53 - عَنْ «الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: كُنْت مَعَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ -، فَتَوَضَّأَ، فَأَهْوَيْت لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ، فَقَالَ: دَعْهُمَا،
فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا» ، مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ.
وَلِلْأَرْبَعَةِ
عَنْهُ إلَّا النَّسَائِيّ: «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- مَسَحَ أَعْلَى الْخُفِّ وَأَسْفَلَهُ» . وَفِي إسْنَادِهِ
ضَعْفٌ.
53. Dari Mughirah bin Syu’bah ia berkata, “Aku pernah
bersama Nabi, lalu beliau berwudhu, maka aku tunduk untuk membuka kedua
khufnya, maka beliau bersabda: ‘Biarkanlah keduanya, karena sesungguhnya aku
memasukkannya dalam keadaan suci’, lalu beliau mengusap atas keduanya.”
(Muttafaq alaih)
[Shahih Al Bukhari 206, Shahih Muslim
274]
Dan Imam yang empat –kecuali An Nasa'i-, “Bahwa Nabi mengusap bagian atas khuf dan bagian bawahnya.” Pada sanadnya terdapat
kelemahan.
[Dhaif: Dhaif Abu Daud 165, Dhaif At
Tirmidzi 97]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Penjelasan Kalimat
Dari Mughirah bin Syu’bah ia berkata, “Aku
pernah bersama Nabi , (yaitu dalam satu perjalanan, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Al Bukhari. Dan menurut Malik dan Abu Daud yaitu pada perang
Tabuk, pada waktu shalat shubuh) lalu beliau berwudhu,
(yakni beliau memulai berwudhu, sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits
lainnya. Dalam satu lafazh: “Beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam
hidung (istinsyaq) sebanyak tiga kali”, sedang dalam riwayat lainnya, “Maka
beliau mengusap kepalanya”. Maka yang dimaksud dengan perkataannya
tawadhdha’a adalah beliau memulai berwudhu, bukan berarti beliau telah
selesai, sebagaimana zhahirnya lafazh tersebut) maka aku tunduk
(yakni aku mengulurkan kedua tanganku, atau aku bermaksud turun dari
posisi berdiri untuk duduk) untuk membuka kedua khufnya,
(sepertinya ia belum mengetahui dibolehkannya mengusap, atau ia telah
mengetahuinya, tetapi ia menyangka bahwa Nabi akan mengerjakan yang lebih
utama karena mencuci lebih utama, dan akan disebutkan perbedaan pendapat
padanya, atau karena ia mengira bahwa syarat mengusap belum sempurna, yang
terakhir ini lebih dekat, berdasarkan sabdanya) : ‘Biarkanlah keduanya, (yakni kedua khuf tersebut) karena sesungguhnya aku memasukkannya dalam keadaan suci’,
(yakni kondisi kedua kaki itu, sebagaimana diterangkan oleh riwayat Abu Daud,
“Karena sesungguhnya aku memasukkan kedua kakiku ke dalam kedua khuf, sedang
keduanya suci.” lalu beliau mengusap atas keduanya.”
Muttafaq alaih, yaitu Shahih menurut Imam Al Bukhari dan Imam Muslim.
Lafazh yang terdapat dalam hadits ini milik Al Bukhari. Al
Bazzar menyebutkan bahwa diriwayatkan dari Al Mughirah dari 60 jalan, dan 45
jalan di antaranya disebutkan oleh Ibnu Mandah.
Tafsir Hadits
Hadits tersebut di atas adalah dalil diperbolehkannnya
mengusap atas kedua khuf (sepatu) ketika sedang dalam perjalanan, karena hadits
ini dengan jelas membolehkannya, sebagaimana yang Anda telah ketahui. Adapun
ketika sedang mukim, akan disebutkan penjelasannya pada hadits yang ketiga.
Para ulama berbeda pendapat mengenai diperbolehkannya hal
itu. Mayoritas membolehkannya ketika dalam perjalanan, berdasarkan hadits ini
dan ketika sedang mukim berdasarkan hadits-hadits lainnya.
Ahmad bin Hambal berkata, ‘(Dalam masalah tersebut) terdapat
40 hadits dari shahabat secara marfu’. Ibnu Abi Hatim berkata, “Padanya terdapat
41 shahabat.” Dan Ibnu Abdil Barr berkata dalam Al Istidzkar, “sekitar 40
orang shahabat meriwayatkannya dari Nabi mengenai mengusap di atas sepatu.”
Ibnu Al Mundzir menukil dari Al Hasan Al Bashri ia berkata, “70 orang shahabat
Nabi menceritakan kepadaku bahwa beliau mengusap atas kedua sepatu.” Abul
Qasim Ibnu Mandah menyebutkan nama-nama orang yang meriwayatkannya dalam
Tadzkirahnya dan mencapai 80 shahabat.
Pendapat mengenai diperbolehkannya mengusap khuf (sepatu
boot) adalah pendapat amirul mukminin Ali , Sa’ad bin Abi Waqash, Bilal,
Khudzaifah, Buraidah, Khuzaimah bin Tsabit, Salman dan Jarir Al Bajali serta
yang lainnya.
Ibnu Al Mubarak berkata, “Tidak terdapat perbedaan pendapat
di kalangan para shahabat mengenai mengusap atas sepatu, karena yang
diriwayatkan pengingkaran darinya telah diriwayatkan pula penegasan
darinya.”
Ibnu Abdil Barr berkata, “saya tidak mengetahui riwayat yang
menyebutkan bahwa hadits tersebut diingkari oleh seorang pun dari ulama salaf
kecuali dari Malik, meskipun riwayat yang shahih darinya dengan jelas
menetapkannya.”
Penulis berkata, “Sekelompok para Hafizh telah menjelaskan
bahwa mengusap atas sepatu adalah mutawatir.”
Seperti itu pula pendapat Abu Hanifah, Asy-Syafi'i, dan yang
lainnya berdasarkan hadits yang telah disebutkan.
Dan diriwayatkan dari Al Hadawiyah dan Al Imamiyah serta Al
Khawarij pendapat mengenai tidak diperbolehkannya, berdasarkan firman Allah :
وَأَرْجُلَكُمْ
إِلَى الْكَعْبَيْنِ
...dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki...
(QS. Al-Maidah [5]: 6)
Mereka berkata, “Ayat tersebut menunjukkan bahwa harus
mencuci kedua kaki dengan air secara langsung. Juga berdasarkan dalil-dalil yang
terdahulu pada bab wudhu, yaitu hadits-hadits pengajaran Rasulullah kepada
para shahabat, semuanya menentukan bahwa harus membasuh kedua kaki.” Mereka
berkata, “Hadits-hadits yang kalian sebutkan mengenai mengusap dimansukh
(terhapus) dengan ayat dalam surat Al Maidah. Dalil atas terhapusnya adalah
ucapan Ali , “Ayat telah mendahului hadits dalam mengatur tentang mengusap
kedua khuf” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/169] dan
perkataan Ibnu Abbas, “Rasulullah tidak mengusap setelah turunnya Al
Ma’idah.”
Dapat dijawab sebagai berikut:
pertama; bahwa ayat wudhu turun pada perang Al
Muraisi’, dan Rasulullah mengusapnya pada perang Tabuk, sebagaimana Anda
telah ketahui. Sedang al Muraisi’ terjadi sebelum perang Tabuk menurut
kesepakatan (para ulama), maka bagaimana bisa menasakh yang terdahulu dengan
yang terakhir?
kedua; bahwa jika benar bahwa ayat Al Maidah lebih
akhir, maka tidak ada pertentangan antara mengusap dan ayat Al Ma’idah, sebab
firman Allah : “Dan kaki kamu” adalah mutlak, dan dibatasi oleh
hadits-hadits mengusap atas sepatu, atau secara umum dan dikhususkan oleh
hadits-hadits tersebut.
Adapun yang diriwayatkan dari Ali maka hadits tersebut
munqathi, demikian pula yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, meskipun
bertentangan dengan yang ditegaskan dari keduanya, yaitu pendapat mengenai
bolehnya mengusap. Dan hadits keduanya bertentangan dengan hadits yang lebih
shahih, yaitu hadits Jarir Al Bajali, karena ia meriwayatkan bahwa ia melihat
Rasulullah mengusap atas kedua khufnya, ia di atasnya, ‘Apakah hal itu
beliau lakukan sebelum ayat Al Maidah atau setelah? Ia menjawab, ‘Tidakkah aku
masuk Islam melainkan setelah turun Al Maidah.’ Hadits ini shahih. [ shahih al Bukhari 380 dan Shahih Muslim
272]
Adapun mengenai hadits-hadits ta’lim (pengajaran wudhu
Rasulullah SAW kepada para shahabat), tidak terdapat padanya yang bertentangan
dengan diperbolehkannya mengusap atas kedua khuf karena semuanya terjadi pada
orang yang tidak mengenakan sepatu, maka dalil mana yang menafikannya? Dan
berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa ayat Al Maidah dibaca dengan
jar yakni lafazh Wa arjulikum diathafkan kepada lafazh biru
uusikum, berarti mengusap kaki diathafkan kepada mengusap kepala, sehingga
hal itu berlaku pula dalam mengusap khuf. Dan mengusap khuf telah ditetapkan
berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah dan ini adalah alasan terbaik bagi yang
membacanya jar.
Jika hal ini telah diketahui, maka mengusap khuf bagi yang
membolehkannya memiliki dua syarat:
pertama; Seperti yang diisyaratkan oleh hadits, yaitu
memakai keduanya setelah dalam keadaan suci. Yaitu dengan memakai keduanya,
sedang orang tersebut telah bersuci dan sempurna, dengan berwudhu dan
menyempurnakan wudhunya, kemudian memakai keduanya. Maka jika setelah itu dia
berhadats kecil, diperbolehkan baginya untuk mengusap keduanya, berdasarkan
bahwa yang dimaksud dengan thahiratain (keduanya suci), adalah bersuci
dengan sempurna. Ada yang berpendapat, bahwa maksudnya adalah suci dari najis,
pendapat ini diriwayatkan dari Daud. Dan akan disebutkan hadits-hadits yang
menguatkan pendapat pertama.
kedua; Khuf yang dimaksud di sini adalah khuf dalam
keadaan yang sempurna. Karena itulah yang dapat dipahami ketika disebutkan
secara mutlak, yaitu yang menutupi lagi kuat, dapat menghalangi menyerapnya air
dan tidak sobek. Maka tidak boleh mengusap yang tidak menutup kedua mata kaki,
dan bagian yang sobek dimana tempat yang wajib ditutupi itu nampak. Dan
diisyaratkan khuf tidak boleh terbuat dengan dianyam, karena tidak dapat
menghalangi meresapnya air. Dan tidak boleh mengusap sepatu curian, karena wajib
dicopot.
Selanjutnya, hadits Mughirah di atas tidak menjelaskan cara
mengusap dan ukuran serta tempatnya, akan tetapi akan dijelaskan hadits
berikutnya.
وَلِلْأَرْبَعَةِ
عَنْهُ إلَّا النَّسَائِيّ: «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- مَسَحَ أَعْلَى الْخُفِّ وَأَسْفَلَهُ» . وَفِي إسْنَادِهِ
ضَعْفٌ.
Dan Imam yang empat –kecuali An Nasa'i-, “Bahwa Nabi mengusap bagian atas khuf dan bagian bawahnya.” Pada sanadnya terdapat
kelemahan.
Tafsir Hadits
Yang dipahami dari ucapan penulis, “Dan Imam yang empat
–kecuali An Nasa'i-, “Bahwa Nabi mengusap bagian atas khuf dan bagian
bawahnya.” Pada sanadnya terdapat kelemahan.” Ia menerangkan bahwa tempat yang
diusap adalah bagian atas dan bawahnya. Akan disebutkan yang berpendapat
demikian, tetapi ia telah mengisyaratkan akan kelemahannya. Ia telah menjelaskan
segi kelemahannya dalam At Talkhis dan bahwa para imam hadits telah
melemahkannya dengan Mughirah ini, demikian pula ia telah menerangkan tempat
yang diusap.
============================
Kandungan hadits :
. Hadits ini adalah salah satu dalil diantara dalil-dalil mutawatir tentang diperbolehkannya mengusap kedua khuff, maka mengusapnya lebih baik daripada membasuhnya karena pertimbangan asal ( Ashl At Tasyrii ). Far’ ( cabang ) lebih utama daripada ashl. Namun pada saat kerancuan maka yang terbaik adalah membasuhnya. Dilarang memakai khuff dengan tujuan agar bisa mengusapnya saat berwudhu, karena hukum asalnya adalah membasuh.
. Mengusap khuff disyaratkan bersuci secara sempurna sebelumnya rasulullah bersabda, ” aku memasukan ( kedua kakiku ) saat keduanya dalam keadaan suci ” ungkapan ini merupakan alasan ( illah ) mengapa kedua khuffnya dilarang dilepas dan cukup mengusapnya saja. Dengan pengungkapan alasan ini, ada 3 faidah yang bisa diambil :
~ ketenangan jiwa karena kepastian hukum.
~ keluhuran syariat Islam, karena tidak ada hukum kecuali dilatarbelakangi oleh ‘illat dan hikmah.
~ hukum diatas juga berlaku untuk kasus yang mirip karena ‘illatnya bersifat umum.
~ ketenangan jiwa karena kepastian hukum.
~ keluhuran syariat Islam, karena tidak ada hukum kecuali dilatarbelakangi oleh ‘illat dan hikmah.
~ hukum diatas juga berlaku untuk kasus yang mirip karena ‘illatnya bersifat umum.
. Wajib membasuh kedua kaki saat berwudhu, itu sebabnya sahabat tersebut hendak melepas khuff rasulullah agar beliau dapat membasuh kedua kakinya. Beliau tentu akan membiarkan tindakannya tersebut kalau saja beliau tidak bermaksud mengusap kedua khuffnya.
. Boleh membantu orang yang berwudhu dengan cara memdekatkan air kepadanya, membantunya menuang air dan lain-lain. Adapun membantu membasuh anggota wudhu orang lain hanya dilakukan jika diperlukan.
============
Fawaid hadits:
1. Bolehnya mengusap dua khuff.
2. Syarat bolehnya mengusap dua khuff adalah telah bersuci (wudlu) sebelum memasukkan dua kaki ke dalam khuff.
3. Bila tidak terpenuhi syarat tersebut maka tidak sah mengusap dua khuff.
4. Wajibnya mencuci dua kaki yg tidak memakai khuff.
5. Bersuci yang dimaksudnya adalah wudlu bila ada air atau tayammum bila tidak ada.
6. Bolehnya membantu orang untuk berwudlu.
Hadits yang bertentangan dengan hadits Mughirah ini adalah
hadits berikutnya.
54 - «وَعَنْ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -
أَنَّهُ قَالَ: لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى
بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ، وَقَدْ رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ» ، أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد
بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
54. Dari Ali bahwa ia berkata, “Seandainya agama itu
didasarkan pada akal, niscaya bagian bawah khuf lebih layak diusap daripada
bagian atasnya, dan sungguh aku melihat Rasulullah mengusap bagian atas
kedua khufnya.” (HR. Abu Daud dengan sanad hasan)
[Shahih: Shahih Abu Daud
162]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Penjelasan Kalimat
“Seandainya agama itu didasarkan pada
akal, (maksudnya dengan analogi dan memperhatikan maknanya) niscaya bagian bawah khuf lebih layak diusap daripada bagian
atasnya, (yaitu bagian bawah kedua kaki lebih pantas diusap daripada
bagian atas keduanya, karena itulah yang menyentuh tanah ketika berjalan dan
mengenai yang sepantasnya dihilangkan, berbeda dengan bagian atasnya, yaitu yang
menutupi punggung telapak kaki) dan sungguh aku melihat
Rasulullah mengusap bagian atas kedua khufnya.”
Tafsir Hadits
Penulis berkata dalam At Talkhish, bahwa hadits itu
adalah shahih.
Dalam hadits tersebut terdapat keterangan mengenai tempat
pada dua khuf, yaitu bagian atasnya, bukan yang lain, dan tidak diusap bagian
bawahnya.
Dalam hal ini, para ulama terbagi dua pendapat:
pertama; memasukkan kedua tangan ke dalam air,
kemudian meletakkan bagian dalam tangan kiri di bawah tumit sepatu, sedangkan
telapak tangan kanan diletakkan di atas jari-jarinya. Kemudian menjalankan
tangan kanan ke arah betis, dan tangan kiri ke arah ujung jari. Ini adalah
pendapat Asy-Syafi'i. Cara ini berdasarkan dalil yang diriwayatkan dalam hadits
Mughirah,
«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
مَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى
خُفِّهِ الْأَيْسَرِ، ثُمَّ مَسَحَ أَعْلَاهُمَا مَسْحَةً وَاحِدَةً، كَأَنِّي
أَنْظُرُ أَصَابِعَهُ عَلَى الْخُفَّيْنِ»
“Bahwa Nabi mengusap bagian atas sepatunya dan meletakkan
tangan kanannya atas sepatu kanan, dan tangan kirinya di atas sepatu kiri,
kemudian mengusap bagian atas keduanya satu kali, sepertinya aku melihat jari
jemarinya di atas kedua sepatu.” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubro 1/292), hadits
ini munqathi.
kedua; mengusap bagian atas khuf tanpa mengusap bagian
bawahnya, yaitu yang diterangkan oleh hadits Ali di atas. adapun ukurannya
yang sah ada yang mengatakan, “Tidak sah kecuali sebesar tiga jari diamalkan
(dilakukan) dengan tiga jari.”
Ada pula yang mengatakan, “Sebesar tiga jari walaupun hanya
(dilakukan) dengan satu jari.” Yang lain mengatakan, “Tidak sah kecuali dengan
mengusap lebih banyak”, hadits Ali dan Mughirah yang telah disebutkan tidak
terdapat pertentangan dengan itu.
Betul ada riwayat dari Ali ,
«أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَمْسَحُ عَلَى ظَهْرِ الْخُفِّ خُطُوطًا
بِالْأَصَابِعِ»
“Bahwa ia pernah melihat Nabi mengusap bagian atas
sepatunya beberapa garis dengan jari jemarinya”, akan tetapi An Nawawi berkata,
‘Sesungguhnya hadits ini dhaif.’
Dan diriwayatkan dari Jabir,
«أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - أَرَى بَعْضَ مَنْ عَلَّمَهُ الْمَسْحَ أَنْ يَمْسَحَ بِيَدَيْهِ مِنْ
مُقَدَّمِ الْخُفَّيْنِ إلَى أَصْلِ السَّاقِ مَرَّةً وَفَرَّجَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ»
“Bahwa Nabi memperlihatkan kepada shahabat yang
diajarinya mengusap sepatu agar mengusap dengan tangannya dari bagian depan
sepatu hingga permulaan betis satu kali, dan beliau merenggangkan antara jari
jemarinya.” {Musnad Abu Ya’la 3/448], Penulis berkata “Sanadnya dhaif
jiddan.”
Dengan demikian, Anda dapat ketahui bahwa mengenai cara dan
ukurannya tidak diriwayatkan dalam hadits yang dapat dijadikan pegangan, kecuali
hadits Ali mengenai keterangan tempat yang diusap. Dan nampaknya jika
seseorang telah melakukan apa yang disebut mengusap atas sepatu menurut bahasa,
maka hal itu sudah sah.
================
Kandungan hadits :
. Kewajiban mengusap bagian khuff saja. Dengan begitu mengusap bagian lain tidak dianggap cukup. Juga tidak disyariatkan mengusap bagian atas bersama bagian lainnya, baik bagian bawah maupun bagian sisi-sisinya.
. Agama dibangun berdasarkan wahyu dari Allah atau periwayatan dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam. Pandangan akal tidak menjadi pemutus. Dengan begitu yang wajib adalah mengikuti apa yang ditetapkan dalam nash, bukan membuat yang baru (bid’ah).
. Secara logika, seharusnya yang lebih utama diusap adalah bagian bawah khuff, bukan bagian atasnya. Karena bagian bawah sering bersentuhan dengan tanah dan kemungkinan terkena najis lebih besar sehingga lebih layak dibersihkan. Namun yang wajib adalah mendahulukan naql ( al-Qur’an dan Sunnah ) daripada akal. Allah menetapkan syariat lebih mengetahui maslahat yang ingin diwujudkan.
. Kewajiban patuh terhadap perintah-perintah Allah dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam. Kepatuhan ini merupakan puncak ibadah dan menjadi kepasrahan yang sempurna.
=================
Fawaid hadits:
1. Wajibnya mengusap bagian punggung khuff saja, dan tidak disyari’atkan mengusap bagian lainnya dari khuff.
2. Agama islam dibangun di atas wahyu dari Allah dan yang berasal dari RasulNya. Bukan berdasarkan ro’yu semata, maka kewajiban kita adalah ittiba’ bukan berbuat bid’ah.
3. Akal yang sehat tidak akan bertentangan dengan dalil yang shahih. Bila terjadi pertentangan maka yang dituduh adalah akal bukan dalil yang shahih.
4. Islam tidak menghilangkan fungsi akal sama sekali, namun akal digunakan untuk memahami wahyu (al qur’an dan hadits), bukan untuk menentang wahyu.
Adapun mengenai jangka waktu diperbolehkannya mengusap,
diterangkan oleh hadits berikut:
55 - وَعَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ قَالَ: «كَانَ
النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَأْمُرُنَا إذَا كُنَّا سَفْرًا
أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ، إلَّا مِنْ
جَنَابَةٍ وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ» أَخْرَجَهُ النَّسَائِيّ
وَالتِّرْمِذِيُّ، وَاللَّفْظُ لَهُ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ
وَصَحَّحَاهُ.
55. Dari Shafwan bin Assal dia berkata, “Nabi menyuruh
kami jika dalam perjalanan agar tidak melepaskan khuf selama tiga hari tiga
malam, baik karena berak, kencing ataupun tidur, kecuali karena janabah.” (HR.
An Nasa'i dan At Tirmidzi –lafazh ini miliknya-, dan Ibnu Khuzaimah keduanya
menshahihkannya)
[Hasan: Shahih At Tirmidzi
96]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
0 comments:
Post a Comment