رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَرْفُوْعًا: إِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى عَبْدَهُ تَعِبًا فِي طَلَبِ الْحَلَالِ
Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allâh suka melihat hamba-Nya yang sedang bersusah payah dalam mencari (rezki) yang halal”.
Hadits ini dinisbatkan oleh Imam al-‘Irâqi[1] dan as-Suyûthi[2] kepada Imam Abu Manshûr ad-Dailami dalam kitab susunannya, Musnadul Firdaus.
Hadits ini adalah haditsmaudhû’ (palsu), dalam sanadnya ada perawi yang bernama Muhammad bin Sahl al-‘Aththâr. Imam ad-Dâraquthni rahimahullah berkata tentangnya “Dia termasuk perawi yang memalsukan hadits”. Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Para ulama Ahli Hadits menuduhnya sebagai pemalsu hadits”[3].
Imam al-‘Irâqi rahimahullah mengisyaratkan kepalsuan hadits ini dengan berkata, “Dalam sanad hadits ini ada (perawi yang bernama) Muhammad bin Sahl al-‘Aththâr,(Imam) ad-Dâraquthni berkata, ‘Dia memalsukan hadits’”[4].
Imam al-Munâwi rahimahullah membenarkan pernyataan Imam al-‘Iraqi di atas, bahkan beliau mengkritisi Imam Suyûthi rahimahullah yang mencantumkan hadits palsu ini dalam kitabnya al-Jâmi’ush Shaghîrdengan berkata, “Sudah sepantasnya penulis (Imam Suyûthi rahimahullah) menghapus (tidak mencantumkan) hadits ini (dalam kitab tersebut)”[5].
Hadits ini juga dinyatakan sebagai hadits yang palsu oleh Imam asy-Syaukâni rahimahullah dengan mencantumkannya dalam kitab beliau yang memuat hadits-hadits yang palsu[6]. Syaikh al-Albâni rahimahullah pun mencantumkannya dalam as-Silsilah adh-Dha’îfahnya[7].
Derajat hadits ini yang palsu menjadikannya sama sekali tidak bisa dijadikan sandaran untuk mengamalkan kandungannya.
Apalagi isi hadits ini terkesan berlebihan memotivasi untuk mengejar urusan dunia, yang dalam hal ini adalah mencari nafkah dengan bersusah payah mencarinya, dan terkesan menomorduakan urusan akhirat. Padahal dalil-dalil dari al-Qur`ân dan hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam justru memotivasi manusiauntuk tidak berlebihan dalam mengejar urusan dunia dan mengambil dari nikmat dunia dengan kadar secukupnya, serta lebih bersemangat dan berlomba-lomba mengejar keutamaan di sisi Allâh k di akhirat nanti.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allâh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (urusan) dunia. [al-Qashash/28:77].
Dan dalam sebuah hadits yang shahîh, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثُرَ وَأَلْهَى
Sesuatu (harta dan perhiasan dunia) yang sedikit dan mencukupi lebih baik daripada yang banyak dan melalaikan (dari berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla)”[8].
Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIX/1437H/2016M.]
_______
Footnote
[1] Dalam Takhrîju Ahâdîtsil IhyâIV/72- al-Maktabah asy-Syâmilah, edisi I.
[2]Al-Jâmi’ush Shaghîr wa Ziyâdatuhu hlm. 364.
[3] Lihat Mîzânul I’tidâl III/576.
[4]Takhrîju Ahâdîtsil Ihyâ IV/72.
[5]Faidhul Qadîr” II/293.
[6]Al-Fawâidul Majmû’ah fil Ahâdîtsil Madhû’ah hlm. 145, no. 14.
[7]Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfati wal Maudhû’ah I/66, no. 10.
[8] HR. Ahmad V/197, Ibnu Hibbân VIII/121 dan al-Hâkim II/482. Hadits ini dinilai shahîh oleh Imam Ibnu Hibbân, al-Hâkim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi.Lihat ash-Shahîhah no.443
0 comments:
Post a Comment