"Barangsiapa menziarahiku dan menziarahi kakekku Ibrahim dalam satu tahun, ia masuk surga."
Ini hadits maudhu'. Az-Zarkasyi dalam kitab al-La'ali al-Mantsurah menyatakan, "Hadits tersebut maudhu' dan tak seorang pun pakar hadits yang meriwayatkannya." Bahkan oleh Ibnu Taimiyah dan Imam Nawawi dinyatakan maudhu' dan tak ada sumbernya.
Hadits 47
"Barangsiapa menunaikan ibadah haji kemudian menziarahi kuburku sepeninggalku, ia seperti menziarahiku ketika aku masih hidup."
Ini juga hadits maudhu'. Ath-Thabrani telah meriwayatkan dalam al-Mu'amul-Kabir II/203 juga ad-Daru Quthni dalam Sunan halaman 279 dan Imam Baihaqi V/246 dan semuanya dari sanad Hafsh bin Sulaiman dari Laits bin Abi Sulaim.
Menurut saya, sanad ini sangat lemah. Sebabnya :
Lemahnya Laits bin Abi Sulaim, karena terbukti mencampur-aduk hadits.
Hafsh bin Sulaiman yang dinamakan juga al-Gadhri sangat lemah seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib, bahkan Ibnu Muin menyatakan sebagai pendusta dan pemalsu hadits.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa seluruh hadits yang berkenaan dengan ziarah ke makam Rasulullah sangat lemah sehingga tidak dapat dijadikan hujjah. Karena itu, tidak ada satu pun pakar hadits yang meriwayatkannya. Lebih jauh Ibnu Taimi'yah mengatakan bahwa kebohongan hadits ini sangat jelas. Sebab, siapa saja yang menziarahi Rasulullah saw. semasa hidupnya dan dia seorang mukmin, berarti ia sahabat beliau. Apalagi bila ia termasuk orang yang hijrah bersama beliau atau berjihad bersamanya. Maka telah dinyatakan oleh beliau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
"Janganlah kalian mencaci maki sahabat-sahabatku. Demi Zat yang aku ada di tangan-Nya, seandainya seorang di antara kalian ada yang membelanjakan hartanya berupa emas sebesar Gunung Uhud, itu tidak akan mencapai secupak jasa-jasa mereka atau bahkan separonya."
Jadi, siapa pun orangnya setelah generasi sahabat tidaklah dapat menandingi apalagi melebihi derajat keutamaan sahabat, terutama dalam menjalankan ibadah yang bersifat wajib.
Peringatan:
Banyak orang menyangka bahwa Ibnu Taimiyah dan umumnya kaum salafiyah melarang berziarah ke makam Rasul. lni dusta dan merupakan tuduhan palsu. Orang yang menelusuri dan membaca karya atau kitab-kitab karangannya akan mengetahui dengan pasti bahwa ia sangat menganjurkan dan menyetujui ziarah kubur Rasulullah saw., selama tidak dibarengi dengan amalan-amalan bid'ah.
Hadits 48
"Anak adalah rahasia ayahnya."
Hadits tersebut tidak ada sumbernya. Demikianlah pernyataan as-Sakhawi, as-Suyuthi, az-Zarkasyi serta ash-Shaghawi dalam deretan kitabnya al-Ahadits al-Maudhu'ah.
Kemudian, dari segi maknanya tidaklah merupakan keharusan. Sebab, di kalangan para nabi sendiri, ada yang ayahnya musyrik, seperti Azar ayah Nabi Ibrahim. Juga ada yang anaknya musyrik, seperti Kan'an anak Nabi Nuh.
Hadits 49
"Barangsiapa menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah seorang dari mereka pada setiap hari Jum 'at, terampuni dosanya dan dicatat sebagai orang yang berbakti."
Ini hadits maudhu' sebab dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Nu'man dan Yahya bin al-Ala. Jumhur ulama hadits sepakat bahwa keduanya adalah pendusta dan pemalsu hadits. Ini pernyataan Imam Ahmad, Waqi, Ibnu Adi, dan lain-lain.
Hadits 50
"Barangsiapa menziarahi makam kedua orang tuanya pada setiap Jum' at kemudian pada makamnya membaca surat Yasin, akan diampuni dosanya sesuai jumlah ayat atau huruf yang dibacanya."
Ini hadits maudhu'. Telah diriwayatkan oleh Ibnu Adi I/286, juga oleh Abu Na'im dalam kitab Akhbar al-Ashbahan II/344 dari sanad Yazid bin Khalid dari Amr bin Ziyad. Kemudian Ibnu Adi mengatakan, "Riwayat yang batil dan tidak ada sumbernya dengan sanad tersebut."
Sumber : Silsilah Hadist Dha'if dan Maudhu' Muhammad Nashiruddin al-Albani
0 comments:
Post a Comment