26 - وَعَنْ أَبِي السَّمْحِ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
«يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ، وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ» أَخْرَجَهُ
أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ
26. Dari Abu As Samhi ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Kencing bayi perempuan dicuci dan kencing bayi laki-laki
diperciki’.” (HR. Abu Daud dan An Nasa'i dan dishahihkan Al Hakim)
[Shahih: Shahih Al Jami'
8117]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi Perawi
Abu As Samhi, namanya adalah Iyad. Pelayan Rasulullah, ia
hanya memiliki satu hadits.
Tafsir Hadits
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Al Bazzar, Ibnu Majah
dan Ibnu Khuzaimah dari hadits Abu As Samhi, ia berkata,
«كُنْت أَخْدُمُ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَأُتِيَ بِحَسَنٍ أَوْ حُسَيْنٍ فَبَالَ عَلَى صَدْرِهِ،
فَجِئْت أَغْسِلُهُ فَقَالَ: يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ»
“Aku pernah melayani Rasulullah , didatangkan Hasan atau
Husain lalu kencing di atas dadanya, lalu aku datang mencucinya, maka beliau
bersabda, ‘Kencing anak perempuan dicuci.’ (Al Hadits)
[Shahih: Shahih Ibnu Majah
532]
Juga diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah dan
Ibnu Majah serta Al Hakim dari hadits Lubabah binti Al Harits, ia berkata, ‘Ia
adalah Al Husain.’ Lalu ia pun menyebutkan hadits tersebut. Dan dalam
lafazhnya:
«يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْأُنْثَى وَيُنْضَحُ مِنْ
بَوْلِ الذَّكَرِ»
“Dicuci dari kencing anak perempuan, dan diperciki
kencingnya anak laki-laki.”
[Hasan Shahih: Shahih Abu Daud
375]
Para perawi tersebut dan Ibnu Hibban meriwayatkannya dari Ali , ia berkata,
«قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - فِي بَوْلِ الرَّضِيعِ: يُنْضَحُ بَوْلُ الْغُلَامِ وَيُغْسَلُ بَوْلُ
الْجَارِيَةِ»
“Rasulullah bersabda mengenai kencing bayi, ‘Kencing
bayi laki-laki diperciki dan kencing anak perempuan dicuci’.”
[Hasan: Shahih Al Jami'
8172]
Qatadah berkata, “Hal ini jika bayi belum makan makanan,
namun jika sudah makan maka harus dicuci.”
[Shahih: Shahih Abu Daud
378]
Dalam bab ini terdapat banyak hadits marfu dan mauquf,
statusnya sebagaimana dikatakan Al Baihaqi, ‘Jika dikumpulkan satu dengan
lainnya ia menjadi kuat.”
Hadits di atas menunjukkan perbedaan antara kencing anak
laki-laki dengan kencing anak perempuan mengenai hukumnya, hal itu sebelumnya
keduanya makan makanan, sebagaimana yang telah dibatasi oleh perawi hadits yang
diriwayatkan secara marfu’.
Dalam Shahih Ibnu Hibban dan Al Mushannaf (1/114)
karya Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Syihab, “Telah ditetapkan dalam As sunnah agar
kencing bayi yang belum makan makanan diperciki.” Maksudnya adalah bayi yang
belum mengkonsumsi selain air susu ibunya (ASI), dan ada yang berpendapat selain
itu.
Dalam hal ini para ulama terbagi tiga pendapat:
pertama: Pendapat Al Hadawiyah, Al Hanafiyah dan Al
Malikiyah, bahwa wajib mencucinya seperti najis-najis lainnya diqiyaskan atas
semua najis, lalu mereka mentakwil hadits-hadits tersebut, yakni mendahulukan
qiyas atas nash.
kedua; Salah satu pendapat Asy-Syafi'iyah dan
merupakan pendapat paling shahih menurut mereka, bahwa cukup memerciki pada
kencing anak laki-laki tetapi tidak pada kencing anak perempuan, karena
disamakan dengan najis-najis lainnya berdasarkan hadits yang diriwayatkan dan
membedakan antara keduanya. Ini adalah pendapat Ali RA, Atha’, Hasan, Ahmad dan
Ishaq serta yang lainnya.
ketiga; cukup dengan memerciki pada keduanya, ini
adalah pendapat al Auza’i.
Apakah kencing bayi suci atau najis? Mayoritas berpendapat
bahwa kencing bayi itu najis, hanya saja syariat memberikan keringanan dalam hal
membersihkannya.
Perlu diketahui bahwa (النَّضْحَ)
sebagaimana dikatakan An Nawawi di dalam Syarh Muslim yaitu bahwa sesuatu
yang terkena kencing dipercikkan air kepadanya hingga rata tetapi tidak sampai
mengalir dan menetes air darinya, berbeda dengan memerciki yang lainnya, dimana
disyaratkan mengalir dan menetesnya sebagian air dari tempat yang terkena
percikan, meski tidak disyaratkan memerasnya, ia berkata, “Inilah yang paling
shahih dan terpilih, ini adalah pendapat Imam Al Haramain dan para
muhaqqiq (peneliti).
=============
=============
Kandungan hadits :
. Berdasarkan hadits ini, dapat di pahami bahwa pada asalnya bayi laki-laki dan bayi perempuan adalah sama secara hukum. Adapun perbedaan perlakuan hukum seperti yang dijelaskan dalam hadits ini merupakan dalil bahwa pada hal-hal lain, hukum kedua jenis bayi tersebut tetap berlaku sebagaimana hukum asalnya.
. Air seni bayi perempuan dimasa penyusuan adalah najis sebagaimana najis-najis lain.
. Untuk itu, ketika air seninya mengenai baju atau lainnya maka bagian yang terkena itu wajib dibasuh [ dicuci ] dengan air. Sebagaimana perlakuan yang sama terhadap najis-najis lain.
. Najis air seni bayi laki-laki yang belum makan makanan lain selain ASI lebih ringan daripada jenisnya air seni bayi perempuan.
. Membersihkan baju atau apa saja yang terkena air seni bayi laki-laki yang belum makan makanan lain selain ASI cukup dengan diperciki air.
. Para ulama berusaha menyingkap rahasia dibalik perbedaan hukum ini. Sebagian dari mereka mengungkapkan bahwa bayi laki-laki, biasanya lebih disukai dalam keluarga sehingga seringkali digendong / dibawa-bawa. Dengan begitu, orang yang membawanya sering dikencingi. Adalah merupakan bentuk peringatan hukum, jika cara penyucian najis air seninya diperangi. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih ” masyaqqah” [ kesulitan ] dapat meringankan hukum.
0 comments:
Post a Comment