Huru Hara Di Hari Jum’at Pertengahan Ramadhan

<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Akhir-akhir ini banyak sekali pertanyaan dari beberapa orang seputar derajat hadits huru-hara akhir zaman yang terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan yang bertepatan dengan hari Jumat.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Maka kami katakan, bahwa para ulama hadits terdahulu maupun yang hidup di zaman sekarang telah menerangkan dengan jelas dan gamblang bahwa hadits-hadits yang berbicara tentang masalah tersebut tidak ada satu pun yang shahih dari Nabi <em style="box-sizing: border-box;">shallallahu alaihi wasallam</em>, baik ditinjau dari segi sanad hadits maupun realita yang ada. Bahkan semuanya adalah hadits-hadits munkar dan palsu yang didustakan atas nama Nabi <em style="box-sizing: border-box;">shallallahu alaihi wasallam</em>.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Berikut ini akan saya sebutkan teks (lafazh) hadits tersebut dengan sanadnya, serta studi kritis para ulama terhadapnya.</div> <div dir="RTL" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 18px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> قَالَ نُعَيْمٌ بْنُ حَمَّادٍ : حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ عَنِ ابْنِ لَهِيعَةَ قَالَ : حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ حُسَيْنٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنِ الْحَارِثِ الْهَمْدَانِيِّ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : “إذا كانَتْ صَيْحَةٌ في رمضان فإنه تكون مَعْمَعَةٌ في شوال، وتميز القبائل في ذي القعدة، وتُسْفَكُ الدِّماءُ في ذي الحجة والمحرم.. قال: قلنا: وما الصيحة يا سول الله؟ قال: هذه في النصف من رمضان ليلة الجمعة فتكون هدة توقظ النائم وتقعد القائم وتخرج العواتق من خدورهن في ليلة جمعة في سنة كثيرة الزلازل ، فإذا صَلَّيْتُمْ الفَجْرَ من يوم الجمعة فادخلوا بيوتكم، وأغلقوا أبوابكم، وسدوا كواكـم، ودَثِّرُوْا أَنْفُسَكُمْ، وَسُـدُّوْا آذَانَكُمْ إذا أَحْسَسْتُمْ بالصيحة فَخَرُّوْا للهِ سجدًا، وَقُوْلُوْا سُبْحَانَ اللهِ اْلقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ اللهِ اْلقُدُّوْسِ ، ربنا القدوس فَمَنْ يَفْعَلُ ذَلك نَجَا، وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ هَلَكَ)</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Nu’aim bin Hammad berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu Umar, dari Ibnu Lahi’ah, ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Abdul Wahhab bin Husain, dari Muhammad bin Tsabit Al-Bunani, dari ayahnya, dari Al-Harits Al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud <em style="box-sizing: border-box;">radhiallahu ‘anhu</em>, dari Nabi <em style="box-sizing: border-box;">shallallahu alaihi wasallam</em>, beliau bersabda: <em style="box-sizing: border-box;">“Bila telah muncul suara di bulan Ramadhan, maka akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kabilah-kabilah saling bermusuhan (perang antar suku, pent) di bulan Dzul Qa’dah, dan terjadi pertumpahan darah di bulan Dzul Hijjah dan Muharram…”. Kami bertanya: “Suara apakah, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Suara keras di pertengahan bulan Ramadhan, pada malam Jumat, akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, para gadis keluar dari pingitannya, pada malam Jumat di tahun terjadinya banyak gempa. Jika kalian telah melaksanakan shalat Subuh pada hari Jumat, masuklah kalian ke dalam rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah lubang-lubangnya, dan selimutilah diri kalian, sumbatlah telinga kalian. Jika kalian merasakan adanya suara menggelegar, maka bersujudlah kalian kepada Allah dan ucapkanlah: “Mahasuci Allah Al-Quddus, Mahasuci Allah Al-Quddus, Rabb kami Al-Quddus”, kerana barangsiapa melakukan hal itu, niscaya ia akan selamat, tetapi barangsiapa yang tidak melakukan hal itu, niscaya akan binasa”.</em></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> (Hadits ini diriwayatkan oleh Nu’aim bin Hammad di dalam kitab <em style="box-sizing: border-box;">Al-Fitan</em> I/228, No.638, dan Alauddin Al-Muttaqi Al-Hindi di dalam kitab <em style="box-sizing: border-box;">Kanzul ‘Ummal</em>, No.39627).</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <span style="box-sizing: border-box; color: red;"><strong style="box-sizing: border-box; color: black;">Derajat Hadits</strong></span></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Hadits ini derajatnya <strong style="box-sizing: border-box; color: black;">palsu</strong> (m<em style="box-sizing: border-box;">audhu’</em>), karena di dalam sanadnya terdapat beberapa perawi hadits yang pendusta dan bermasalah sebagaimana diperbincangkan oleh para ulama hadits. Para perawi tersebut ialah sebagaimana berikut ini</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <strong style="box-sizing: border-box; color: black;"></strong><strong style="box-sizing: border-box; color: black;">1. Nu’aim bin Hammad</strong></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Dia seorang perawi yang <em style="box-sizing: border-box;">dha’if</em> (lemah),</div> <ul style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px;"> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia seorang yang <em style="box-sizing: border-box;">dha’if</em> (lemah)” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Adh-Dhu’afa wa Al-Matrukin</em>, karya An-Nasa’i I/101 no.589)</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Abu Daud berkata: “Nu’aim bin Hammad meriwayatkan dua puluh hadits dari Nabi <em style="box-sizing: border-box;">shallallahu alaihi wasallam</em> yang tidak mempunyai dasar sanad (sumber asli, pent).”</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Imam Al-Azdi mengatakan: “Dia termasuk orang yang memalsukan hadits dalam membela As-Sunnah, dan membuat kisah-kisah palsu tentang keburukan An-Nu’man (maksudnya, Abu Hanifah, pent), yang semuanya itu adalah kedustaan<strong style="box-sizing: border-box; color: black;">”  </strong>(Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Mizan Al-I’tidal</em> karya imam Adz-Dzahabi IV/267).</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Imam Adz-Dzahabi berkata tentangnya: “Tidak boleh bagi siapa pun berhujjah dengannya, dan ia telah menyusun kitab Al-Fitan, dan menyebutkan di dalamnya keanehan-keanehan dan kemungkaran-kemungkaran” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">As-Siyar A’lam An-Nubala</em> X/609).</li> </ul> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <strong style="box-sizing: border-box; color: black;">2. Ibnu Lahi’ah (Abdullah bin Lahi’ah)</strong></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Dia seorang perawi yang <em style="box-sizing: border-box;">dha’if</em> (lemah), karena mengalami kekacauan dalam hafalannya setelah kitab-kitab haditsnya terbakar.</div> <ul style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px;"> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia seorang yang <em style="box-sizing: border-box;">dha’if</em> (lemah)” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Adh-Dhu’afa wa Al-Matrukin</em>, karya An-Nasa’i I/64 no.346)</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Dia mengalami kekacauan di dalam hafalannya setelah kitab-kitab haditsnya terbakar” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Taqrib At-Tahdzib</em> I/319 no.3563).</li> </ul> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <br /></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <strong style="box-sizing: border-box; color: black;">3. Abdul Wahhab bin Husain</strong></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Dia seorang perawi yang <em style="box-sizing: border-box;">majhul</em> (tidak dikenal).</div> <ul style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px;"> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Al-Hakim berkata tentangnya: “Dia seorang perawi yang <em style="box-sizing: border-box;">majhul</em> (tidak jelas jati dirinya dan kredibilitasnya)” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Al-Mustadrak</em> No. 8590)</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Imam Adz-Dzahabi berkata di dalam <em style="box-sizing: border-box;">At-Talkhish</em>: “Dia mempunyai riwayat hadits palsu.” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Lisan Al-Mizan</em>, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani II/139).</li> </ul> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <strong style="box-sizing: border-box; color: black;"></strong><strong style="box-sizing: border-box; color: black;">4. Muhammad bin Tsabit Al-Bunani</strong></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Dia seorang perawi yang <em style="box-sizing: border-box;">dha’if</em> (lemah dalam periwayatan hadits) sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Hibban dan An-Nasa’i.</div> <ul style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px;"> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia seorang yang <em style="box-sizing: border-box;">dha’if</em> (lemah)”</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Yahya bin Ma’in berkata: “Dia seorang perawi yang tidak ada apa-apanya”(Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Al-Kamil Fi Dhu’afa Ar-Rijal</em>, karya Ibnu ‘Adi VI/136 no.1638).</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Ibnu Hibban berkata: “Tidak boleh berhujjah dengannya, dan tidak boleh pula meriwayatkan darinya” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Al-Majruhin</em>, karya Ibnu Hibban II/252 no.928).</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Imam Al-Azdi berkata: “Dia seorang yang gugur riwayatnya” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Tahdzib At-Tahdzib</em>, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani IX/72 no.104)</li> </ul> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <br /></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <strong style="box-sizing: border-box; color: black;"></strong><strong style="box-sizing: border-box; color: black;">5. Al-Harits bin Abdullah Al-A’war Al-Hamdani.</strong></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Dia seorang perawi pendusta, sebagaimana dinyatakan oleh imam Asy-Sya’bi, Abu Hatim dan Ibnu Al-Madini.</div> <ul style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px;"> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia bukan seorang perawi yang kuat (hafalannya, pent)” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Al-Kamil Fi Dhu’afa Ar-Rijal</em>, karya Ibnu ‘Adi II/186 no.370).</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata tentangnya: “Imam Asy-Sya’bi telah mendustakan pendapat akalnya, dan dia juga dituduh menganut paham/madzhab Rafidhah (syi’ah), dan di dalam haditsnya terdapat suatu kelemahan” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Taqrib At-Tahdzib</em> I/146 no.1029).</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Ali bin Al-Madini berkata: “Dia seorang pendusta”</li> <li style="box-sizing: border-box; text-align: justify;">Abu Hatim Ar-Razi berkata: “Dia tidak dapat dijadikan hujjah.” (<em style="box-sizing: border-box;">Siyar A’lam An-Nubala’</em>, karya imam Adz-Dzahabi IV/152 no.54)</li> </ul> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <span style="box-sizing: border-box; color: red;"><strong style="box-sizing: border-box; color: black;">Perkataan Para Ulama Tentang Hadits Ini</strong></span></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Al-Uqaily <em style="box-sizing: border-box;">rahimahullah</em> berkata: “Hadits ini tidak memiliki dasar dari hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang <em style="box-sizing: border-box;">tsiqah</em> (terpercaya), atau dari jalan yang <em style="box-sizing: border-box;">tsabit</em> (kuat dan benar adanya).” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Adh-Dhu’afa Al-Kabir</em> III/52).</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Ibnul Jauzi <em style="box-sizing: border-box;">rahimahullah</em> berkata: “Hadits ini dipalsukan atas nama Rasulullah <em style="box-sizing: border-box;">shallallahu ‘alaihi wasallam</em>” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Al-Maudhu’aat</em> III/191).</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Syaikh Al-Albani <em style="box-sizing: border-box;">rahimahullah</em> berkata: “Hadits ini palsu (<em style="box-sizing: border-box;">maudhu’</em>). Dikeluarkan oleh Nu’aim bin Hammad dalam kitab Al-Fitan.” Dan beliau menyebutkan beberapa riwayat dalam masalah ini dari Abu Hurairah dan Abdullah bin Mas’ud <em style="box-sizing: border-box;">radhiyallahu anhuma</em><strong style="box-sizing: border-box; color: black;">. </strong>(Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah wa Al-Maudhu’ah</em> no.6178, 6179).</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> Syaikh Abdul Aziz bin Baz <em style="box-sizing: border-box;">rahimahullah</em> berkata: “Hadits ini tidak mempunyai dasar yang benar, bahkan ini adalah hadits yang batil dan dusta” (Lihat <em style="box-sizing: border-box;">Majmu’ Fatawa Bin Baz</em> XXVI/339-341).</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <span style="letter-spacing: 0.2px; text-align: start;">Muhammad Wasitho Abu Fawwaz, Lc.</span></div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #111111; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 19px; letter-spacing: 0.2px; margin-bottom: 1em; text-align: justify;"> <img alt="Image result for huru hara pertengahan ramadhan" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLWwQuntd9mUIlospoL7uP7OtUcM73MWTmMK17LtbAsN4eNiaWO5j3bnnAvJdmytlzZovepgX1YwSPSwZp6H9zgCU3LIaDRDG2AZoUw0PPs4O0KNVdNi-ZjkAX7rvN7S9MfkSrzWwCJYyj/s200/Malapetaka+Di+Pertengahan+Ramadhan+2012.jpg" width="200" /></div>

Huru Hara Di Hari Jum’at Pertengahan Ramadhan

Akhir-akhir ini banyak sekali pertanyaan dari beberapa orang seputar derajat hadits huru-hara akhir zaman yang terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan yang bertepatan dengan hari Jumat. Maka kami katakan, bahwa para ulama hadits terdahulu maupun yang hidup di zaman sekarang telah menerangkan dengan…

Read more »

Memilih Yang Diyakini Dan Meninggalkan Keraguan

<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> عَنْ أَبِـيْ مُحَمَّدٍ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ، سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ وَرَيْحَانَتِهِ قَالَ : حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ :(( دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ)). رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ، وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Dari Abu Muhammad al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangannya Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Aku telah hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu’.” [Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasâ`i. At-Tirmidzi berkata,“Hadits hasan shahîh]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Hadits di atas merupakan penggalan dari hadits panjang tentang qunut dalam shalat Witir. Dalam riwayat at-Tirmidzi dan selainnya terdapat tambahan dalam hadits tersebut, yaitu:</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيْبَةٌ.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Karena sesungguhnya kebenaran adalah ketentraman dan dusta adalah keraguan.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Sedangkan lafazh dalam riwayat Ibnu Hibban ialah:</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> فَإِنَّ الْخَيْرَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَإِنَّ الشَّرَّ رِيْبَةٌ.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Karena sesungguhnya kebaikan adalah ketentraman dan keburukan adalah keraguan.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> TAKHRIJ HADITS</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><br /></span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;">Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh:</span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 1. ‘Abdur-Razaq dalam al-Mushannaf (no. 4984).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 2. Ahmad (I/200).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 3. At-Tirmidzi (no. 2518).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 4. An-Nasâ`i (VIII/327-328).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 5. Ath-Thayalisi (no. 1274).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 6. Ad-Darimi (II/245)</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 7. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Kabîr (no. 2708, 2711).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 8. Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyâ` (VIII/290, no. 12236).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 9. Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no. 2032).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 10. Ibnu Hibban (no. 720 -at-Ta’lîqâtul-Hisân).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 11. Al-Hakim (II/13, IV/99).</div> </span><br /> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> MUFRADAATUL-HADITS (KOSA KATA HADITS)</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><br /></span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;">As-Sibthu (السِّبْطُ), artinya cucu dari anak perempuan, sedangkan al-hafiid (الْحَفِيْدُ) artinya cucu dari anak laki-laki.</span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"> </span><br /> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Raihânah (رَيْحَانَةٌ), artinya bunga yang harum aromanya. Ini merupakan kiasan dari bentuk kecintaan dan kegembiraan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang al-Hasan dan al-Husain Radhiyallahu ‘anhuma :</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> هُمَا رَيْحَانَتَايَ مِنَ الدُّنْيَا.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Keduanya adalah kesayanganku dari kehidupan dunia [1].</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Imam Ibnul-Atsir rahimahullah berkata,“Ar-Raihân (الرَّيْحَانُ) dimutlakkan maknanya atas rahmat (kasih sayang), rizki, dan kesenangan. Anak disebut ar-raihaan karena ia merupakan rizki.” [2]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berkata, “Disamakannya al-Hasan dan al-Husain dengan bunga yang harum aromanya karena anak kecil selalu dicium.” [3]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Da’ (دَعْ) merupakan sinonim dari kata utruk (اُتْرُكْ), artinya tinggalkanlah. Mâ Yarîbuka (مَا يَرِيْبُكَ), artinya apa saja yang membuatmu ragu-ragu, cemas, dan bimbang. Ash-Shidqu (اَلصِّدْقُ) artinya, kejujuran. Al-Kadzibu (الْكَذِبُ), artinya kedustaan. Ath-Thuma’nînah (اَلطُّمَأْنِيْنَةُ), artinya ketenangan. Al-Khairu (اَلْخَيْرُ), artinya kebaikan. Asy-Syarru (اَلشَّـرُّ), artinya kejelekan, keburukan, dan kejahatan. Ar-Rîbatu (اَلرِّيْبَةُ), artinya keragu-raguan, kecemasan, dan kegelisahan.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> BIOGRAFI PERAWI HADITS</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><br /></span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;">Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang al-Hasan dan al-Husain Radhiyallahu ‘anhuma.</span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"> </span><br /> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> إِنَّ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Sesungguhnya al-Hasan dan al-Husain, keduanya adalah pemimpin pemuda ahli Surga.[4]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhuma, cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari anak beliau yang bernama Fathimah Radhiyallahu ‘anhuma. Dilahirkan di Madinah tahun ketiga Hijriyyah. Ia adalah seorang pemuda yang tampan, pemilik akal yang cemerlang, penyantun, dermawan, takwa, mencintai kebaikan, fasih, dan memiliki cara berpikir dan logika yang paling baik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm menyifatinya bahwa ia adalah pemimpin. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> إِنَّ ابْنِيْ هَذَا سَيِّدٌ ، وَسَيُصْلِحُ اللهُ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Sesungguhnya anakku (cucuku) ini pemimpin. Dengannya Allah akan mendamaikan antara dua kelompok besar kaum Muslimin. [5]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Dan kenyataannya pun demikian, yaitu ketika ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mati syahid dan al-Hasan Radhiyallahu ‘anhu diangkat sebagai khalifah. Kemudian setelah enam bulan menjabat khalifah muncul ide darinya untuk menghentikan pertumpahan darah kaum Muslimin, maka ia menyerahkannya kepada Mu’awiyyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhuma. Melalui penyerahan jabatannya itulah Allah Ta’ala mendamaikan antara para pendukung Mu’awiyyah Radhiyallahu ‘anhu dan para pendukung ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dan memperoleh kebaikan yang sangat banyak. Itu terjadi pada tahun 41 H. Ummat Islam menamai tahun itu dengan tahun persatuan karena bersatunya kaum Muslimin di bawah seorang khalifah. Al-Hasan Radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia pada tahun 50 H. dan dikuburkan di Baqi’. Ia meriwayatkan dari kakeknya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebanyak 13 hadits.[6]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> SYARAH HADITS</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><br /></span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;">Makna hadits di atas ialah berhenti dari hal-hal yang syubhat dan menjauhinya karena perkara yang halal itu tidak menimbulkan keraguan di hati seorang Mukmin. Keraguan adalah kekalutan dan kegoncangan. Justru jiwa terasa damai dengan perkara halal dan tenteram dengannya. Adapun hal-hal yang syubhat menimbulkan kekalutan dan kegoncangan di hati dan membuatnya ragu-ragu.</span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"> </span><br /> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> • Wara`nya ulama Salaf Dan Mereka Meninggalkan Perkara-Perkara Syubhat.</div> <div style="text-align: justify;"> Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu mempunyai budak laki-laki yang menyerahkan hasil kerjanya kepadanya, dan Abu Bakar biasa memakan dari hasil kerjanya itu. Pada suatu hari, budak tersebut datang membawa sesuatu, kemudian Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memakannya. Budak tersebut berkata kepada Abu Bakar, ‘Tahukah engkau, apa yang engkau makan tadi?’ Abu Bakar menjawab, ‘Tidak tahu.’ Budak tersebut berkata, ‘Aku pernah menjadi dukun untuk seseorang pada masa Jahiliyah, padahal aku tidak bisa menjadi dukun yang baik. Aku tipu orang tersebut, kemudian ia memberiku uang. Itulah yang engkau makan,’ maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memasukkan tangannya ke dalam mulutnya, kemudian beliau memuntahkan segala sesuatu yang ada di dalam perutnya” [7].</div> <br /> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Abu ‘Abdur-Rahmân al-Amri rahimahullah berkata, “Jika seorang hamba bersikap wara`, ia akan meninggalkan apa saja yang meragukannya menuju apa saja yang tidak meragukannya.”</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila dihadapkan pada dua pilihan, beliau mengambil yang lebih ringan (mudah).</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Meninggalkan yang ragu ini berlaku dalam ibadah, mu’amalah, pernikahan, dan berlaku pula dalam setiap bab dalam disiplin ilmu.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Contoh dalam ibadah: Seseorang batal wudhu`nya, kemudian shalat, dan ia ragu-ragu apakah ia masih memiliki wudhu` ataukah sudah batal? Kita katakan: Tinggalkan yang ragu-ragu kepada yang tidak ragu-ragu. Yang diragukan di sini ialah sahnya shalat, yang tidak diragukan ialah hendaknya engkau berwudhu` dan shalat.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Kebalikannya: Seseorang wudhu` kemudian shalat, lalu ia ragu-ragu apakah wudhu`nya batal ataukah tidak? Kita katakan: Tinggalkan yang ragu-ragu kepada yang tidak ragu. Yang yakin padamu adalah wudhu`, sedangkan batal atau tidak batal adalah keraguan, maka tinggalkan keragu-raguan dan lanjutkan shalat.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Jika keragu-raguan terjadi di waktu shalat, maka pelakunya tidak boleh meninggalkan shalatnya karena ada hadits shahîh yang melarangnya. Seperti orang yang yakin mempunyai wudhu` kemudian shalat, namun ragu-ragu apakah ia telah batal atau belum, berdasarkan hadits shahîh dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ الرَّجُلُ الَّذِيْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَجِدُ الشَّيْءَ فِي الصَّلاَةِ ؟ فَقَالَ : لاَ يَنْتَفِلْ – أَوْ :لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Bahwasanya diceritakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang laki-laki yang mengira bahwa ia mendapati sesuatu (hadats yang keluar darinya, Pen.) dalam shalat. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah ia keluar (dari shalat) hingga ia mendengar suara (kentut) atau mencium baunya”.[8]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Demikian juga dalam pernikahan, misalnya seseorang menikah dengan disaksikan dua orang saksi, setelah akad nikah ia ragu, apakah kedua saksi itu adil ataukah tidak? Kita katakan: Proses akad nikah telah selesai dan nikahnya sah, maka tinggalkan yang ragu-ragu.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Begitu pula tentang persusuan, misalnya seorang ibu yang menyusui bayi orang lain, ia ragu-ragu apakah ia menyusui sudah lima kali susuan ataukah empat kali? Kita katakan: Yang tidak diragukan adalah empat kali susuan, sedang yang lima kali susuan adalah keraguan; maka kita katakan: Tinggalkan yang ragu (lima kali susuan) dan berpegang kepada yang yakin (empat kali susuan), maka ketika itu bayi tersebut belum dikatakan sebagai anak susuannya (ini dalam hukum penyusuan).</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Begitu pula orang yang sering waswas dalam wudhu` dan shalatnya, maka hendaklah ia tinggalkan waswas tersebut karena waswas itu dari setan.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Contoh lainnya: Seseorang yang pakaiannya terkena najis lalu ia cuci, kemudian ia ragu-ragu apakah najisnya sudah hilang ataukah belum? Kita katakan: Tinggalkan yang ragu-ragu, hendaknya ia mencucinya lagi karena ia meragukan kesucian pakaiannya itu. Sebab, asalnya ialah terkena najis dan hilangnya najis masih diragukan.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Hassan bin Abi Sinan rahimahullah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih mudah bagiku daripada wara`. Jika sesuatu membuatmu ragu, tinggalkan sesuatu itu.” [9]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Al-Miswar bin Makhramah rahimahullah menimbun banyak sekali makanan. Pada suatu hari, ia melihat awan di musim gugur dan ia pun tidak menyukainya. Ia berkata, “Ketahuilah bahwa sesuatu diperlihatkan kepadaku. Aku telah membenci sesuatu yang bermanfaat bagi kaum muslimin.” Kemudian ia bersumpah untuk tidak mengambil sedikit pun keuntungan dari makanannya. Hal tersebut ia laporkan kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu yang kemudian berkata kepadanya, “Semoga Allah memberi balasan yang lebih baik kepadamu.”</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Berdasarkan kisah di atas, penimbun barang harus menjauhi keuntungan barang yang ditimbunnya secara ilegal.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Imam Ahmad rahimahullah menegaskan bahwa orang harus menjauhi keuntungan barang yang tidak masuk dalam jaminannya, sebab keuntungan tersebut termasuk dalam kategori keuntungan barang yang tidak ia jamin.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melarangnya [10]. Imam Ahmad rahimahullah berkata, dalam riwayat darinya, tentang keuntungan uang mudharabah (bagi hasil) jika debitur menyalahi kesepakatan di dalamnya, “Ia menyedekahkan keuntungan tersebut.” [11]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Imam Ahmad rahimahullah berkata, dalam satu riwayat darinya, tentang seseorang yang membeli buah yang belum matang dengan syarat buah tersebut dipotong, tetapi kemudian orang tersebut membiarkan buah tersebut hingga matang, “Ia harus menyedekahkan kelebihannya.”[12]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia ditanya tentang memakan hewan buruan bagi orang yang sedang ihram, kemudian ia menjawab, “Haji ialah beberapa hari saja. Oleh karena itu, apa saja yang meragukanmu, tinggalkanlah.” Maksudnya, apa saja yang tidak jelas bagimu, apakah hal tersebut halal atau haram, tinggalkanlah. Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya memakan hewan buruan bagi orang yang sedang ihram jika bukan dia sendiri yang memburu hewan tersebut. Pendapat yang terkuat ialah ia boleh memakannya selama ia tidak menyuruh untuk berburu atau mengisyaratkannya, berdasarkan riwayat dari Abu Qatadah al-Anshari.[13]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Hadits di atas dijadikan dalil bahwa menghindari perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah lebih baik, karena lebih jauh dari syubhat. Namun beberapa ulama peneliti dari sahabat-sahabat kami dan selain mereka berpendapat bahwa itu bukan secara mutlak, karena di antara masalah-masalah yang terjadi perbedaan pendapat di dalamnya ada yang merupakan rukhshah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa ada dalil yang menentangnya. Jadi, menerima rukhshah lebih utama daripada menjauhinya.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Jika rukhshah tersebut mempunyai dalil lain yang menentangnya, misalnya hadits lain atau ummat mengerjakan sebaliknya, maka yang lebih utama ialah tidak mengerjakan rukhshah tersebut. Begitu juga jika rukhshah tersebut dikerjakan orang-orang yang sesat, sedangkan ummat pada zaman sahabat di pelosok negeri Islam mengerjakan kebalikannya, maka mengambil yang dikerjakan mayoritas ummat (dari kalangan para sahabat) lebih utama, karena ummat ini (para sahabat) dilindungi Allah dari kemungkinan bersepakat dalam kebatilan. Jadi, amal perbuatan apa saja yang terjadi pada tiga generasi pertama yang mendapatkan keutamaan adalah kebenaran dan selain amal perbuatan tersebut adalah kebatilan.” [14]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Di sini, ada permasalahan yang harus dipahami dengan cerdas bahwa berhenti dari syubhat, layak dikerjakan orang yang seluruh kondisinya telah lurus dan seluruh amal perbuatannya sama dalam takwa dan wara`. Sedangkan bagi orang yang menerjang hal-hal yang diharamkan yang terlihat kemudian ia ingin menjauhi salah satu dari hal-hal syubhat, maka hendaknya ia diingkari, seperti dikatakan Ibnu ‘Umar kepada orang Irak yang bertanya kepadanya tentang darah nyamuk: “Mereka bertanya kepadaku tentang darah nyamuk, padahal mereka telah membunuh al-Husain Radhiyallahu ‘anhu. Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Keduanya (Hasan dan Husain) adalah kesayanganku dari kehidupan dunia’.” [15]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> • Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, “Sesungguhnya Kebenaran Adalah Ketentraman Dan Dusta Adalah Keraguan.”</div> <div style="text-align: justify;"> Maksudnya, sesungguhnya kebaikan itu menentramkan hati, sedangkan keburukan membuat hati serba ragu dan tidak tentram. Ini isyarat untuk kembali kepada hati jika terjadi sesuatu yang tidak jelas. [16]</div> <br /> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Di riwayat lain disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya kebenaran adalah ketentraman dan dusta adalah keragu-raguan.” Menunjukkan bahwa seseorang tidak boleh berpatokan kepada ucapan setiap orang, seperti disabdakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Wabishah, “Kendati manusia memberi fatwa kepadamu.” Namun ia harus berpatokan kepada ucapan orang yang berkata benar, dan tanda kebenaran ialah hati merasa tentram dengannya; sedangkan tanda dusta ialah timbulnya keragu-raguan di hati. Jadi, hati tidak tentram dengan dusta dan malah lari dengannya.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Oleh karena itu, ketika orang-orang cerdas pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar ucapan beliau dan apa yang beliau dakwahkan, mereka tahu bahwa beliau benar dan dengan membawa kebenaran. Sebaliknya ketika mereka mendengar perkataan Musailamah al-Kadzdzab, mereka tahu bahwa ia pendusta dan membawa kebatilan. Diriwayatkan dari ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu bahwa sebelum ia masuk Islam, ia mendengar perkataan Musailamah al-Kadzdzab, “Hai kelinci, hai kelinci, engkau mempunyai dua telinga dan dada. Engkau sendiri mengetahui hal ini, hai ‘Amr.” ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu berkata, “Demi Allah, aku tahu engkau pendusta.”</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Salah seorang ulama Salaf berkata: “Bayangkan apa saja di hatimu dan pikirkan lalu bandingkan dengan kebalikannya. Jika engkau mampu membedakan di antara keduanya, engkau membedakan antara kebenaran dengan kebatilan dan antara kejujuran dengan kebohongan. Engkau bayangkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pikirkan Al-Qur`an yang beliau bawa, misalnya firman Allah Ta’ala:</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن مَّاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia menghidupkan bumi sesudah mati (keringnya) dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. [al-Baqarah/2:164].</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Kemudian engkau bayangkan kebalikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, engkau mendapati bahwa kebalikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut ialah Musailamah al-Kadzdzab.[17]</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> FAWA-ID HADITS</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><br /></span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;">1. Agama Islam tidak menginginkan ummatnya berada dalam keraguan dan kebimbangan, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tinggalkan apa yang meragukannmu kepada apa yang tidak meragukanmu”.</span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 2. Jika anda menginginkan ketentraman dan ketenangan, maka tinggalkanlah keragu-raguan dan buanglah jauh-jauh. Terutama ketika anda telah selesai melaksanakan suatu ibadah sehingga anda tidak menjadi bimbang.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 3. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan jawâmi’ul-kalim (kalimat yang singkat namun maknanya padat) dan beliau berbicara dengan kata-kata yang singkat.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 4. Meninggalkan perkara-perkara syubhat adalah wajib dan termasuk dari kesempurnaan ketakwaan.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 5. Dari hadits ini diambil kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> اَلْيَقِيْنُ لاَ يَزُوْلُ بِالشَّكِّ</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> (Keyakinan itu tidak bisa hilang dengan keragu-raguan).</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 6. Berbagai perkara dalam kehidupan dibangun di atas keyakinan.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 7. Perkara yang halal, kejujuran, dan kebenaran adalah ketentraman dan ketenangan.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 8. Perkara yang haram, berdusta, dan kebatilan adalah keragu-raguan dan kebimbangan.</div> </span><br /> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"> Marâji`:</div> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><br /></span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"></span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;">1. Al-Qur`ân dan terjemahnya.</span></div> <span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 2. Al-Mustadrak ‘ala Shahîhaini.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 3. Al-Mu’jamul-Kabîr.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 4. Al-Wâfi fî Syarhil-Arba’în an-Nawawiyyah, karya Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyidin Mustha.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 5. Hilyatul-Auliyâ`.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 6. Jâmi’ul-‘Ulum wal-Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqîq: Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim Bâjis.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 7. Kutûbus-Sittah.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 8. Musnad ath-Thayalisi.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 9. Musnad Imam Ahmad.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 10. Mushannaf ‘Abdur-Razzaq.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 11. Qawâ’id wa Fawâ`id minal-‘Arba’în an-Nawawiyyah, karya Nazhim Muhammad Sulthan.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 12. Shahîh Ibni Hibban.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 13. Syarhul-Arba’în an-Nawawiyyah, karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 14. Syarhus-Sunnah lil-Baghawi.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 15. Tafsîr ath-Thabari.</div> </span><span style="color: #666666; font-family: "open sans" , "helvetica"; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;"> 16. Tafsîr Ibni Katsir, dan kitab-kitab lainnya.</div> </span><br /> <div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #666666; font-family: "Open Sans", Helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 10px; outline: 0px; padding: 0px;"> </div> <div style="text-align: justify;"> [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M]</div> <div style="text-align: justify;"> ________</div> <div style="text-align: justify;"> Footnote</div> <div style="text-align: justify;"> [1]. Shahîh. HR al-Bukhari, no. 3753.</div> <div style="text-align: justify;"> [2]. An-Nihâyah fî Gharîbil-Hadîts wal-Atsar, II/288.</div> <div style="text-align: justify;"> [3]. Fat-hul Bâri, VII/99.</div> <div style="text-align: justify;"> [4]. Shahîh. HR at-Tirmidzi (no. 3781), Ahmad (V/391) sanadnya shahîh. Dishahîhkan oleh al-Hakim (III/151) dan disepakati oleh adz-Dzahabi (III/151).</div> <div style="text-align: justify;"> [5]. Shahîh. HR al-Bukhâri, no. 2704.</div> <div style="text-align: justify;"> [6]. Lihat biografi lengkap beliau dalam Siyar A’lâmin-Nubalâ (III/245, no. 47), Tahdzîbut-Tahdzîb (II/257-261), dan kitab-kitab biografi lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> [7]. Shahîh. HR al-Bukhâri, no. 3842.</div> <div style="text-align: justify;"> [8]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 137) dan Muslim (no. 361) dari ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim al-Mazini al-Anshari. Diriwayatkan juga oleh Muslim (no. 362) dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.</div> <div style="text-align: justify;"> [9]. Dinukil dengan sedikit perubahan dari Syarah al-Arba’în an-Nawawiyyah, karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullah, hlm. 177-178.</div> <div style="text-align: justify;"> [10]. Shahîh. HR Abu Dawud (no. 3504) dan Ibnu Majah (no. 2188) dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu ‘anhuma. Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata dalam Tahdzîbus-Sunan (V/153). Larangan tersebut juga terlihat dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Umar yang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Aku menjual unta di Baqi’ seharga beberapa dirham, namun aku menerima uang dinar. Aku menjual dengan uang dinar kemudian menerima uang dirham. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Itu tidak mengapa, jika engkau mengambil uang hasil penjualan unta tersebut dengan harga hari itu, dan kalian berdua (penjual dan pembeli) telah berpisah tanpa ada perasaan apa-apa di antara kalian berdua’.”</div> <div style="text-align: justify;"> Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbolehkan jual beli seperti itu dengan dua syarat:</div> <div style="text-align: justify;"> Pertama. Ibnu ‘Umar mengambil uang hasil penjualan dengan harga hari transaksi agar ia tidak mendapatkan keuntungan di dalamnya dan tanggungannya tetap berlaku.</div> <div style="text-align: justify;"> Kedua. Ibnu ‘Umar dan pembeli telah terpisah setelah mengadakan serah terima barang, karena serah terima barang tersebut termasuk syarat keabsahan transaksi, agar jual beli tersebut tidak termasuk riba nasi’ah.</div> <div style="text-align: justify;"> [11]. Lihat Jâmi’ul-‘Ulûm wal-Hikam (I/280-282) dengan sedikit ringkasan.</div> <div style="text-align: justify;"> [12]. Ibid (I/282).</div> <div style="text-align: justify;"> [13]. Lihat Shahîh al-Bukhâri (no. 1842) dan Shahîh Muslim (no. 1193).</div> <div style="text-align: justify;"> [14]. Lihat Jâmi’ul-‘Ulûm wal-Hikam, I/283.</div> <div style="text-align: justify;"> [15]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 3753, 5994) dan Ibnu Hibban (no. 6969).</div> <div style="text-align: justify;"> [16]. Tentang penjelasan hadits ini akan disebutkan pada hadits ke-27, insya Allah.</div> <div style="text-align: justify;"> [17]. Lihat Jâmi’ul-‘Ulûm wal-Hikam, I/285.<br /> <br /> <img alt="Image result for yakin" src="https://mark.trademarkia.com/logo-images/cresston-company/yakin-78221783.jpg" /></div>

Memilih Yang Diyakini Dan Meninggalkan Keraguan

عَنْ أَبِـيْ مُحَمَّدٍ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ، سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ وَرَيْحَانَتِهِ قَالَ : حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ :(( دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ)). رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ، وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ. Dari Abu Muham…

Read more »