79 - عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ - قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
إذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ» . أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ، وَهُوَ
مَعْلُولٌ
79. Dari Anas bin Malik , ia berkata, ‘Rasulullah apabila masuk WC, beliau melepas cincinnya.’ (HR. Imam yang empat dan haditsnya
ma’lul)
[Dhaif: Abu Daud 19]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Penjelasan Kalimat
Rasulullah apabila masuk WC (Al
khala’ yaitu tempat yang kosong yang dimaksudkan untuk buang hajat), beliau melepas cincinnya.’
Tafsir Hadits
Hadits ini dikeluarkan oleh imam yang empat, dan haditsnya
ma’lul. Dikatakan ma’lul karena merupakan riwayat Hammam dari Ibnu Juraij dari
az Zuhri dari Anas, semua perawinya tsiqah, akan tetapi Ibnu Juraij tidak
mendengar hadits ini dari Az Zuhri, tetapi ia mendengarnya dari Ziyad bin Sa’d
Az Zuhri, dengan lafazh yang berbeda yaitu:
«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
اتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ ثُمَّ أَلْقَاهُ»
“Bahwasanya Rasulullah memakai cincin dari perak, lalu
beliau melepaskannya.” [Shahih: Muslim
2093]
Keraguan yang terjadi padanya adalah dari Hammam, sebagaimana
dikatakan oleh Abu Daud, padahal Ibnu Ma’in mengatakan bahwa Hammam itu tsiqah.
Imam Ahmad mengatakan nama Hammam itu ada di kalangan semua ulama hadits. Hadits
tersebut diriwayatkan secara marfu dan mauquf dari Anas, melalui sanad selain
Hammam, dan Al Baihaqi telah mengemukakan syahid hadits tersebut.
Diriwayatkan juga oleh Al Hakim:
«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَبِسَ خَاتَمًا نَقْشُهُ: مُحَمَّدٌ رَسُولُ
اللَّهِ؛ وَكَانَ إذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ وَضَعَهُ»
“Sesungguhnya Rasulullah memakai cincin yang terukir
kalimat: Muhammad Rasulullah. Apabila beliau masuk kamar kecil, beliau melepas
cincin itu.”
Tapi selanjutnya Al Baihaqi mengatakan bahwa syahid ini
lemah.
Hadits di atas adalah dalail bagi orang yang ingin membuang
hajat agar menjauh dari keramaian orang, sebagaimana yang ditunjukkan lafazh
al khala, berarti tempat yang kosong atau sepi dan tempat yang memang
disediakan untuk buang air, dan akan disebutkan pada hadits Mughirah yang lebih
jelas, yaitu dengan menggunakan lafazh: ‘Lalu beliau pergi, sehingga tidak
kelihatan.’ Dan menurut Abu Daud dikatakan dengan:
«كَانَ إذَا أَرَادَ الْبَرَازَ انْطَلَقَ حَتَّى
لَا يَرَاهُ أَحَدٌ»
“Biasanya apabila beliau mau buang air, beliau pergi sampai
tidak ada orang yang melihatnya.” [Shahih: Abu Daud
2]
Hadits tersebut juga merupakan dalil agar menjauhkan apa saja
yang padanya terdapat nama Allah ketika buang air. Ada sebagian ulama mengatakan
haram membawa mushaf masuk ke dalam kamar kecil ketika kondisi tidak terpaksa
sama sekali, ada yang mengatakan jika terlupa karena terburu-buru buang air,
maka dimasukkan ke dalam mulut, di sorban atau di tempat yang semacamnya.
Inilah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah , alasannya
adalah untuk menjaga tulisan nama Allah yang terdapat pada benda itu dari
tempat-tempat yang kotor. Perbuatan tersebut menunjukkan sunnah dan tidak khusus
pada cincin saja, tetapi pada semua yang dipakai yang terdapat padanya nama
Allah
===============
80 - وَعَنْهُ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ:
«كَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ
قَالَ: اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ» . أَخْرَجَهُ
السَّبْعَةُ.
80. Dari Anas , dia berkata: “apabila Rasulullah masuk
kamar kecil beliau mengucapkan ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan
laki-laki dan setan perempuan’.” (HR. imam yang tujuh)
[Shahih: Al Bukhari 142, Muslim
375]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Penjelasan Kalimat
apabila Rasulullah masuk kamar kecil
(yaitu ketika beliau hendak masuk ke dalamnya) beliau
mengucapkan ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki
(kata khubuts adalah bentuk jamak dari kata khabits
‘yang kotor’) dan setan perempuan (kata
khaba’its adalah bentuk jamak dari kata khabitsah. Yang beliau
maksud dengan yang pertama adalah setan laki-laki, sedang kata kedua adalah
setan perempuan)
Tafsir Hadits
Pada riwayat lain, Sa’id bin Manshur meriwayatkan bahwa
Rasulullah mengucapkan, ‘Bismillah, ya Allah .....’, al hadits.
Penulis berkata dalam kitab Fathul Bari, “Dan
diriwayatkan oleh Al Ma’mari, sanadnya sesuai dengan syarat Muslim, dalam
riwayat tersebut terdapat tambahan bacaan basmalah, dan tambahan ini
tidak aku temukan pada riwayat selainnya.”
Hanya saja, kami katakan bahwa yang dimaksud dengan kata
dakhala (masuk) adalah ketika beliau hendak masuk, karena jika beliau
sudah masuk ke dalamnya, tidak lagi mengucapkannya. Pendapat kami ini dijelaskan
oleh Al Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad dari hadits Anas, ia berkata:
[كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إذَا أَرَادَ أَنْ يَدْخُلَ الْخَلَاءَ]
“Ketika Rasulullah ingin masuk kamar kecil.” (Al hadits)
[Shahih: Shahih Adabul Mufrad 536/692 –ebook
editor]
Ini berlaku untuk segala tempat yang memang dipersiapkan
untuk buang hajat, dengan qarinah kata dakhala tadi. Oleh karena itu,
Ibnu Baththal mengatakan, ‘riwayat dengan menggunakan lafazh ‘idza ataa’
(bila datang) sifatnya lebih umum, karena lafazh tersebut cakupannya lebih
luas.’
Dzikir ini juga disyariatkan menyebutkannya pada tempat lain
yang tidak disediakan sebagai tempat buang air, meskipun hadits itu menjelaskan
pada tempat khusus (WC), dan bahwa setan hadir dalam tempat itu. Disyariatkan
pula membacanya pada tempat yang bukan disediakan untuk buang air, sewaktu ingin
mengangkat kainnya sebelum memasuki kamar kecil.
Zhahirnya hadits Anas ini menunjukkan bahwa Rasulullah mengeraskan bacaan dzikirnya, maka dari itu lebih baik dikeraskan.
=======================
81 - وَعَنْ أَنَسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -
قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَدْخُلُ
الْخَلَاءَ، فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلَامٌ نَحْوِي إدَاوَةً وَعَنَزَةً،
فَيَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
81. Dari Anas , ia berkata, ‘Ketika Rasulullah masuk
kamar kecil, aku dan seorang anak sebaya denganku membawakannya air sekantong
kulit dan tongkat kecil, lalu beliau beristinja dengan air itu.’ (Muttafaq
alaih)
[shahih: Al Bukhari 150, Muslim
271]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Penjelasan Kalimat
‘Ketika Rasulullah masuk kamar kecil, aku
dan seorang anak (yang dimaksud dengan al ghulam (anak muda)
adalah anak yang sedang tumbuh. Ada yang mengatakan sampai usia tujuh tahun,
pendapat lain mengatakan sampai tumbuh jenggot. Kata ini berlaku untuk selain
itu sebagai kata kiasan) sebaya denganku membawakannya air
sekantong kulit (bejana kecil yang terbuat dari kulit, digunakan sebagai
tempat air) dan tongkat kecil, (tongkat panjang, di
bagian bawahnya terdapat besi, seperti lembing, ada yang mengatakan tongkat
pendek) lalu beliau beristinja dengan air itu.’
Tafsir Hadits
Yang dimaksud dengan al khala’ di sini adalah tanah
lapang, berdasarkan qarinah kata anazah (membawa tongkat), karena
biasanya apabila beliau berwudhu atau shalat di tanah lapang, beliau gunakan
tongkat tersebut untuk menjadi pembatas, atau beliau gunakan sebagai penutup
dengan meletakkan kain di atasnya atau yang lainnya, atau kebutuhan lainnya yang
sewaktu-waktu dapat terjadi, dan karena melayaninya di rumah adalah tugas
istri-istri beliau.
Tentang siapa anak muda yang bersama Anas, ada beberapa
pendapat. Ada yang mengatakan dia adalah Ibnu Mas’ud, dan penggunaan kata
(ghulam) dalam hadits tersebut adalah sebagai kiasan, tapi pendapat ini dibantah
sendiri oleh ucapannya, ‘sebaya denganku’, karena Ibnu Mas’ud ketika itu sudah
dewasa, tidak sebaya dengan Anas dalam usianya. Mungkin yang dimaksud dengan
kata nahwi adalah sama seperti saya sebagai pelayan Nabi , kemungkinan
ini yang benar, karena Ibnu Mas’ud adalah shahabat Rasulullah yang
membawakan sepatu dan siwak beliau. Atau bisa jadi hanya sebagai kiasan saja,
seperti dalam Asy Syarh. Ada juga yang mengatakan anak muda itu adalah
Abu Hurairah, yang lainnya mengatakan adalah Jabir bin Abdullah.
Hadits tersebut menunjukkan bolehnya minta bantuan kepada
anak kecil dan beristinja dengan air. Akan tetapi telah dikutip dari pendapat
Imam Malik, bahwa ia membantah kebenaran kalau Nabi beristinja dengan air,
padahal beberapa hadits telah menegaskan hal tersebut, maka tidak perlu
mendengarkan bantahan Imam Malik tersebut. Ada yang bpdp bahwa beristinja dengan
air lebih rajih (kuat) daripada istinja dengan batu, dan sepertinya pendapat ini
berdasarkan pertimbangan bahwa menyuruh anak kecil untuk membawakan air
merupakan tambahan taklif (pembebanan) saja, seandainya sama dengan batu, atau
batu lebih kuat, niscaya hal itu tidak dibutuhkan.
Jumhur ulama berpendapat bahwa yang lebih utama adalah
menggunakan keduanya. Jika Cuma menggunakan salah satunya saja, maka air lebih
utama. Hal ini jika orang yang beristinja itu tidak ingin melaksanakan shalat
sesudah itu, tapi jika dia hendak shalat sesudahnya, maka ada perbedaan
pendapat. Bagi yang mengatakan sah dengan menggunakan batu maka menggunakan air
tidak wajib, tapi bagi yang berpendapat bahwa batu saja tidak sah, maka wajib
menggunakan air.
Di antara bab istinja dengan air adalah mengusap tangan
dengan tanah ketika selesai beristinja, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dari hadits Abu Hurairah :
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - إذَا أَتَى الْخَلَاءَ أَتَيْت بِمَاءٍ فِي تَوْرٍ أَوْ رَكْوَةٍ
فَاسْتَنْجَى مِنْهُ ثُمَّ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى الْأَرْضِ»
“apabila Rasulullah mendatangi kamar kecil, saya
membawakan air untuk beliau dalam bejana kecil dan bejana kulit, lalu beliau
beristinja dengannya, kemudian beliau mengusap tangannya di tanah.” [Hasan: Abu Daud 45]
Juga diriwayatkan oleh An Nasa'i dari hadits Jarir dia
berkata:
«كُنْت مَعَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - فَأَتَى الْخَلَاءَ فَقَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ قَالَ: يَا جَرِيرُ هَاتِ
طَهُورًا، فَأَتَيْته بِمَاءٍ فَاسْتَنْجَى وَقَالَ بِيَدِهِ فَدَلَّك بِهَا
الْأَرْضَ»
“Pernah aku bersama-sama Rasulullah , lalu beliau ke kamar
kecil untuk buang air, kemudian beliau berkata, “Wahai Jarir, berikan aku
alat bersuci’, lalu aku bawakan beliau air, dan beliau pun beristinja dengan
tangannya, lalu menggosokkan tangannya ke tanah.” [Hasan, An
Nasa'i 51]
Akan dijelaskan hadits yang serupa pada bab mandi.
============
82 - وَعَنْ «الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ لِي النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- خُذْ الْإِدَاوَةَ فَانْطَلَقَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي، فَقَضَى حَاجَتَهُ» .
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
82. Dari Mughirah bin Syu’bah, ia berkata, Rasulullah bersabda kepadaku, “ambilkan kantong kulit itu”, lalu beliau pergi sampai
tidak kelihatan dariku, lalu beliau buang air. (Muttafaq alaih)
[Shahih: Al Bukhari 363, Muslim
274]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Hadits di atas adalah dalil bagi orang yang ingin buang hajat
agar bersembunyi dari keramaian orang, tetapi hukumnya tidak wajib, karena
dalilnya berdasarkan dalil fi’il (perbuatan) yang tidak menunjukkan
kewajiban. Tetapi hukumnya bisa wajib jika berdasarkan dalil-dalil yang
mewajibkan menutup aurat dari pandangan orang. Dan telah diriwayatkan hadits
dari Abu Hurairah yang memerintahkan untuk memasang tabir, yang diriwayatkan
oleh Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah bahwasanya Rasulullah bersabda:
«مَنْ أَتَى الْغَائِطَ فَلْيَسْتَتِرْ فَإِنْ لَمْ
يَجِدْ إلَّا أَنْ يَجْمَعَ كَثِيبًا مِنْ رَمْلٍ فَلْيَسْتَدْبِرْهُ فَإِنَّ
الشَّيْطَانَ يَلْعَبُ بِمَقَاعِدِ بَنِي آدَمَ، مَنْ فَعَلَ فَقَدْ أَحْسَنَ
وَمَنْ لَا فَلَا حَرَجَ»
“Barangsiapa yang mendatangi tempat buang air maka
hendaklah dia menutup dirinya dengan tabir, jika tidak mendapatkan kecuali hanya
dengan menumpukkan pasir, maka hendaklah membelakanginya, karena sesungguhnya
setan mempermainkan pantat anak Adam, siapa yang melakukannya sungguh ia telah
berbuat baik, tapi siapa yang tidak melakukannya maka dia tidak berdosa.” [Dhaif: Abu Daud 35]
Hadits tersebut menunjukkan bahwa memberi penghalang dengan
tabir untuk menutup diri saat buang air hukumnya sunnah, karena tidak adanya
dosa (bagi yang tidak bisa melaksanakannya). Akan tetapi ini bukan bararti agar
tersembunyi dari pandangan orang lain, tapi ini khusus dengan qarinah
‘sesungguhnya setan’. Seandainya sewaktu buang air di tanah lapang yang tidak
ada orang di sana, tetap saja membuat tabir disunnahkan, sekalipun hanya dengan
menumpukkan pasir.
0 comments:
Post a Comment