"Semua orang ibarat mayat, kecuali orang-orang alim. Dan orang-orang alim semuanya binasa, kecuali orang-orang yang mengamalkan. Dan orang-orang yang mengamalkan semuanya tenggelam, kecuali orang-orang yang mukhlish. Dan orang-orang yang mukhlis semuanya dalam bahaya yang sangat besar."
Ini hadits maudhu'. Ash-Saghani meriwayatkannya dalam deretan hadits-hadits maudhu' halaman 5. Ia berkata, "Hadits ini benar-benar buatan orang-orang bodoh yang mengada-ada. Sebab, dari susunan bahasannya saja sudah dapat dilihat. Mestinya yang benar secara i'rabnya (uraian kalimatnya) adalah al-alimin, al-amilin, dan al-mukhlisin."
Menurut saya, riwayat ini persis ucapan kaum sufi. Lihatlah apa yang diucapkan Sahl bin Abdullah at-Tastari: "Semua manusia mabuk, kecuali para ulama. Dan ulama semuanya dalam keraguan, kecuali mereka yang mengamalkan ilmunya."
Hadits 77
"Tidak ada al-Mahdi kecuali Isa a.s."
Hadits ini munkar. Ia telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah II/ 495, juga oleh al-Hakim IV/441, Ibnu Abdil Bar dalam kitabnya Jami' al-Ilmi I/155, dari sanad Muhammad bin Khalid al-Jundi, dari Ibnu Aban biin Shaleh, dari al-Hasan, dari Anas.
Menurut saya, sanad ini sangat lemah. Kelemahannya terletak pada tiga hal, yaitu:
'An 'anah (maksudnya yang sanadnya dengan menggunakan kata 'an Fulan, 'an Fulan dan seterusnya). Hasan Basri, terbukti telah dengan sengaja pernah mencampur-aduk riwayat.
Kemajhulan perawi Muhammad bin Khalid seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib.
Perselisihan dan perbedaan sanadnya. Al-Baihaqi berkata, "Al-Hafizh Abu Abdullah menyatakan bahwa Muhammad bin Khalid adalah majhul, tidak dikenal di kalangan pakar hadits."
Adz-Dzahabi berkata, "Riwayat ini munkar sambil mengutarakan hadits serupa dengan sanad dari Ibnu Abi Ayyasyi dari Hasan secara mursal (terhenti sanadnya sampai kepada tabiin atau sahabat; penj.)."
Ringkasnya, hadits-hadits yang menyatakan akan munculnya al-Mahdi di akhir zaman nanti adalah sahih. Diriwayatkan oleh seluruh ashabus sunan dan sahihain.
Hadits dha'if yang oleh ash-Shaghani dan Asy Syaukani bahkan dinyatakan maudhu' ini adalah riwayat yang dijadikan landasan dalil bagi firqah Ahmadiyah dalam usahanya menguatkan anggapan mereka (para pengikutnya) bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi. Kemudian ia mendakwa sebagai Isa, atas dasar hadits tersebut tadi.
Dakwaan Mirza ini telah banyak menggoyahkan iman kaum dhuafa' yang pengetahuan agamanya sangat minim. Dan seperti biasa, para penyeru ajakan yang batil selalu hanya diikuti oleh orang-orang yang lemah imannya dan sangat minim pengetahuan agamanya. Wallahul musta'an.
Hadits 78
"Bekas minuman orang mukmin adalah obat."
Riwayat ini tidak ada sumbernya. Bahkan dengan tegas Syekh Ahmad al-Ghazi menyatakannya sebagai bukan hadits. Pernyataan tersebut disepakati oleh Syekh al-Ajluni. Adapun pernyataan Syekh Ali al-Qari dalam kitab al-Maudhu'at halaman 45 bahwa hadits tersebut sahih dari segi maknanya karena ada riwayat lain seperti dari Daru Quthni dalam al-Afrad, adalah tidak benar sama sekali. Sebab, hadits yang dijadikan penguat makna hadits nomor 78, juga tidak sahih. Mari kita lihat hadits yang dijadikan sebagai penguat itu.
Hadits 79
"Adalah termasuk sikap tawadhu' seseorang yang mau minum dengan gelas bekas saudaranya. Barangsiapa yang meminum bekas saudaranya hanya semata mengharap keridhaan-Nya, maka Allah akan mengangkat baginya tujuh puluh derajat, menghapus tujuh puluh kesalahannya dan mencatat baginya tujuh puluh derajat kebaikan."
Hadits ini maudhu'. Ibnul Jauzi meriwayatkannya dalam deretan hadits-hadits maudhu', dengan perawi Daru Quthni dan sanad dari Nuh bin Abi Maryam, dari Ibnu Juraij, dari Atha, dari Ibnu Abbas. Ibnul Jauzi berkata, "Nuh bin Abi Maryam meriwayatkan hadits ini secara tunggal, sedangkan dikenal di-kalangan pakar hadits sebagai orang yang ditinggalkan riwayatnya."
Itulah riwayat yang dijadikan sebagai penguat hadits nomor 78, yang dinyatakan oleh Ali al-Qari, padahal hadits ini (yakni hadits nomor 79) juga dha'if.
As-Suyuthi menyanggah, seraya berkata bahwa hadits riwayat Ibnu Juraij mempunyai penguat, yaitu riwayat dengan sanad di antaranya Abul Hasan. Padahal, terbukti bahwa Abul Hasan adalah perawi hadits-hadits munkar. Demikianlah yang dinyatakan Ibnu Abi Hatim dalam kitab Jarh wat-Ta'dil, setelah dinyatakan oleh ayahnya bahwa ia majhul.
Kemudian, Nuh bin Abi Maryam dahulu dikenal sebagai penuntut ilmu dan dinyatakan cekatan dalam mengumpulkan fiqih Abu Hanifah. Namun, ia termasuk orang yang tertuduh atau diragukan dalam riwayat. Bahkan oleh Abu Ali an-Naisaburi dinyatakan sebagai orang yang memalsu riwayat.
Yang lebih pasti sebagai bukti akan kelemahan hadits tersebut adalah apa yang dinyatakan secara rinci oleh Daru Quthni sendiri dalam kitab at-Tandzib, "Hindarilah pencampuradukan dan pemalsuan riwayat yang dilakukan oleh Ibnu Juraij karena sesungguhnya ia sangat jahat dalam memalsu. Ia tidak memalsu kecuali apa yang didengarnya dari perawi-perawi tercela, seperti Ibrahim bin Abi Yahya, Musa bin Abi Ubaidah, dan lain-lain." Kemudian, bila hadits ini selamat dan terlepas dari aib Ibnu Abi Maryam dan al-Hasan bin Rasyid maka ia tidak akan terbebas dari aib Ibnu Juraij.
Hadits 80
"Al-Mahdi adalah anak dari keturunan al-Abbas pamanku."
Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh Daru Quthni dalam kitab al-Afrad. Ia berkata, "Riwayat ini dengan sanad tunggal Muhammad bin al-Walid. Karena itu, merupakan riwayat yang gharib (asing)."
Menurut saya, ia itu termasuk sederetan perawi yang tertuduh. Bahkan Ibnu Adi menyatakannya sebagai pemalsu (hadits). Sebagai bukti kepalsuannya, hadits tersebut telah menyalahi makna hadits sahih, di mana Rasulullah saw. bersabda, "Al-Mandi adalah keturunan dari anak Fatimah." (HR Abu Daud, 11/207, Ibnu Majah, II/ 519, al-Hakim, IV/557, dari sanad Ziyad bin Bayan, dan seterusnya yang semuanya tsiqah).
0 comments:
Post a Comment