27 - وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ -
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- قَالَ - فِي دَمِ الْحَيْضِ يُصِيبُ الثَّوْبَ تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ
بِالْمَاءِ، ثُمَّ تَنْضَحُهُ، ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ» مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
27. Dari Asma binti Abu Bakar bahwa Nabi bersabda
mengenai darah haidh yang mengenai pakaian, “Engkau menggosoknya kemudian
mengeruknya dengan air, kemudian memercikinya lalu engkau shalat padanya.”
(Muttafaq alaih)
[Shahih: Al Bukhari 227, Muslim
291]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi Perawi
Asma’ adalah puteri Abu Bakar, Ummu Abdullah bin Az Zubair,
masuk Islam di Makkah sejak dahulu dan membaiat Nabi . ia lebih tua sepuluh
tahun dari Aisyah , dan meninggal dunia di Makkah pada tahun 73 H, setelah
terbunuh putranya kurang dari sebulan dalam usia 100 tahun. Giginya tetap utuh
dan tidak ada perubahan pada akalnya, tetapi ia telah buta.
Penjelasan Kalimat
Nabi bersabda mengenai darah haidh yang
mengenai pakaian, “Engkau menggosoknya (yakni, mengeruknya,
maksudnya menghilangkan bendanya) kemudian
mengeruknya dengan air, (yaitu kain tersebut. Maksudnya ia menggosok
darah tersebut dengan ujung-ujung jarinya agar dapat hilang dan yang meresap ke
dalam kain tersebut dapat keluar) kemudian memercikinya
(yakni mencucinya dengan air) lalu
engkau shalat padanya.”
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan lafazh,
[اُقْرُصِيهِ بِالْمَاءِ
وَاغْسِلِيهِ]
“Gosoklah kemudian cuci dan shalat
padanya.”
[Shahih: Shahih Ibnu Majah
634]
Dan Ibnu Abi Syaibah dengan lafazh:
[اُقْرُصِيهِ بِالْمَاءِ وَاغْسِلِيهِ وَصَلِّي
فِيهِ]
Gosok dan cucilah dengan air, lalu shalatlah
padanya.”
[Al Mushannaf 1/91]
Dan diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, An Nasa'i, Ibnu Majah,
Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dari hadits Ummi Qais binti Mihshan bahwa ia
bertanya kepada Rasulullah mengenai darah haid yang mengenai pakaian, maka
beliau menjawab,
حُكِّيهِ بِصَلَعٍ
وَاغْسِلِيهِ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
“Gosoklah dengan batu, cucilah dengan air dan daun
bidara.”
[Shahih: Shahih Abu Daud
363]
Ibnu Al Qaththan berkata, “Isnadnya pada puncak keshahihan,
dan saya tidak mengetahui ada cacatnya. Sabda beliau, ‘Dengan Ash Shal’, yaitu
batu.
Tafsir Hadits
Hadits tersebut adalah dalil najisnya darah haidh, wajibnya
mencuci dan bersungguh-sungguh dalam menghilangkannya berdasarkan banyaknya
lafazh yang digunakan dan yang mengungkapkannya, seperti menggosok, mengeruk dan
memerciki untuk menghilangkan bekasnya. Dan zhahirnya, bahwa tidak wajib selain
itu, meskipun masih ada bendanya yang tersisa maka tidak wajib memaksakan untuk
menghilangkannya karena tidak disebutkan dalam hadits tersebut sementara
dibutuhkan keterangan, juga karena diriwayatkan pada yang lainnya:
[وَلَا يَضُرُّك أَثَرُهُ]
‘Dan bekasnya tidak membahayakanmu.’
[shahih: shahih Abu Daud 365]
===================================
==============
===================================
Kandungan hadits :
. Darah haid adalah najis. Kenajisannya tidak dimaafkan meskipun sedikit. Untuk itu ia wajib dibersihkan dari apa saja yang wajib dibersihkan, seperti baju, badan atau lainnya. Sebab Rasulullah memerintahkan pembersihannya sebagaimana sunnah beliau yang berkaitan dengan membersihkan najis.
. Menghilangkan najis dari pakaian, badan dan tempat merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Untuk itu, shalat tidak sah tanpa syarat ini. Hal ini didasarkan pada perintah rasulullah agar membersihkan darah haid terlebih dahulu sebelum melakukan shalat.
. Proses menggosok-gosok wajib dilakukan agar materi najis yang sudah kering dapat hilang, dilanjutkan dengan menggosoknya bersama air. Setelah itu menyiramnya agar sisa najis menjadi hilang. Urutannya proses pembersihan najis yang ideal ini perlu diperhatikan, karena jika dibalik maka najis akan menyebar dan bagian yang sebelumnya tidak terkena najis.
. Diizinkan shalat dengan shalat dengan pakaian yang telah terkena darah haid, karena dengan menggosok-gosok bagian yang terkena najis dan membersihkannya dengan air maka pakaian itu menjadi suci. Adapun badan wanita yang sedang haid, keringatnya dan lainnya yang sejenis tetap suci, karena Rasulullah tidak memerintahkan apa-apa kecuali mencuci bagian pakaian yang terkena najis darah haid. Dengan demikian, apa saja selain bagian tersebut adalah tetap pada asal kesuciannya.
. Sabda beliau ” kemudian ia shalat dengan pakaian tersebut ” adalah dalil bahwa najis kering tidak dapat disucikan kecuali melaui 3 proses tersebut.
. Hadits ini menunjukan bahwa kesucian pakaian, badan dan tempat shalat merupakan sebagian syarat sahnya shalat. Dengan begitu, shalat dinilai tidah sah jika terdapat najis yang bisa dibersihkan.
. Hadits diatas juga merupakan dalil bahwa yang wajib ialah menghilangkan najis. Adapun berapa kali pembersihan tersebut dilakukan tidak tidak menjadi syarat. Jika najis tersebut sudah dapat hilang dengan sekali siraman air maka bagian yang terkena najis tersebut sudah suci. Ini adalah pendapat yang kuat.
============
Fawaid hadits:
1. Najisnya darah haidh walaupun sedikit.
2. Menghilangkan najis dari badan atau pakaian sebelum shalat adalah wajib.
3. Darah haidh yang kering wajib dikerik terlebih dahulu, kemudian digosok lalu dicuci.
4. Menghilangkan najis adalah dengan menghilangkan dzatnya sampai hilang bau, rasa, dan warnanya.
5. Menghilangkan najis harus dengan air, tidak mencukupi dengan selain air kecuali bila ada dalil.
==============
28 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ - قَالَ: «قَالَتْ خَوْلَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَذْهَبْ
الدَّمُ؟ قَالَ: يَكْفِيك الْمَاءُ وَلَا يَضُرُّك أَثَرُهُ» أَخْرَجَهُ
التِّرْمِذِيُّ. وَسَنَدُهُ ضَعِيفٌ.
28. Dari Abu Hurairah ia berkata, “Khaulah bertanya,
‘Wahai Rasulullah , bagaimana jika darahnya tidak hilang?’ beliau menjawab,
‘Cukuplah bagimu air, dan tidak membahayakanmi bekasnya’.”
(HR. At
Tirmidzi dan sanadnya dhaif)
[Shahih: Shahih Abu Daud 365, dan saya
tidak menemukannya dalam Sunan At Tirmidzi]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Tafsir Hadits
Hadits tersebut adalah dalil terhadap apa yang telah kami
sebutkan, bahwa tidak wajib menggunakan barang tajam untuk menghilangkan bekas
najis dan bendanya. Dan pendapat itulah yang diambil pada sekelompok Ahlul Bait,
Al Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah.
Yang mewajibkan menghilangkannya dengan memaksa – yaitu Al
Hadawiyah - berdalil bahwa maksud dari bersuci adalah agar orang yang akan
menunaikan shalat dalam kesiapan yang sempurna dan dengan perhiasan yang bagus,
dan berdasarkan hadits:
«اُقْرُصِيهِ وَأَمِيطِيهِ عَنْك
بِإِذْخِرَةٍ»
‘Gosok dan hilangkanlah ia (darah haidh) darimu dengan
idzkhir.’
[Shahih: Shahih At Tirmidzi
138]
Ia berkata dalam Asy Syarh, “Anda telah mengetahui
bahwa yang telah disebutkan tidak memenuhi apa yang diinginkan, dan bahwa
pendapat pertama lebih kuat”, ini komentarnya.
Ada juga yang berkata, “Telah disebutkan perintah mencuci
dari haidh dengan air dan daun bidara, dan daun bidara termasuk sesuatu yang
tajam, dan hadits yang diriwayatkan dengannya sangat kuat sebagaimana yang telah
Anda ketahui, maka ia membatasi apa yang disebutkan secara mutlak dan
mengkhususkan menggunakan sesuatu yang tajam ketika mencuci darah haidh, dan
tidak diqiyaskan dengan najis lainnya, lantaran tidak sempurnanya syarat-syarat
qiyas. Hadits: ‘Tidak membahayakanmu bekasnya”, dan hadits Aisyah RA
serta perkataannya , ‘Dan tidak hilang’, dapat dipahami bahwa itu setelah
menggunakan barang tajam.
Inilah hadits-hadits yang disebutkan dalam bab ini, yang
mencakup najisnya arak, daging keledai piaraan, mani, air seni bayi laki-laki
dan perempuan serta darah haidh. Seandainya penulis memasukkan bab tentang
kencingnya Arab Badui dalam masjid, dan menyamak kulit dan yang sepertinya,
niscaya akan lebih bagus.
=============
=============
Kandungan hadits :
. Wajib membersihkan darah haid dari pakaian dan badan.
. Cara membersihkannya harus menggunakan air.
. Jika setelah proses pembersihan yang benar masih terdapat bekas darah pada pakaian atau badan maka hal itu tidak mengaganggu kesempurnaan kesucian dan keabsahan shalat atau ibadah lainnya.
. Syariat Islam itu toleran dan mudah. Seorang muslim harus bertakwa kepada Allah semaksimal mungkin, lebih dari itu [ diluar kemampuannya ] dimaafkan.
. Badan wanita yang sedang haid dan juga keringatnya tetap suci. Sebab dalam hadits tidak ada perintah membersihkan kecuali bagian yang terkena darah. Sementara yang lain tetap dalam kesucian asal.
Perintah mandi karena haid bukan disebabkan kenajisannya, tetapi oleh hadats besar [ haid ]. Hadats tidak dinamakan najis. Ia adalah suatu nilai [ cara ] pada badan yang dapat dihilangkan dengan cara mandi. Jika hadats adalah najis tentu yang dibersihkan hanya tempat darah keluar dan tentu juga berhubungan suami istri tidak diperbolehkan. Hal ini termasuk masalah agama yang sudah diketahui dengan sendirinya.
. Tujuan utama dari thahaarah adalah menghindari najis. Dengan begitu seseorang dapat menunaikan shalatnya dalam kondisi dan penampilan yang terbaik ditengah munajatnya kepada Allah.
================
Fawaid hadits:
1. Wajibnya mencuci darah haidh yang mengenai baju dan badan.
2. Kewajiban mencucinya adalah dengan air.
3. Apabila baju telah dicuci namun masih tersisa bekasnya, maka tidak berpengaruh.
4. Islam adalah agama yang mudah, tidak memberikan beban kecuali sesuai dengan kemampuan.
5. Badan wanita haidh dan keringatnya adalah suci.
0 comments:
Post a Comment