak untuk memakai emas dan perak. Demikian pula menjadikannya sebagai rantai, jam tangan, pengikat pinggang, dasi, pena, kunci atau berbagai jenis pakaian, peralatan makan,minum dan sebagainya, atau menjadikan wadah emas atau perak sebagai perhiasan.
Adapun menggunakan perak di hotel-hotel yang mewah, restoran-restoran yang lux sebagai alat-alat makan, seperti seperti menjadikannya sebagai piring, sendok dan garpu serta perabot lainnya, maka tidak diragukan keharaman dan bertentangan dengan nash-nash yang melarangnya.
Dengan demikian pejabat pemerintahan dan orang-orang yang memiliki wewenang wajib mencegahnya.
===========
Fawaid hadits:

1. Dalam keadaan semacam ini, diperbolehkan menggunakan perak untuk menjadikannya bahan tambalan, dan ini pengecualian dari larangan makan dan minum dari bejana emas dan perak.



2. Perbuatan Nabi ini ketika ada hajat saja, bila tidak ada hajat maka tetap pada keharamannya.



3. Hajat yang dimaksud di sini adalah tujuan menghias gelas ketika retak, karena beliau bisa saja menambalnya dengan besi atau lainnya.

0 comments:

Post a Comment

 
Pusat Kajian Hadits © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top