Hadits Tsauban
Imam Abu Dawud meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا»
“Hampir saja beberapa bangsa berkumpul menyerangmu sebagaimana para undangan menyantap (makanan) yang ada di piring.”
Lalu ada seorang yang bertanya, “Apakah ketika itu karena kita sedikit?”
Beliau menjawab,
بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهْنَ
“Bahkan kalian ketika itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian seperti buih yang ada di aliran air. Allah akan mencabut dari dada musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan melemparkan ke dalam hati kalian wahn (kelemahan).”
Kemudian ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu wahn?”
Beliau menjawab,
حُبُّ الدُّنْيَا، وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
“Cinta dunia dan takut mati.” (Hr. Abu Dawud, dan dinyatakan shahih oleh Al Albani dan Salim Al Hilali).
Biografi Rawi (periwayat hadits)
Tsauban bin Bajdad atau bin Jahdar adalah seorang budak yang dimerdekakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selalu menemani Beliau hingga wafat. Tsauban berasal dari daerah Sarah, tempat yang terletak di antara Mekkah dan Yaman, ada pula yang mengatakan dari Himyar. Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat, maka ia pergi ke Syam dan singgah di Ramlah, kemudian pindah ke Himsh dan tinggal di sana hingga wafat pada tahun 54 H.
Takhrij Hadits
Syaikh Salim Al Hilaliy berkata, “Shahih karena jalur-jalurnya. Disebutkan oleh Abu Dawud (4297) dari jalur Ibnu Jabir, telah menceritakan kepadaku Abu Abdissalam dari Tsauban secara marfu’. Isnad ini tidak mengapa untuk mutaba’ah (penguatan dari jalur yang sama), Ibnu Jabir adalah Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, seorang yang tsiqah, sedangkan gurunya Abu Abdissalam adalah Rustum bin Shalih Ad Dimasyqi sebagaimana disebutkan dalam Al Kasyif (2/19) karya Al Hafizh Adz Dzahabiy. Akan tetapi Al Hafizh membedakan keduanya (Abu Abdissalam dan Rustum) dalam At Taqrib, namun seluruh keadaannya dapat dipakai. Abu Abdissalam dimutaba’ahkan oleh Abu Asma Ar Rahbiy dari Tsauban sebagaiman disebutkan oleh Imam Ahmad (5/278), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya(1/182) dari jalur Mubarak bin Fudhalah, telah menceritakan kepada kami Marzuq Abu Abdillah Al Himshiy, telah mengabarkan kepada kami Abu Asma Ar Rahbiy dari Tsauban. Isnad ini hasan, para perawinya tsiqah selain Mubarak bin Fudhalah, ia seorang yang sangat jujur, namun dikhawatirkan tadlisnya, akan tetapi di sini ia menegaskan kata ‘haddatsana’ (telah menceritakan kepada kami), sehingga mutaba’ahnya adalah sah, dan hadits pun menjadi shahih karenanya, Alhamdulillah atas nikmat Islam dan Sunnah.” (Limaadza Ikhtartul Manhaj As Salafiy hal. 8).
Fawaid
1. Hadits di atas menerangkan kondisi umat Islam di akhir zaman.
2. Musuh-musuh Islam berusaha melumatkan agama Islam dan kaum muslimin.
3. Musuh-musuh Islam satu sama lain saling menolong dan membantu antara sesama mereka. Dalam Al Qur’an disebutkan,
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (wahai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (Qs. Al Anfal: 73)
Yang dimaksud dengan apa yang telah diperintahkan Allah itu adalah keharusan adanya persaudaraan yang teguh dan tolong-menolong antara kaum muslimin.
4. Negeri-negeri kaum muslimin merupakan negeri yang makmur dan berkah sehingga menjadi sasaran empuk orang-orang kafir. Hal ini ditunjukkan oleh kata ‘qash’ah’ (piring) yang di atasnya terdapat makanan yang enak sehingga menjadi santapan nikmat orang-orang yang siap makan.
5. Orang-orang kafir berhasil merebut kekayaan kaum muslimin dan membagi-bagi wilayahnya ke dalam beberapa bagian.
Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits Abdullah bin Hawalah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
سَتُجَنِّدُوْنَ أَجْنَادًا جُنْدًا بِالشَّامِ وَجُنْدًا بِالْعِرَاقِ وَجُنْدًا بِالْيَمَنِ
“Kalian akan membentuk beberapa pasukan; pasukan di Syam, pasukan di Irak, dan pasukan di Yaman.”
Abdullah bin Hawalah berkata, “Berikanlah pilihan untukku wahai Rasulullah!”
Beliau menjawab,
عَلَيْكُمْ بِالشَّامِ فَمَنْ أَبَى فَلْيَلْحَقْ بِيَمَنِهِ وَلْيَسْتَقِ مِنْ غَدْرِهِ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ تَكَفَّلَ لِي بِالشَّامِ وَأَهْلِهِ
“Hendaknya engkau pilih Syam. Jika tidak mau, maka datangilah sebelah kanannya dan minumlah sisa airnya, kaena Allah Azza wa Jalla telah menjamin Syam dan penduduknya untukku.”
Rabi’ah berkata, “Aku mendengar Abu Idris saat menyampaikan hadits ini berkata, “Barang siapa yang dijamin oleh Allah, maka dia tidak akan ditelantarkan.” (Dinyatakan shahih oleh Syaikh Salim Al Hilali. Hadits ini memiliki beberapa jalan sebagaimana diterangkan Syaikh Al Albani dalamTakhrij Ahadits Fadhailisy Syam wa Dimasyq).
6. Orang-orang kafir menjadi berani kepada kaum muslimin karena hilangnya kewibaan mereka yang pada awalnya mereka takut kepada kaum muslimin. Hal ini disebabkan karena kaum muslimin meninggalkan agamanya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُحَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Apabila kalian berjual-beli dengan cara ‘iinah[i], kalian pegang buntut-buntut sapi dan kalian ridha dengan tanaman kalian[ii] serta kalian tinggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Dia tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani).
7. Kekuatan umat Islam tidak tergantung pada jumlah dan perlengkapannya, bahkan tergantung pada akidah dan manhaj(cara beragama)nya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,“Bahkan kalian ketika itu berjumlah banyak.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا
“Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), padahal jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun.” (Qs. At Taubah: 25)
8. Umat Islam tidak lagi diperhitungkan keberadaannya. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Beliau, “Akan tetapi kalian seperti buih yang ada di aliran air.”
9. Umat Islam akan ditimpa penyakit cinta dunia dan takut terhadap kematian.
10. Kelemahan terjadi ketika mengutamakan dunia di atas akhirat, dan takut kepada kematian.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
«إِذَا فُتِحَتْ عَلَيْكُمْ فَارِسُ وَالرُّومُ، أَيُّ قَوْمٍ أَنْتُمْ؟»
“Jika bangsa Persia dan Romawi ditaklukkan untuk kalian, seperti apakah sikap kalian nanti?”
Abdurrahman bin Auf berkata, “Kami akan mengucapkan (dan melakukan perbuatan) sesuai yang diperintahkan Allah.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ، تَتَنَافَسُونَ، ثُمَّ تَتَحَاسَدُونَ، ثُمَّ تَتَدَابَرُونَ، ثُمَّ تَتَبَاغَضُونَ، أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ، ثُمَّ تَنْطَلِقُونَ فِي مَسَاكِينِ الْمُهَاجِرِينَ، فَتَجْعَلُونَ بَعْضَهُمْ عَلَى رِقَابِ بَعْضٍ
“Mungkin kalian melakukan selain itu. Kalian akan berlomba-lomba (mengejar dunia), saling dengki, saling membelakangi, bermusuhan dan sikap seperti itu, lalu kalian mendatangi kaum muhajirin yang miskin dan menjadikan sebagian mereka menguasai yang lain.” (Hr. Muslim)
Oleh karena itu, ketika perbendaharaan Kisra (Raja Persia) dikuasai, maka Umar radhiyallahu anhu menangis sambil berkata, “Sesungguhnya hal ini tidaklah ditaklukkan untuk suatu kaum melainkan Allah akan menjatuhkan peperangan antara sesama mereka.”
11. Orang-orang kafir tidak mampu menghabisi umat Islam secara keseluruhan meskipun mereka berkumpul memeranginya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا، وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ، وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ، وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ، فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ، وَإِنَّ رَبِّي قَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ، وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ، وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ، يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ، وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا - أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا - حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا، وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya Allah telah menghimpun bumi di hadapanku, sehingga aku dapat melihat bagian timur dan bagian baratnya. Kekuasaan umatku akan sampai kepada bagian yang diperlihatkan untukku itu. Aku juga diberikan dua simpanan berharga; merah dan putih (Romawi dan Persia). Aku memohon kepada Rabbku agar Dia tidak membinasakan umat ini karena kelaparan (paceklik) yang berkepanjangan dan tidak memberikan kekuasaan kepada musuh selain dari kaum mereka sendiri, sehingga musuh itu nantinya akan merampas negeri mereka. Lalu Allah berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Aku ketika menetapkan keputusan, maka keputusan itu tidak dapat dirubah, dan Aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu agar tidak dibinasakan disebabkan paceklik yang berkepanjangan, dan tidak dikuasai oleh musuh selain dari kalangan mereka sendiri, sehingga musuh itu nantinya akan merampas negeri mereka, meskipun manusia yang ada di jagat raya ini berkumpul menghadapi mereka, sampai umatmu menghancurkan sebagian yang lain dan sebagian mereka menawan sebagian yang lain.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Barqani dalam Shahihnya, dan ia menambahkan,
وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمِّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّيْنَ، وَإِذَا وَقَعَ عَلَيْهِمْ السَّيْفُ لَمْ يُرْفَعْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَلْحَقَ حَيٌّ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِيْنَ، وَحَتَّى تَعْبُدَ فِئَامٌ مِنْ أُمَّتِي الْأَوْثَانَ، وَإِنَّهُ سَيَكُوْنُ فِي أُمِّتِي كَذَّابُوْنَ ثَلاَثُوْنَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ لاَ نَبيَّ بَعْدِيْ، وَلاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ مَنْصُوْرَةً لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
“Sesungguhnya yang aku takuti menimpa umatku adalah para pemimpin yang menyesatkan. Ketika terjadi pertumpahan darah di antara mereka, maka tidak akan berakhir sampai hari Kiamat, dan tidak akan tegak hari Kiamat sampai sekelompok umatku mengikuti kaum musyrik dan sehingga sekumpulan umatku menyembah berhala. Dan sesungguhnya akan ada di tengah-tengah umatku tiga puluh pendusta; masing-masing mereka mengaku dirinya nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi setelahku. Dan akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran dan mendapatkan pertolongan. Tidak merisaukan mereka orang yang menelantarkan mereka dan menyelisihi mereka sampai tiba keputusan Allah Tabaraka wa Ta’ala (angin sejuk yang mencabut nyawa mereka).”
Dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«لاَ يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ، مَا يَضُرُّهُمْ مَنْ كَذَّبَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ»
“Akan senantiasa ada di kalangan umatku segolongan orang yang tegak menjalankan perintah Allah. Orang yang mendustakan dan menyelisihi mereka tidak membuat mereka terusik sehingga datang perintah Allah, sedangkan mereka dalam keadaan seperti itu.”
Malik bin Yukhamir berkata, “Aku mendengar Mu’adz berkata, “Mereka berada di Syam.” (HR. Bukhari)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid berkata, “Tidak ada pertentangan antara mereka yang menafsirkan thaifah manshurah dengan para mujahiddan yang menafsirkan dengan Ahli Ilmu, karena kebenaran tidak akan tegak dan kebatilan tidak akan hancur kecuali dengan keduanya. Dengan jihad, kalimat Tauhid menjadi tinggi dan syirk menjadi musnah, dan dengan ilmu manhaj Ahlussunnah menjadi tinggi, sedangkan manhaj Ahli Bid’ah menjadi hancur.” (Thuba Lisy Syam hal. 27)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Limaadza Ikhtartul Manhaj As Salafiy (Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy), Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan), Maktabah Syamilah versi 3.45, Tahdzibu Kamal (Yusuf bin Abdurrahman Al Mizziy), Thuubaa Lisy Syam(M. Bin Shalih Al Munajjid), dll.
[i] Salah satu jual-beli riba yaitu menjual barang secara tempo kepada seseorang, lalu membelinya kembali secara tunai dengan harga kurang. Hal itu, karena apabila seseorang menjual barang dengan harga Rp. 100.000 dengan tempo, lalu ia membeli lagi darinya seharga Rp. 50.000 dengan tunai sama saja menukar lima puluh ribu dengan seratus ribu yang satu tunai dan yang satu lagi tempo dengan tambahan harga, dan hal ini adalah riba nasi’ah. Si penjual memperoleh kembali uangnya dan memperoleh tambahannya.
0 comments:
Post a Comment