Berkata Benar (JUJUR) Dan Jangan Dusta

<div style="text-align: justify;"> عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> TAKHRIJ HADITS</div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (I/384); al-Bukhâri (no. 6094) dan dalam kitab al-Adabul Mufrad (no. 386); Muslim (no. 2607 (105)); Abu Dawud (no. 4989); At-Tirmidzi (no. 1971); Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (VIII/424-425, no. 25991); Ibnu Hibban (no. 272-273-at-Ta’lîqâtul Hisân); Al-Baihaqi (X/196); Al-Baghawi (no. 3574); At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> MUFRADAT HADITS</div> <div style="text-align: justify;"> • اَلصِّدْقُ : Sesuai antara perkataan dan amalan (perbuatan), lahir dan batin.</div> <div style="text-align: justify;"> • يَهْدِيْ : Membawa, maksudnya membimbing dan mengantarkan.</div> <div style="text-align: justify;"> • اَلْبِرُّ : Kebaikan, maknanya mencakup semua kebaikan.</div> <div style="text-align: justify;"> • يَتَحَرَّى : Menuju, mencari. Maksudnya bersungguh-sungguh mencari dan memilih.</div> <div style="text-align: justify;"> • اَلْكَذِبُ : Dusta, bohong, tidak benar.</div> <div style="text-align: justify;"> • صِدِّيْقًا : Selalu berbuat jujur, sehingga jujur menjadi akhlak dan perangainya.</div> <div style="text-align: justify;"> • اَلْفُجُوْرُ: Keburukan atau kejelekan. Maksudnya perbuatan-perbuatan yang buruk atau jelek.</div> <div style="text-align: justify;"> • كَذَّابًا : Selalu berbuat dusta, sehingga dusta menjadi akhlak dan perangainya.</div> <div style="text-align: justify;"> • يُكْتَبُ عِنْدَ الله صِدِّيْقًا : Dia berhak memperoleh gelar jujur dan ganjaran orang-orang jujur.</div> <div style="text-align: justify;"> • يُكْتَبُ عِنْدَ الله كَذَّابًا : Dia berhak memperoleh gelar dusta dan ganjaran orang-orang dusta, yaitu ia dijuluki dengan tukang dusta atau tukang bohong.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> SYARAH HADITS</div> <div style="text-align: justify;"> • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga</div> <div style="text-align: justify;"> Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya berlaku jujur dalam perkataan, perbuatan, ibadah dan dalam semua perkara. Jujur itu berarti selaras antara lahir dan batin, ucapan dan perbuatan, serta antara berita dan fakta.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maksudnya, hendaklah kalian terus berlaku jujur. Karena jika engkau senantiasa jujur, maka itu akan membawamu kepada al-birr (yakni melakukan segala kebaikan), dan kebaikan itu akan membawamu ke Surga yang merupakan puncak keinginan, sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan.” [Al-Infithâr/82:13]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. [At-Taubah/9:119]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla meminta para hamba-Nya yang beriman agar jujur dan berpegang teguh dengan kebenaran. Tujuannya agar mereka istiqâmah di jalan kebenaran (orang-orang yang jujur).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jujur merupakan sifat terpuji yang dituntut keberadaannya dari kaum Mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ</div> <div style="text-align: justify;"> “…Laki-laki dan perempuan yang benar (jujur)…” [Al-Ahzâb/33:35]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “…Tetapi jikalau mereka benar (imannya) tehadap Allâh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. [Muhammad/47: 21]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla memberitahukan nilai kejujuran, bahwa kejujuran itu merupakan kebaikan sekaligus penyelamat. Sifat itulah yang menentukan nilai amal perbuatan, karena kejujuran merupakan ruhnya. Seandainya orang-orang itu benar-benar ikhlas dalam beriman dan berbuat taat, niscaya kejujuran adalah yang terbaik bagi mereka.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah (wafat th. 751 H) menerangkan sifat as-shidq (kejujuran), dengan perkataanya, “Yaitu maqam (kedudukan) kaum yang paling agung, yang darinya bersumber kedudukan-kedudukan para sâlikîn (orang-orang yang berjalan menuju kepada Allâh), sekaligus sebagai jalan terlurus, yang barang siapa tidak berjalan di atasnya, maka mereka itulah orang-orang yang akan binasa. Dengannya pula dapat dibedakan antara orang-orang munafik dengan orang-orang yang beriman, para penghuni Surga dan para penghuni Neraka. Kejujuran ibarat pedang Allâh di muka bumi, tidak ada sesuatu pun yang diletakkan di atasnya melainkan akan terpotong olehnya. Dan tidaklah kejujuran menghadapi kebathilan melainkan ia akan melawan dan mengalahkannya serta tidaklah ia menyerang lawannya melainkan ia akan menang. Barangsiapa menyuarakannya, niscaya kalimatnya akan terdengar keras mengalahkan suara musuh-musuhnya. Kejujuran merupakan ruh amal, penjernih keadaan, penghilang rasa takut dan pintu masuk bagi orang-orang yang akan menghadap Rabb Yang Mahamulia. Kejujuran merupakan pondasi bangunan agama (Islam) dan tiang penyangga keyakinan. Tingkatannya berada tepat di bawah derajat kenabian yang merupakan derajat paling tinggi di alam semesta, dari tempat tinggal para Nabi di Surga mengalir mata air dan sungai-sungai menuju ke tempat tinggal orang-orang yang benar dan jujur. Sebagaimana dari hati para Nabi ke hati-hati mereka di dunia ini terdapat penghubung dan penolong.”[1]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kemudian beliau melanjutkan, “Allâh Azza wa Jalla telah membagi manusia ke dalam dua bagian: orang yang jujur dan munafik. Allâh Azza wa Jalla berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> لِيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِنْ شَاءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Agar Allâh memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan mengadzab orang munafik jika Dia kehendaki, atau menerima taubat mereka. Sungguh, Allâh Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” [Al-Ahzâb/33:24]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Iman merupakan pondasi kejujuran, dan kemunafikan merupakan pondasi kedustaan. Iman dan dusta tidak akan berkumpul, karena salah satu dari keduanya pasti memerangi yang lainnya. Allâh Azza wa Jalla telah mengabarkan bahwa tidak ada yang dapat memberi manfaat dan menyelamatkan seorang hamba dari adzab hari kiamat selain kejujurannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allâh ridha kepada kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung [Al-Mâidah/5:119]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan firman-Nya :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang yang bertakwa.” [Az-Zumar/39:33]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Yang dimaksud orang yang membawa kebenaran adalah orang yang selalu jujur di setiap perkataan, perbuatan, dan keadaannya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jujur dalam perkataan adalah lurusnya lisan ketika berbicara seperti lurusnya tangkai dengan batangnya. Jujur dalam perbuatan adalah lurusnya perbuatan di atas perintah dan ittibâ’ seperti lurusnya kepala dan badan. Dan jujur dalam keadaan adalah lurusnya amalan hati dan anggota tubuh dalam keikhlasan, selalu berusaha dan mencurahkan segala kemampuannya dalam menggapai hal tersebut. Kalau sudah demikian, jadilah seorang hamba termasuk orang-orang yang membawa kebenaran. Seorang akan mencapai tingkatan shiddiqiyyah tergantung intensitas dia dalam menjalankan tiga perkara di atas. Karenanya, Abu Bakar as-Shiddiq z menempati puncak shiddiqiyyah, dan dijuluki as-shiddiq secara mutlak. Shiddiq lebih tinggi dari shadûq (selalu jujur), dan shadûq lebih tinggi dari shâdiq (yang jujur).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa derajat kejujuran yang paling tinggi adalah as-shiddiqiyyah, yaitu ketundukan yang sempurna kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keikhlasan yang sempurna kepada Allâh Azza wa Jalla .</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Di antara tanda kejujuran itu adalah tenangnya hati, sebaliknya di antara tanda kedustaan adalah kebimbangan hati, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi secara marfu’ dari hadits al-Hasan bin Ali Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> …إِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَة، وَالْكَذِبَ رِيْبَة…</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “… Kejujuran itu ketentraman, dan dusta itu keragu-raguan …” [HR. At-Tirmidzi, no. 2518][2]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ketahuilah, bahwa kata “اَلصِّدْقُ” (jujur) bisa digunakan untuk beberapa makna :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pertama :Jujur dalam perkataan. Setiap hamba harus menjaga kata-katanya, tidak berbicara kecuali dengan jujur. Jujur ini adalah bentuk kejujuran yang paling jelas dan paling dikenal. Seorang hamba hendaknya menjauhi kata-kata bermakna ganda, karena ia saudara tiri dari dusta kecuali dalam keadaan darurat dan dituntut demi kemaslahatan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kedua : Jujur dalam niat dan keinginan. Ini kembali kepada ikhlas. Apabila amalnya tercampuri oleh sebagian ambisi jiwa (terhadap dunia), maka kejujuran niatnya batal, bisa jadi dia dusta sebagaimana dalam hadits tentang tiga orang, yaitu orang berilmu, qâri’, dan mujâhid, manakala qâri’ berkata, “Aku membaca al-Qur’ân karena-Mu.” Allâh Azza wa Jalla menolaknya dan mengatakan bahwa dia dusta dalam niat dan keinginannya bukan dalam bacaannya, demikian juga kedua temannya yaitu orang yang berilmu dan mujâhid.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ketiga : Jujur dalam tekad dan jujur memenuhinya.</div> <div style="text-align: justify;"> Untuk yang pertama, misalnya seseorang mengatakan, “Bila Allâh memberiku harta, maka aku akan menyedekahkannya seluruhnya.” Ini adalah tekad yang bisa jadi jujur dan bisa tidak.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Untuk yang kedua seperti jujur dalam tekad. Jiwa mudah berjanji, karena ia memang tidak sulit bila hakikat-hakikat terwujud, tekad terbuka dan hawa nafsu menguasai, karena itu Allâh Azza wa Jalla berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allâh … [Al-Ahzâb/33:23]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Keempat: Jujur dalam amal perbuatan, yaitu antara batin dan lahirnya sama, sehingga amal-amal lahirnya misalnya khusyu’ tidak menunjukkan sesuatu padahal batinnya berbeda.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kelima: Jujur dalam kedudukan-kedudukan agama. Ini adalah derajat tertinggi, seperti jujur dalam takut dan berharap, zuhûd dan ridha, cinta dan tawakkal (kepada Allâh Azza wa Jalla ). Karena perkara-perkara ini memiliki dasar pijakan, memiliki tujuan-tujuan juga hakikat. Orang yang jujur yang sebenarnya adalah orang yang meraih hakikatnya.[3]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jika seseorang berlaku jujur, dan membiasakan lisannya untuk selalu jujur, maka itu akan membawanya kepada kebaikan. Dan kebaikan akan mengantarkannya ke Surga.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> , وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Yaitu orang yang selalu berlaku jujur dalam perbuatan dan perkataannya, membiasakannya dan bersungguh-sungguh untuk berlaku jujur, maka Allâh Azza wa Jalla akan mencatat bahwa dia orang jujur.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Orang-orang yang jujur itu memiliki kedudukan tinggi. Dia berada setelah kedudukan para Nabi, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan barangsiapa menaati Allâh dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allâh, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. [An-Nisâ’/4:69]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka orang yang selalu berlaku jujur akan dicatat di sisi Allâh sebagai shiddiq (suka jujur). Dan telah diketahui, bahwa kejujuran itu derajat yang tinggi yang tidak dapat dicapai kecuali oleh segelintir manusia.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang dari perbuatan dusta. Ini mencakup dusta dalam segala sesuatu, jadi tidak benar orang yang mengatakan, “Berdusta itu jika tidak menimbulkan bahaya untuk orang lain maka tidak mengapa.” Ini adalah perkataan yang bathil, karena tidak ada nash yang menunjukkan perkataan tersebut. Tetapi yang ada adalah nash yang mengharamkan perbuatan dusta secara mutlak.[4]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Berdusta juga akan merusak pengetahuanmu dan orang lain tentang sesuatu. Karena seorang pendusta itu menjadikan yang tidak ada menjadi ada, yang ada menjadi tidak ada, yang benar menjadi bathil, yang bathil menjadi benar, kebaikan jadi kejahatan, kejahatan jadi kebaikan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Seorang yang berdusta itu telah berpaling dari kebenaran yang ada, menjadi ketiadaan, dan berpengaruh kepada kebathilan. Jika perbuatan-perbuatan itu telah merusaknya dan kebohongan telah mempengaruhinya, maka hatinya menjadi hati yang dusta dari lisannya. Dia tidak bisa mengambil manfaat dengan lisannya dan juga amalan-amalannya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Karena itulah berdusta adalah pokoknya kejahatan, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sesungguhnya dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Yang pertama kali terpengaruh oleh perbuatan dusta dalam jiwa adalah lisan, dan itu akan merusaknya. Kemudian berpengaruh kepada anggota badan dan merusak amalan-amalannya sebagaimana dusta itu merusak lisan dalam perkataan-perkataannya. Sehingga ia berdusta dalam perkataan, perbuatan, dan keadaannya. Akibatnya, dia rusak, penyakitnya terus berlanjut sampai binasa. Jika Allâh Azza wa Jalla tidak memperbaikinya dengan obat kejujuran, Dia akan mencabut kejujuran tersebut dari hatinya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa berdusta itu membawa kepada kejahatan. Yaitu, jika seseorang berdusta dalam perkataannya, maka dia akan terus dalam keadaan seperti itu sampai akhirnya berbuat jahat. Wal ‘iyâdzu billâh. Dan itu telah keluar dari ketaatan, termasuk kedurhakaan dan maksiat. Berbuat jahat menyeret seseorang ke Neraka, Allâh Azza wa Jalla berfirman :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ ﴿٧﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ ﴿٨﴾ كِتَابٌ مَرْقُومٌ ﴿٩﴾ وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ ﴿١٠﴾ الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sekali-kali jangan begitu! Sesungguhnya catatan orang yang durhaka benar-benar tersimpan dalam Sijjin. Dan tahukah engkau apakah Sijjin itu? (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal). Celakalah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan! (yaitu) orang-orang yang mendustakannya (hari pembalasan).” [Al-Muthaffifiin/83:7-11]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kita berlindung kepada Allâh dari termasuk orang-orang yang suka berdusta. Karena berdusta itu jika seseorang terbiasa melakukannya, maka dia akan berdusta dalam segala hal. Dan dia akan dicatat di sisi Allâh sebagai kadzdzâb (orang yang banyak berdusta).[6]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Karena inilah, asal amalan hati semuanya adalah dari kejujuran, dan lawannya seperti riya’, ujub, sombong, berbangga diri, lemah, malas, penakut, dan lainnya asalnya adalah dari perbuatan dusta.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka semua amalan shalih yang tampak maupun yang tersembunyi asalnya dari kejujuran. Dan semua amalan jelek yang tampak maupun yang tersembunyi asalnya dari perbuatan dusta.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla akan menghukum orang yang suka berdusta dengan menahan dan menghalanginya dari maslahat dan manfaat. Allâh Azza wa Jalla akan membalas orang yang jujur dengan memberinya taufiq dalam melakukan amal shalih di dunia dan akhirat.[7]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> FAWAA-ID HADITS</div> <div style="text-align: justify;"> 1. Perintah dan anjuran untuk berkata dan berbuat jujur.</div> <div style="text-align: justify;"> 2. Perintah untuk senantiasa membiasakan berkata dan berbuat jujur dan berpegang pada kebenaran.</div> <div style="text-align: justify;"> 3. Berkata dan bersikap jujur akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan membawa ke Surga.</div> <div style="text-align: justify;"> 4. Orang yang membiasakan diri jujur, maka sikap itu akan menjadi akhlak dan perangainya.</div> <div style="text-align: justify;"> 5. Orang yang terbiasa dengan akhlak dan perangai yang baik dan jujur, maka ia akan diberi julukan yang dikenal yaitu shiddiq (jujur).</div> <div style="text-align: justify;"> 6. Akhlak yang mulia diperoleh dengan karunia Allâh Azza wa Jalla dan usaha yang sungguh-sungguh untuk belajar dan mengamalkannya.</div> <div style="text-align: justify;"> 7. Larangan berkata dan berbuat dusta atau bohong</div> <div style="text-align: justify;"> 8. Kedustaan merupakan sarana yang membawa kepada kejahatan, dan kejahatan akan membawa ke Neraka.</div> <div style="text-align: justify;"> 9. Akhlak yang buruk yang paling dibenci oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dusta atau bohong.</div> <div style="text-align: justify;"> 10. Dusta adalah sifat munafik dan kemunafikan dibangun di atas kedustaan.</div> <div style="text-align: justify;"> 11. Dusta atau bohong hukumnya haram.</div> <div style="text-align: justify;"> 12. Dosa berdusta atau bohong bertingkat-tingkat. Orang yang berdusta dalam mu’amalah (misalnya dalam jual beli) lebih besar dosanya dari orang yang sekedar menyampaikan berita.</div> <div style="text-align: justify;"> 13. Berdusta atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dosanya lebih besar dibanding berdusta atas nama orang lain dan diancam masuk neraka.</div> <div style="text-align: justify;"> 14. Jujur akan membawa kepada ketenangan dan ketentraman, sedangkan dusta membawa kepada keragu-raguan dan kegelisahan.</div> <div style="text-align: justify;"> 15. Orang yang terbiasa berbohong dan terus menerus melakukan kebohongan maka ia akan dijuluki tukang dusta/bohong.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maraaji’</div> <div style="text-align: justify;"> 1. Al-Qur-an dan Terjemahnya</div> <div style="text-align: justify;"> 2. Shahîh al-Bukhâri</div> <div style="text-align: justify;"> 3. Shahîh Muslim</div> <div style="text-align: justify;"> 4. Sunan Abu Dawud</div> <div style="text-align: justify;"> 5. Sunan at-Tirmidzi</div> <div style="text-align: justify;"> 6. Al-Mushannaf libni Abi Syaibah</div> <div style="text-align: justify;"> 7. At-Ta’lîqâtul Hisân ‘ala Shahîh Ibni Hibbân</div> <div style="text-align: justify;"> 8. As-Sunan al-Kubra lil Baihaqi</div> <div style="text-align: justify;"> 9. Syarhus Sunnah lil Baghawi</div> <div style="text-align: justify;"> 10. Musnad Imam Ahmad</div> <div style="text-align: justify;"> 11. Madârijus Sâlikîn</div> <div style="text-align: justify;"> 12. Fawâ’idul Fawâ’id</div> <div style="text-align: justify;"> 13. Mukhtashar Minhâjil Qâshidîn</div> <div style="text-align: justify;"> 14. Syarh Riyâdhis Shâlihîn, Syaikh’Utsaimin.</div> <div style="text-align: justify;"> 15. Bahjatun Nâzhirîn Syarah Riyâdush Shâlihîn</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله</div> <div> [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XVI/1434H/2013M.]<br /> _______<br /> Footnote<br /> [1]. Madârijus Sâlikîn (II/279), cet. Daarul Hadits-Kairo.<br /> [2]. Madârijus Sâlikîn (280-284) dengan ringkas.<br /> [3]. Mukhtashar Minhâjil Qâshidîn (hlm. 464-466) dengan ringkas.<br /> [4]. Syarh Riyâdhis Shâlihîn (VI/160-161) karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin.<br /> [5]. Fawâ’idul Fawâ’id (hlm. 299).<br /> [6]. Syarah Riyâdhis Shâlihîn (hlm. 160-161) karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin.<br /> [7]. Fawâ’idul Fawâ’id (hlm. 300).<br /> <br /> <div style="text-align: center;"> <img height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDU8Q2bEeWQy4Ks4OXNj8BxB16eKg1-W3GlFr8C2g3TE8chRSR35NpEpE14mqhvfkeBPXhgdMU6NICVo0hjGk3ABaBdX_b_fq2l5sUEGLeAOLQCNODCk7zBg3yy-8xKI0d4xC5biM2-FA/s200/bersamaygbenar.jpg" width="200" /></div> </div>

Berkata Benar (JUJUR) Dan Jangan Dusta

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ،...

Read more »

HIDUPLAH DI DUNIA INI SEAKAN-AKAN ORANG ASING ATAU MUSAFIR

<div style="text-align: justify;"> Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ [وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْرِ] وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku, lalu bersabda, ‘Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir’ [dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi penghuni kubur (pasti akan mati)].”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma pernah mengatakan, “Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> TAKHRIJ HADITS :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhâri, no. 6416; at-Tirmidzi, no. 2333; Ibnu Mâjah no. 4114; Ahmad, II/24 dan 41; al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, XIV/230, no. 4029; Ibnu Hibbân, at-Ta’lîqâtul Hisân– no. 696 dan lain-lain</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albâni dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, no. 1157. Kalimat di dalam tanda kurung [ ] tidak terdapat dalam riwayat al-Bukhâri.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> KOSA KATA HADITS:</div> <div style="text-align: justify;"> أَخَذَ : Memegang</div> <div style="text-align: justify;"> بِمَنْكِبَيَّ : Kedua bahuku. Maksudnya pangkal leher (tengkuk) dan pundak, karena ia yang menjadi sandaran.</div> <div style="text-align: justify;"> إذَا أَمْسَيْتَ : Jika engkau berada pada waktu sore. Maksudnya masuk waktu sore.</div> <div style="text-align: justify;"> وَإِذَا أَصْبَحْتَ : Jika engkau berada pada pagi hari. Maksudnya masuk waktu pagi.<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn1">[1]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> SYARAH HADITS:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini merupakan landasan agar manusia tidak memiliki angan-angan yang panjang di dunia. Orang yang beriman tidak sepantasnya menganggap dunia ini sebagai tempat tinggalnya yang abadi. Namun, Seyogyanya ia menganggap hidup di dunia ini seperti musafir yang sedang menyiapkan bekal bepergian menempuh perjalanan yang teramat panjang.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ini sesuai dengan wasiat para Nabi dan Rasul ‘alaihimush shalâtu was salâm dan para pengikut mereka. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman menceirtakan tentang keluarga Fir’aun yang beriman yang mengatakan :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. (QS. Ghâfir/al-Mukmin/40:39)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> مَا لِيْ وَلِلدُّنْيَا؟ مَا أَنَا وَالدُّنْيَا؟! إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ ظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Apalah artinya dunia ini bagiku?! Apa urusanku dengan dunia?! Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia ini ialah seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon, ia istirahat (sesaat) kemudian meninggalkannya.<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn2">[2]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu berkata :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ، وَلَا تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابٌ وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلٌ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat pasti akan datang. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak, karenanya, hendaklah kalian menjadi anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah hari amal bukan hisab, sedang kelak adalah hari hisab bukan amal.<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn3">[3]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata dalam khutbahnya, “Sesungguhnya dunia bukan negeri yang kekal bagi kalian karena Allâh telah menetapkan kehancuran bagi dunia dan memutuskan bahwa penghuninya akan pergi. Betapa banyak bangunan yang kokoh tidak lama kemudian hancur atau roboh dan betapa banyak orang mukim yang sedang bergembira tidak lama kemudian dia meninggalkan dunia. Karena itu, hendaklah kalian —semoga Allâh merahmati kalian— memperbaiki kepergian kalian darinya dengan kendaraan paling baik yang ada pada kalian dan berbekallah, sesungguhnya bekal paling baik ialah takwa.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn4">[4]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Sabda Nabi :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> كُنْ فِـي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jika dunia bukan negeri domisili dan tempat yang abadi bagi orang Mukmin, maka orang Mukmin harus bersikap dengan salah satu dari dua sikap: Pertama, seperti orang asing yang menetap di negeri asing dan obsesinya (tujuan dan cita-citanya) ialah mencari bekal untuk pulang ke tanah airnya. Kedua, seperti orang musafir yang tidak menetap sama sekali, dia terus melanjutkan perjalanannya siang dan malam menuju negeri abadi.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma agar ia di dunia ini berada di antara salah satu dari kedua sikap berikut:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pertama, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia ini seperti</div> <div style="text-align: justify;"> orang asing dan ia membayangkan bisa menetap, namun di negeri asing. Hatinya tidak terpikat dengan negeri asing tersebut. Hatinya tetap bergantung dengan tanah airnya, tempat ia akan kembali kepadanya. Ia bermukim di dunia untuk menyelesaikan tujuan persiapannya untuk pulang ke tanah airnya (yaitu Surga).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kedua, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia seperti musafir yang tidak pernah mukim di satu tempat, namun tetap berjalan melintasi tempat-tempat perjalanan hingga perjalanannya terhenti di tempat tujuan, yaitu kematian. Barangsiapa sikapnya seperti ini di dunia, berarti dia menyadari tujuannya yaitu mencari bekal untuk perjalanan dan tidak disibukkan dengan memperkaya diri dengan perhiasan dunia. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada sejumlah Sahabatnya agar bekal mereka dari dunia seperti bekal pengendara atau musafir.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> إِنَّمَا يَكْفِي أَحَدَكُمْمِنَ الدُّنْيَا كَزَادِ الرَّاكِبِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sesungguhnya cukup bagi kalian di dunia ini seperti bekal orang yang dalam perjalanan<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn5">[5]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْر</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi penghuni kubur [pasti akan mati])</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kematian adalah akhir yang pasti akan dialami oleh seluruh makhluk. Kematian adalah pemisah antara kehidupan dunia dan alam barzakh. Jika seseorang di dalam hatinya sering mengingat kematian dan bersemangat dalam urusan akhirat, maka dia akan masuk ke dalamorang-orang yang berlomba dalam kebaikan dan amalan shalih. Sebaliknya, jika hati seseorang lalai dari mengingat kematian dan lupa kalau dirinya pasti akan meninggalkan dunia ini, maka dia akan menjadi keras hatinya dan malas melakukan ketaatan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ (يَعْنِيْ الْمَوْتَ)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perbanyaklah oleh kalian mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian)<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn6">[6]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma ,“Aku sedang bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kemudian datang seorang laki-laki dari kalangan Anshâr, lalu ia mengucapkansalam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ الْمُؤْمِنِيْنَ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ:(أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا). قَالَ: فَأَيُّ الْمُؤْمِنِيْنَ أَكْيَسُ؟ قَالَ:(أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُوْلَئِكَ الْأَكْيَاسُ)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wahai Rasûlullâh! Siapa orang Mukmin yang paling utama?’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Lalu siapa orang Mukmin yang paling cerdas?’Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Orang yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik persiapannya untuk menghadapi apa yang terjadi setelahnya. Mereka itulah orang yang paling cerdas.’”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn7">[7]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Orang mukmin yang pintar adalah orang yangselalu ingat kepada kematian dan paling baik mempersiapkan diri untuk akhirat, karena seorang Mukmin itu yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa dia pasti akan mati dan pasti akan kembali kepada Allâh Azza wa Jalla . Oleh karena itu, dia selalu mempersiapkan bekal dengan takwa kepada Allâh dan melakukan amal shalih sebaik-baiknya dengan ikhlas dan mengikuti contoh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Dia bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu untuk berbuat kebaikan dan ketaatan kepada Allâh sebanyak-banyaknya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Salah seorang ulama Salaf menulis surat kepada saudaranya. Di suratnya ia berkata, “Saudaraku, bayanganmu adalah engkau bermukim padahal engkau terus-menerus berjalan. Engkau dituntun dengan penuntunan yang cepat, kematian diarahkan kepadamu, dan dunia dilipat dari belakangmu. Usiamu yang telah berlalu tidak akan kembali lagi kepadamu hingga hari ditampakkannya seluruh kesalahan (hari Kiamat) dikembalikan kepadamu.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn8">[8]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata kepada seseorang, “Berapa usiamu?” ia menjawab, “Enam puluh tahun.” Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Kalau begitu, sejak enam puluh tahun silam, engkau berjalan kepada Rabbmu dan tidak lama lagi engkau tiba kepada-Nya.” Ia berkata, “Innâlillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn.” Al-Fudhail berkata, “Tahukah engkau penafsiran ucapanmu tadi? Penafsirannya, aku adalah hamba Allâh dan aku kembali kepada-Nya. Barangsiapa mengetahui bahwa ia hamba Allâh dan ia akan kembali kepada-Nya, hendaklah ia mengetahui bahwa dirinya akan dihisab (pada hari kiamat). Barangsiapa mengetahui bahwa dirinya akan dihisab (pada hari kiamat), hendaklah ia mengetahui bahwa ia akan ditanya. Barangsiapa mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, hendaklah ia menyiapkan jawaban pertanyaannya.” Ia berkata, “Bagaimana caranya?” Al-Fudhail berkata, “Sederhana sekali.” Ia berkata, “Apa itu?” Al-Fudhail berkata, “Engkau memperbaiki umur yang masih ada, niscaya dosa-dosamu yang telah lalu diampuni, karena jika engkau berbuat salah di sisa usia maka engkau disiksa karena dosa-dosa yang lalu dan dosa-dosa sekarang.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn9">[9]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Perkataan Ibnu ‘Umar:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore hari</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wasiat Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma dalam hadits ini berisi tentang pendeknya angan-angan dan jika seseorang berada di sore hari maka tidak perlu menunggu pagi hari serta jika ia berada di pagi hari maka tidak perlu menunggu sore hari. Ia membayangkan ajal kematian menjemputnya sebelum itu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jika seseorang mampu melakukan ketaatan, atau melakukan suatu amal kebaikan, maka hendaklah ia bersegera melakukannya. Jangan ditunda atau diakhirkan, misalnya dengan mengatakan, “Saya akan melakukannya di waktu lain.” Atau mengatakan, “Saya akan melakukan itu nanti saja.” Atau “Saya akan melakukannya besok.” Atau “Saya akan sedekah besok.” Atau “Saya akan ngaji pekan depan.” Atau “Saya akan umrah tahun depan.” Kalau ada waktu dan harta kenapa ditunda?! Dan semua perkataan-perkataan di atas merupakan pintu masuk setan untuk memalingkan manusia dari berbuat kebaikan. Sehingga waktunya terbuang sia-sia tanpa ada manfaatnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam menerangkan sifat orang-orang Mukmin:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya. [Al-Mu’minûn/23:61]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Umar Radhiyallahu anhu menulis kepada Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu : Amma ba’du. Sesungguhnya kekuatan dalam amal yaitu engkau tidak menunda pekerjaan hari ini ke hari esok. Karena jika engkau berbuat demikian, maka pekerjaan-pekerjaan itu akan banyak dan menumpuk, lalu engkau tidak tahu mana yang harus dikerjakan lebih dahulu, dan akhirnya hilanglah waktumu.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn10">[10]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jangan sekali-kali menunda amal shalih yang dapat kita lakukan hari ini. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari.</div> <div style="text-align: justify;"> Perkataan Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Gunakan waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maksudnya, kerjakan amal-amal shalih dalam kehidupan ini sebelum engkau terhalangi oleh sakit dan kerjakan amal-amal shalih dalam kehidupan ini sebelum engkau dipisahkan oleh kematian.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dalam riwayat at-Tirmidzi rahimahullah :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> فَإِنَّكَ لَا تَدْرِي يَا عَبْدَ اللهِ مَاسْمُكَ غَدًا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Karena engkau, wahai Abdullah, tidak tahu apa namamu besok<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn11">[11]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maksudnya, barangkali besok engkau termasuk orang-orang yang meninggal dunia, bukan orang-orang yang hidup. Engkau juga tidak tahu apakah termasuk orang yang celaka, atau orang yang bahagia.<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn12">[12]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wasiat yang sama diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dua nikmat yang banyak sekali manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn13">[13]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ibnu Baththal t berkata, “Makna hadits tersebut yaitu seseorang tidak disebut luang sampai ia berkecukupan dan sehat badannya. Siapa yang memperoleh itu, maka hendaklah ia bersemangat agar tidak tertipu dengan meninggalkan syukur kepada Allâh atas nikmat yang Allâh berikan kepadanya. Dan mensyukurinya yaitu dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya danmenjauhkan larangan-larangan-Nya. Siapa yang tidak berbuat demikian, maka dialah orang yang tertipu. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang artinya, “banyak manusia tertipu” menunjukkan bahwa yang diberi taufik (untuk tidak tertipu dengan kedua nikmat tersebut-pent) jumlah sedikit.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Seseorang bisa saja sehat tapi ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan pekerjaannya. Atau ia memiliki waktu luang tapi tidak sehat. Jika keduanya berkumpul, lalu ia bermalas-malasan untuk melakukan ketaatan, maka dialah orang yang tertipu. Dunia adalah ladang akhirat, di dalamnya ada perniagaan yang sangat jelas keuntungannya di akhirat, siapa yang menggunakan waktu luang dan sehatnya untuk taat kepada Allâh Azza wa Jalla , maka ia adalah orang yang sukses. Tapi, siapa yang menggunakannya dalam maksiat kepada Allâh Azza wa Jalla , maka ia adalah orang yang tertipu. Karena setelah waktu luang akan datang kesibukan dan setelah sehat akan datang sakit.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ath-Thibi rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat perumpamaan seorang pedagang yang memiliki modal, ia mengharapkan keuntungan dengan modal yang tetap terjaga. Caranya yaitu dengan memilih orang yang bermu’amalah dengannya dan selalu jujur serta pandai agar ia tidak tertipu. Kesehatan dan waktu luang adalah modal, dan sepatutnya seseorang bermu’amalah dengan Allâh Azza wa Jalla dengan iman, berjuang melawan hawa nafsu dan musuh agama, agar ia beruntung di dunia dan akhirat.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn14">[14]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Seorang Muslim wajib segera bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla dan segera mengerjakan amal-amal shalih sebelum ia tidak sanggup mengerjakannya atau ia terhalangi oleh sakit, musibah, atau kematian, atau ia melihat salah satu tanda hari Kiamat, yang ketika itu taubat tidak lagi diterima.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jika seseorang telah dipisahkan dari amalnya, maka yang tersisa adalah kerugian dan ingin kembali kepada kondisi yang memungkinkannya untuk beramal, tapi angan-angan ini tidak bermanfaat baginya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ ﴿٥٤﴾ وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾ أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَىٰ مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ ﴿٥٦﴾ أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ ﴿٥٧﴾ أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong. Dan ikutilah sebaik-baik yang diturunkan kepadamu (al-Qur-an) dari Rabbmu sebelum datang adzab kepadamu secara mendadak, sedang kamu tidak menyadarinya, agar jangan ada orang yang mengatakan, ‘Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allâh, dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memperolok-olok (agama Allâh),’ atau (agar jangan) ada yang berkata ketika melihat adzab: ‘Sekiranya Allâh memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa,’ atau (agar jangan) ada yang berkata: ‘Sekiranya aku dapat kembali (ke dunia) tentu aku termasuk orang-orang yang berbuat baik.’”[Az-Zumar/39:54-58]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ﴿٩٩﴾ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, ‘Wahai Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Sungguh, itu adalah dalih yang diucapkannya saja.Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan. [Al-Mu’minûn/23: 99-100]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> ORANG MUKMIN WAJIB MEMANFAATKAN SEBAIK MUNGKIN WAKTU DAN SISA UMURNYA</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Muhammad bin ‘Abdul Baqi rahimahullah (wafat th. 535 H) t mengatakan, “Aku tidak pernah menyia-nyiakan waktuku yang pernah berlalu untuk bermain-main dan berbuat yang sia-sia.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn15">[15]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ketahuilah, waktu itu terbagi menjadi beberapa bagian. al-Khalîl bin Ahmad (wafat tahun 160 H) t mengatakan, “Waktu itu ada tiga bagian : waktu yang telah berlalu darimu dan takkan kembali, waktu yang sedang kau alami, dan lihatlah bagaimana ia akan berlalu darimu, dan waktu yang engkau tunggu, bisa jadi engkau tidak akan mendapatkannya.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn16">[16]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ada riwayat yang sangat mengagumkan, yang menunjukkan kesungguhan para Ulama salaf dalam menggunakan waktu. Yaitu riwayat yang disebutkan Imam adz-Dzahabi rahimahullah dalam Siyar A’lâmin Nubalâ‘ tentang Dawud bin Abi Hindun (wafat th. 139 H) rahimahullah. Dawud berkata, “Ketika kecil aku berkeliling pasar. Ketika pulang, kuusahakan diriku untuk berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla hingga tempat tertentu. Jika telah sampai tempat itu, kuusahakan diriku untuk berdzikir kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala hingga tempat selanjutnya… hingga sampai di rumah.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn17">[17]</a> Tujuannya adalah menggunakan waktu dari umurnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Berusahalah dengan sungguh-sungguh, setelah mengikhlaskan niat karena Allâh Azza wa Jalla , untuk menggunakan waktu dengan hal-hal yang bermanfaat seperti beribadah kepada Allâh, berdzikir, mengaji, membaca al-Qur`an dan tafsirnya, membaca buku-buku yang bermanfaat, menuntut ilmu syar’i, berbuat baik kepada kedua orang tua, membantu orang yang susah, fakir miskin, dan banyak lagi hal bermanfaat lainnya</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْـمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيْهِ.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Diantara indikasi baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn18">[18]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> PENTINGNYA WAKTU DALAM MENUNTUT ILMU</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Janganlah menyia-nyiakan waktu pada sesuatu yang membahayakan atau hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebab, hari-hari itu adalah kehidupan kita. Apabila satu hari berlalu, hilanglah sebagian dari kehidupan kita. Bersungguh-sungguhlah dalam mengatur waktu dan menggunakannya pada yang bermanfaat. Di antara bentuk pemanfaatan waktu adalah :</div> <div style="text-align: justify;"> Bergegas menuntut ilmu di masa muda. Karena masa ini adalah masa yang penuh kekuatan, semangat dan tekad yang kuat. Imam Ibnu Jamâ’ah rahimahullah mengatakan, “Hendaknya seorang penuntut ilmu bersegera memanfaatkan masa mudanya dan seluruh umurnya untuk memperoleh ilmu. Janganlah ia tertipu dengan angan-angan hampa dan menunda-nunda, karena setiap jam dari umurnya akan berlalu, tidak akan pernah kembali dan tidak dapat diganti.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn19">[19]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Mengatur waktu dalam menuntut berbagai ilmu, dan mengaturnya untuk mendapatkan apa yang bermanfaat baginya. Imam Ibnu Jamâ’ah t mengatakan tentang adab penuntut ilmu yang kelima terhadap dirinya, “Hendaklah ia membagi waktu malam dan siangnya, dan memanfaatkan sisa umurnya karena umur yang tersisa tidak ada bandingannya.”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn20">[20]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Tidak berlebihan dalam bergaul atau jalan-jalan ke pasar atau tempat lainnya untuk sesuatu yang tidak penting dan tidak bermanfaat. Karena perbuatan seperti ini resiko buruknya lebih besar daripada manfaatnya. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. Resiko yang paling kecil adalah menyia-nyiakan waktu dengan teman gaulnya dan tidak ada manfaat yang mereka raih dari pergaulan itu karena banyak canda, basa-basi dan membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaatnya.</div> <div style="text-align: justify;"> Tidak terlalu banyak tidur. Tidurlah sesuai dengan kebutuhan. Imam Ibnu Jamâ’ah rahimahullah mengatakan, “Hendaklah menyedikitkan tidur selama tidak mendatangkan bahaya pada badan dan otaknya. Janganlah menambah waktu tidur melebihi delapan jam, yaitu sepertiga waktunya (dari 24 jam). Jika memungkinkan untuk tidur kurang dari waktu tersebut, maka lakukanlah !”<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn21">[21]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Tidak terlalu banyak makan, minum dan jima’ (bersetubuh). Karena itu menghabiskan waktu, baik dalam memperolehnya maupun mempersiapkan berbagai sarananya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Seorang Mukmin wajib menggunakan waktunya pada berbagai perkara yang bermanfaat, karena umur (waktu) akan dimintakan pertanggung-jawabannya oleh Allâh Azza wa Jalla , digunakan untuk apa? Begitu pula ilmu, apa yang telah diamalkan darinya, dan selainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> لَاتَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلَاهُ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia habiskan, dan tentang tubuhnya—capek dan letihnya—untuk apa ia gunakan.<a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftn22">[22]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَالْعَصْر ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍِ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Demi masa.Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. [Al-‘Ashr/103:1-3]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> FAWA-ID HADITS:</div> <div style="text-align: justify;"> Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundak Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma sebagai tanda cinta dan pentingnya masalah yang akan disampaikan.</div> <div style="text-align: justify;"> Semangat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan kebaikan kepada umatnya.</div> <div style="text-align: justify;"> Orang Mukmin wajib menggunakan waktunya untuk hal yang bermanfaat.</div> <div style="text-align: justify;"> Wajib bersegera dalam melaksanakan ketaatan dan menjauhi maksiat.</div> <div style="text-align: justify;"> Orang Mukmin diperintah untuk selalu mengingat mati.</div> <div style="text-align: justify;"> Orang yang cerdas dan pintar adalah orang yang selalu ingat mati dan mempersiapkan bekal amal shalih untuk akhirat.</div> <div style="text-align: justify;"> Sebaik-baik bekal adalah bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla .</div> <div style="text-align: justify;"> Anjuran untuk zuhud di dunia dan tidak panjang angan-angan.</div> <div style="text-align: justify;"> Bersegera untuk melakukan amal-amal shalih pada waktunya.</div> <div style="text-align: justify;"> Anjuran untuk bersungguh-sungguh dalam mengerjakan kewajiban dan menjauhi larangan.</div> <div style="text-align: justify;"> Kesehatan dan hidup adalah kesempatan yang baik bagi seorang Mukmin untuk melakukan kebajikan.</div> <div style="text-align: justify;"> Selama masih hidup dan dalam keadaan sehat, selayaknya orang yang berakal senantiasa beramal shalih, sebelum ajal menjemput sehingga berakhirlah segala aktifitasnya.</div> <div style="text-align: justify;"> Dunia pada hakikatnya adalah kehidupan yang menipu.</div> <div style="text-align: justify;"> Tujuan hidup seorang Mukmin adalah akhirat, yaitu untuk menggapai Surga, bukan dunia. Dunia sebagai tempat bercocok tanam untuk akhirat.</div> <div style="text-align: justify;"> Orang yang beruntung dan hatinya sehat adalah orang yang menghargai waktu untuk melakukan ketaatan, ibadah kepada Allâh, dan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk akhiratnya dan meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat.</div> <div style="text-align: justify;"> Orang yang sukses dan beruntung adalah orang yang dimasukkan ke dalam Surga dan dijauhkan dari api Neraka.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> MARAAJI.</div> <div style="text-align: justify;"> Kutubus sittah.</div> <div style="text-align: justify;"> Musnad Ahmad.</div> <div style="text-align: justify;"> Musnad Abi Ya’la, takhrij Husain Salim Asad.</div> <div style="text-align: justify;"> Hilyatul Auliyâ’.</div> <div style="text-align: justify;"> Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqiq: Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim Baajis.</div> <div style="text-align: justify;"> Tadzkiratus Sâmi’ wal Mutakallim fî Adabil ‘Âlim wal Muta’allim, III, Darul Ma’aliy, th. 1419 H.</div> <div style="text-align: justify;"> Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, Syaikh al-Albani.</div> <div style="text-align: justify;"> Qawâ’id wa Fawâ-id minal Arba’iin an-Nawawiyyah.</div> <div style="text-align: justify;"> Syarah al-Arba’în an-Nawawiyyah, Syaikh al-‘Utsaimin.</div> <div style="text-align: justify;"> Bahjatun Naazhirîn Syarah Riyâdhis Shâlihîn, Salim bin ‘Ied al-Hilali.</div> <div style="text-align: justify;"> Dan lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIX/1436H/2015M. ]</div> <div style="text-align: justify;"> _______</div> <div style="text-align: justify;"> Footnote</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref1">[1]</a> Bahjatun Nâzhirîn, I/536</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref2">[2]</a> Hasan shahih: HR. Ahmad, I/391, 441 dan at-Tirmidzi, no. 2377; Ibnu Mâjah, no. 4109 dan al-Hâkim, IV/310 dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu . Imam at-Tidmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.” Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, no. 438</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref3">[3]</a> Shahîhul Bukhâri, kitab: ar-Riqâq, bab: fil Amali wa Thûlihi, Fat-hul Bâri XI/235. Lihat juga Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, II/378</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref4">[4]</a> Hilyatul Auliyâ’, V/325, no. 7270</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref5">[5]</a> Shahih: HR. Abu Ya’la, XIII/no. 7214, ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr, no. 3695), dan lainnya, dari Sahabat Khabbab bin al-Arts Radhiyallahu anhu</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref6">[6]</a> Hasan Shahih: HR. Ahmad, II/293; At-Tirmidzi, no. 2307; dan Ibnu Mâjah, no. 4258; An-Nasa`I, IV/4 dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref7">[7]</a> Hasan: HR. Ibnu Mâjah, no. 4259 dan ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath, V/340, no. 4668. Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, no. 1384</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref8">[8]</a> Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, II/382</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref9">[9]</a> Hilyatul Auliyâ’, VIII/116, no. 11565. Lihat juga Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, II/383</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref10">[10]</a> Al-Khutab wal Mawâ’izh, hlm. 204, Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam. Dinukil dari Qîmatuz Zaman ‘indal ‘Ulamâ, hlm. 46-47</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref11">[11]</a>Shahih: HR. At-Tirmidzi, no. 2333 dan al-Baghawi, no. 4029</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref12">[12]</a>Fat-hul Bâri, XI/235</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref13">[13]</a> Shahih: HR. Al-Bukhâri, no. 6412; at-Tirmidzi, no. 2304; Ibnu Mâjah, no. 4170; Ahmad, I/258, 344; ad-Darimi, II/297; al-Hâkim, IV/306 dan lainnya. Lafazh ini milik al-Bukhâri dari Sahabat Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref14">[14]</a> Fat-hul Bâri bi Syarh Shahîh al-Bukhâri, XI/230</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref15">[15]</a> Siyar A’lâmin Nubalâ’, XX/26</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref16">[16]</a> Thabaqât al-Hanâbilah (I/288). Dinukil dari kitab Ma’âlim fî Tharîq Thalabil ‘Ilmi, hlm. 35-36</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref17">[17]</a> Siyar A’lâmin Nubalâ’ (VI/378).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref18">[18]</a> Shahih (dengan beberapa syawahidnya): HR. At-Tirmidzi, no. 2317; Ibnu Mâjah, no. 3976; Ibnu Hibban, no. 229 – at-Ta’lîqâtul Hisân dan selainnya dari Sahabat Abu Hurairah z . Syawaahid hadits ini dari Abu Bakar Radhiyallahu anhu , Husain bin Ali Radhiyallahu anhuma , dan Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu. Yakni yang diriwayatkan oleh para imam ahli hadits. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu di atas dipandang shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’is Shagîr, no. 5911 dan at-Ta’lîqâtul Hisân ‘ala Shahih Ibni Hibban, no. 229</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref19">[19]</a> Tadzkiratus Sâmi’ wal Mutakallim, hlm. 114-115</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref20">[20]</a> Tadzkiratus Sâmi’ wal Mutakallim, hlm. 117-118</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref21">[21]</a> Tadzkiratus Sâmi’ wal Mutakallim, hlm. 124-125</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5854-hiduplah-di-dunia-ini-seakanakan-orang-asing-atau-musafir.html#_ftnref22">[22]</a> Shahih: HR. At-Tirmidzi, no. 2417; ad-Darimi, I/135; dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya, no. 7397 dari Sahabat Abu Barzah Nadh-lah bin ‘Ubaid al-Aslami Radhiyallahun anhu. At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan shahih.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div>

HIDUPLAH DI DUNIA INI SEAKAN-AKAN ORANG ASING ATAU MUSAFIR

Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللّ...

Read more »

Beramal Untuk Dunia Dan Akhirat

<div style="text-align: justify;"> رُوِيَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِعْمَلْ لدُنْيِاكَ كأَنَّكَ تَعِيشُ أَبَداً واعْمَلْ لآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تموتُ غَداً</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash z bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beramallâh (bekerjalah) untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan beramallâh untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini tidak ada asalnya (hadits palsu) yang dinisbatkan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah mengatakan, “Hadits ini tidak ada asalnya secara marfu’ (dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam) meskipun dia sangat populer diucapkan (di kalangan kaum Muslimin) zaman sekarang.”<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn1">[1]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Ucapan ini diriwayatkan sebagai hadits dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , padahal ini bukan hadits.”<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn2">[2]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Yang benar pernyataan di atas diriwayatkan dari ucapan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu . Itupun sanad periwayatannya lemah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi ad-Dunya dalam Ishlâhul Mâl, hlmn. 34 dan Ibnu Qutaibah dalam Gharîbul Hadîts (1/286) dengan sanad mereka berdua dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu . Sanad riwayat ini lemah karena terputus. ‘Ubaidullah bin al-‘Aizar meriwayatkannya dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu padahal dia tidak bertemu dengan beliau Radhiyallahu anhu .<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn3">[3]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Juga ada jalur lain yang dikeluarkan oleh Imam ‘Abdullah bin al-Mubarak dalam kitab az-Zuhd, hlm. 469 dari Muhammad bin ‘Ajlân dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu ucapan yang semakna dengan ucapan di atas. Sanad riwayat inipun lemah karena terputus. Muhammad bin ‘Ajlân tidak bertemu dengan ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu .<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn4">[4]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari jalur lain dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu , dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallamyang dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (3/19).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Namun, hadits ini lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang disebut Maula ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, dia majhul (tidak dikenal). Juga ada rawi yang bernama Abu Shalih ‘Abdullah bin Shalih Kâtibu al-Laits. Orang ini sering salah dan lalai dalam meriwayatkan hadits.<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn5">[5]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini dinyatakan lemah oleh Imam as-Suyuthi dan beliau rahimahullah dibenarkan penilaiannya oleh Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadîr (2/12).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lafazh, yang artinya, “Perbaikilah duniamu dan beramallâh untuk akhiratmu, seakan-akan kamu mati besok.” Riwayat ini dikeluarkan oleh Imam al-Qudha’i dalam Musnad asy-Syihab (1/416).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini sangat lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Sulaiman bin Arqam. Imam al-Bukhari, Abu Dawud dan ad-Daraquthni berkata tentangnya, “Dia ditinggalkan (riwayat) haditsnya (karena kelemahannya sangat parah)”<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn6">[6]</a>.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Juga ada rawi yang bernama Miqdam bin Dawud, dia adalah rawi yang dilemahkan riwayat haditsnya oleh para Ulama.<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn7">[7]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits yang semakna dengan riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu di atas juga diriwayatkan dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dikeluarkan oleh ad-Dailami dalam Masnadul Firdaus<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn8">[8]</a>. Akan tetapi hadits ini juga sangat lemah, karena ada rawi yang ditinggalkan riwayatnya dan rawi yang majhul (tidak dikenal).<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn9">[9]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kesimpulannya, hadits ini sangat lemah bahkan palsu jika disandarkan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun jika disandarkan kepada ucapan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu , maka riwayatnya juga lemah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kemudian jika ditinjau dari segi matan (isi) hadits ini, maka juga terdapat kejanggalan dan pertentangan dengan banyak dalil dari al-Qur’an dan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Isi hadits ini terkesan berlebihan memotivasi untuk mengejar dunia dan berusaha keras untuk meraihnya, padahal dalil-dalil dari al-Qur’an dan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam justru memotivasi untuk tidak berlebihan dalam mengejar dunia dan mengambil secukupnya dari dunia, serta bersemangat dan berlomba-lomba mengejar keutamaan di sisi Allâh Azza wa Jalla di akhirat nanti.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allâh Azza wa Jalla berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allâh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (urusan) dunia [Al-Qashash/28:77]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan dalam sebuah hadits yang shahih, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثُرَ وَأَلْهَى</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sesuatu (harta dan perhiasan dunia) yang sedikit dan mencukupi lebih baik daripada yang banyak dan melalaikan (dari berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla).<a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftn10">[10]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIX/1436H/2015M.]</div> <div style="text-align: justify;"> _______</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Footnote</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref1">[1]</a> Kitab Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfati wal Maudhû’ah (1/63).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref2">[2]</a> Majmû’ul Fatâwâ Syaikh al-‘Utsaimin” (46/2).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref3">[3]</a> Lihat kitab Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfati wal Maudhû’ah (1/64).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref4">[4]</a> Lihat kitab Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfati wal Maudhû’ah (1/64).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref5">[5]</a> Lihat kitab Taqrîbut Tahdzîb, hlm. 308</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref6">[6]</a> Semua dinukil oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîbut Tahdzîb (4/148).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref7">[7]</a> Lihat nukilan ucapan para ulama tersebut dalam Lisânul Mîzân (6/84).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref8">[8]</a> Dinukil oleh Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadîr (1/532).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref9">[9]</a> Lihat penjelasan Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadîr (1/532).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="https://almanhaj.or.id/5851-hadits-palsu-tentang-beramal-untuk-dunia-dan-akhirat.html#_ftnref10">[10]</a> Lihat penjelasan Syaikh al-Albani dalam kitab Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfati wal Maudhû’ah (2/373, no. 874).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> <div style="text-align: center;"> <img height="200" src="https://s4.bukalapak.com/img/410248581/medium/kaos_islami_amal_dunia_Akhirat.jpg" width="200" /></div> </div>

Beramal Untuk Dunia Dan Akhirat

رُوِيَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِ...

Read more »

Subulus Salam Syarah Bulughul Maram No.0041-43

<div class="sub-body"> <div class="inner"> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl"> <b><span class="s18" lang="AR-SA"><span style="font-size: x-large;">41 - وَعَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطَهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ</span></span></b></div> <div class="MsoNormal"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">41. Dari Aisyah ia berkata, Rasulullah sangat menyukai memiliki dengan (anggota) kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci dan pada setiap apa yang beliau lakukan. (Muttafaq alaih)</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">[shahih: Al Bukhari 168, Muslim 268]<o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal s4" dir="rtl" style="text-align: center;"> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span class="s47" lang="AR-SA">ـــــــــــــــــــــــــــــ</span></b><b><span class="s6" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></b></span></div> </div> <div class="MsoNormal s8" style="text-align: center;"> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span class="s48" dir="rtl" lang="AR-SA">[سبل السلام]</span></b><span class="s19" dir="rtl" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></span></div> </div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Penjelasan Kalimat</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span class="s21">Rasulullah SAW sangat menyukai memiliki dengan (anggota) kanan ketika memakai sandal</span>, (yaitu dengan mendahulukan yang kanan) <span class="s21">menyisir rambut</span>, (yaitu ketika menyisir rambutnya) <span class="s21">bersuci dan pada setiap apa yang beliau lakukan</span>. (menyebutkan yang umum setelah yang khusus)</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tafsir Hadits</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ibnu Daqiq Al Id berkata, ‘Hadits tersebut umum dan khusus ketika masuk wc, keluar masjid dan yang semacamnya, sebab dimulai dengan kiri.’ Dikatakan, bahwa penegasan dengan kata <i>’kullihi’</i> menunjukkan tetap berlaku keumumannya dan larangan melanggarnya pada sebagian yang lain.  Sebab, bisa dikatakan bahwa hakikat perintah adalah perbuatan yang dimaksudkan, dan yang disukai padanya memulai dengan kiri bukanlah perbuatan yang dimaksudkan tetapi boleh jadi diperintahkan meninggalkannya atau perbuatan yang tidak dimaksudkan.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hadits tersebut adalah dalil disukainya memulai dengan bagian kanan kepala ketika bersisir, mandi atau mencukur. Dan mendahulukan anggota badan bagian kanan ketika wudhu, mandi, makan dan minum serta yang lainnya.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Imam An Nawawi berkata, “Dalam kaidah syariat, setiap memulai sesuatu hal yang mulia dan baik diutamakan untuk mendahulukan bagian kanan. Dan pada hal-hal yang sebaliknya, dianjurkan untuk memulai dengan bagian kiri. Hadits tentang hal ini akan disebutkan pada bab wudhu. Keterangan yang disampaikan hadits ini berdasarkan bahwa lafazh <i>yajibuhu</i> menunjukkan bahwa hal itu disukai menurut syariat, dan kami telah menyebutkan penelitiannya pada catatan kaki dalam kitab <i>Syarhu Al Umdah</i> ketika mengomentari hadits ini.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">==========================</span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Fawaid hadits:</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">1. Disunnahkan mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, menyisir, bersuci dan perbuatan baik lainnya.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">2. An Nawawi rahimahullah berkata: “Memulai yang kanan itu berlaku pada setiap urusan yang mulia dan bersih, adapun kebalikannya, maka disunnahkan mendahulukan yang kiri.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">3. Mendahulukan mencuci anggota kanan sebelum kiri adalah sunnah dengan ijma’ ulama, bukan wajib.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">4. Seorang muslim menjadikan kebiasannya menjadi ibadah, karena ketika ia berupaya melakukannya sesuai sunnah, dan berharap pahala Allah, maka kebiasaannya itu menjadi ibadah.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">5. Syari’at islam datang untuk memberi mashlahat kepada manusia dan bimbingan dalam kehidupan mereka.</span><br /> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">=====================</span><br /> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span> <br /> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> Kandungan hadits :</div> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="1⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/31-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Disunnahkan mendahulukan bagian kanan saat menggunakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan pekerjaan sejenis yang nilai sebagai pekerjaan baik.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="2⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/32-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Mendahulukan bagian kiri dalam hal-hal yang dinilai kotor. Ini selaras dengan syariat, logika dan kesehatan.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="3⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/33-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Syariat Islam yang bijaksana datang untuk memperbaiki manusia, mendidiknya dan menjaganya dari hal-hal yang berbahaya secara umum.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="4⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/34-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Disunnahkan mendahulukan bagian kanan kepala saat menyisir rambut, membasuh, mencukur dan lainnya.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="5⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/35-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Disunnahkan mendahulukan tangan atau kaki kanan dari pada tangan atau kaki kiri dalam setiap pekerjaan baik dan hanya mendahulukan bagian kiri untuk sesuatu yang sesuai seperti menghilangkan kotoran dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dinilai jorok / kotor.</div> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><br /> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="6⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/36-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Hadits di atas merupakan dalil bahwa seorang muslim harus menjadikan kebiasaan sehari-harinya sebagai ibadah. Suatu kegiatan harian yang dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah dan diniatkan sebagai ibadah maka ia akan berubah menjadi ibadah dan menambah kebaikan-kebaikan seorang muslim.</div> </div> </div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">-----------------------</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="sub-body"> <div class="inner"> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl"> <b><span class="s18" lang="AR-SA"><span style="font-size: x-large;">42 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «إذَا تَوَضَّأْتُمْ فَابْدَءُوا بِمَيَامِنِكُمْ» أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ</span></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">42. Dari Abu Hurairah  ia berkata, Rasulullah bersabda, “<i>Apabila kalian berwudhu, maka mulailah dengan anggota wudhu bagian kanan kalian.”</i> (HR. Imam yang empat, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)<b><span class="s19" dir="rtl" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></b></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span dir="ltr"></span><b><span class="s49" lang="EN-US"><span dir="ltr"></span>[Shahih</span><span class="s20">: Shahih Al Jami' 454]<o:p></o:p></span></b></span></div> <div class="MsoNormal s4" dir="rtl" style="text-align: center;"> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span class="s47" lang="AR-SA">ـــــــــــــــــــــــــــــ</span></b><b><span class="s6" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></b></span></div> </div> <div class="MsoNormal s8" style="text-align: center;"> <div style="text-align: justify;"> <b><span class="s48" dir="rtl" lang="AR-SA" style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">[سبل السلام]</span></b></div> </div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tafsir Hadits<o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hadits ini dikeluarkan oleh imam yang empat, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Dan dikeluarkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban dan Al Baihaqi. Ditambahkan padanya, </span></div> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span dir="rtl"></span><b><span class="s40" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>[وَإِذَا لَبِسْتُمْ] </span></b></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">“<i>Dan apabila kalian berpakaian</i>.”</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span class="s25" style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">[Shahih: Shahih Al Jami' 787]<o:p></o:p></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span class="s25" style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ibnu Daqiq Al Id berkata, ‘hadits tersebut berhak dishahihkan.’</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hadits tersebut menunjukkan perintah untuk mendahulukan anggota bagian kanan ketika berwudhu, seperti mencuci tangan dan kaki. Adapun selain keduanya seperti wajah dan kepala, secara zhahir hadits mencakup keduanya. Tetapi tak seorang pun yang berpendapat mengenai kedua hal tersebut, dan juga tidak diriwayatkan dalam hadits-hadits Rasulullah mengajarkan wudhu kepada para shahabat, berbeda dengan kedua tangan dan kaki, sebab hadits-hadits tentang pengajaran wudhu kepada para shahabat disebutkan dengan mendahulukan bagian kanan atas bagian yang kiri, seperti dalam hadits Utsman yang telah lalu dan yang lainnya. Sedang ayat adalah secara global dan dijelaskan oleh sunnah.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ada perbedaan mengenai wajibnya hal tersebut. Tidak ada pembicaraan bahwa itu yang lebih utaman. Menurut Al Hadawiyah hukumnya wajib, berdasarkan hadits dalam bab ini yang menggunakan lafazh perintah, karena pada dasarnya perintah menunjukkan wajib. Juga berdasarkan perbuatan Rasulullah yang terus-menerus. Karena tidak perempuan ada riwayat bahwa beliau berwudhu dengan menyelisihinya walaupun hanya satu kali, kecuali hadits yang akan disebutkan, dan bahwa perbuatan beliau menjelaskan wajibnya maka hal itu wajib.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dan berdasarkan hadits Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit dan Abu Hurairah , </span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">“Bahwa Nabi berwudhu secara berurutan, kemudian bersabda, “<i>beginilah tata cara wudhu, Allah tidak menerima shalat tanpa dengannya<span class="s20">.”</span></i><span class="s20">[Dhaif Jiddan: Dhaif Ibnu Majah 425]<o:p></o:p></span></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span class="s20" style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hadits ini memiliki banyak jalan, satu dengan lainnya saling menguatkan.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Al Hanafiyah dan jama'ah berkata, “Tidak wajib berurutan antara anggota-anggota wudhu, antara kiri dan kanan bagi kedua tangan dan kaki.” Mereka berkata, ‘Huruf <i>waw</i> tersebut tidak menandakan wajibnya berurutan. Dan karena diriwayatkan dari Ali , bahwa ia memulai dengan anggota wudhu yang kiri, lalu berkata “aku tidak peduli apakah aku memulai dengan bagian kanan atau kiri, yang terpenting aku telah menyempurnakan wudhu’, dikeluarkan oleh Ad Daruquthni 1/87 dan Al Baihaqi 1/87, ia berkata hadits ini munqathi. Demikian pula riwayat mengenai perbuatan (wudhu) yang dikeluarkan oleh Al Baihaqi.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dapat dijawab, bahwa kedua atsar di atas tidak ada yang kuat, maka tidak dapat dijadikan hujjah, dan tidak dapat membatalkan yang terdahulu, meskipun Ad Daruquthni telah mengeluarkan hadits Ali dan tidak mendha'ifkannya. Ia juga mengeluarkannya dari beberapa jalan dengan lafazh yang bervariasi, akan tetapi semuanya mauquf.</span><br /> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">==================</span><br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Fawaid hadits:</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">1. Disunnahkan memulai mencuci yang kanan dalam mencuci tangan dan kaki.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">2. Perintah memulai yang kanan dalam berwudlu dibawa kepada makna sunnah, dasarnya adalah ijma’ (kesepakatan ulama), dan juga karena ia berhubungan dengan adab.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">3. Bila kita memulai mencuci tangan kiri sebelum kanan, maka wudlunya sah namun menyelisihi sunnah.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">4. Sesuatu yang menyelisihi sunnah tidak selamanya dianggap bid’ah, kecuali bila ia meyakini bahwa memulai yang kiri itu lebih utama.</span><br /> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">================</span><br /> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> Kandungan hadits :</div> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="1⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/31-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Disunnahkan mendahulukan bagian kanan saat berwudhu yaitu antara kedua tangan dan kedua kaki. Caranya dengan mendahulukan tangan kanan kemudian tangan kiri dan mendahulukan kaki kanan kemudian tangan kiri dan mendahulukan kaki kanan kemudian kaki kiri. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Aisyah, bahwa Rasulullah sangat suka mendahulukan bagian kanan saat menggunakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam urusannya semuanya.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="2⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/32-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Anjuran mendahulukan bagian kanan di dahulukan saat membasuh kedua tangan dan kedua kaki. Berbeda dengan wajah karena untuk anggota wudhu yang hanya satu harus dibasuh seluruhnya secara bersamaan. Demikian juga dengan bagian kepala, ia dibasuh seluruhnya secara bersamaan.</div> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="3⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/33-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Para ulama menyepakati bahwa mendahulukan bagian kanan hanya sunnah, tidak wajib. Dengan begitu jika bagian kiri yang didahulukan maka wudhunya sudah dianggap cukup, hanya saja tidak memperoleh keutamaan mendahulukan bagian kanan.</div> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><br /> <div style="background-color: white; box-sizing: inherit; color: #404040; font-family: Ubuntu, Tahoma, Arial; font-size: 17px; margin-bottom: 1.5em; text-align: start;"> <img alt="4⃣" class="emoji" draggable="false" src="https://s.w.org/images/core/emoji/11/svg/34-20e3.svg" style="background: none !important; border: none !important; box-shadow: none !important; box-sizing: inherit; display: inline !important; height: 1em !important; margin: 0px 0.07em !important; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: -0.1em !important; width: 1em !important;" />. Anggota kanan digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan baik sementara bagian kiri untuk sebaliknya.</div> </div> </div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> ------------------------------</div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> </div> <div class="sub-body"> <div class="inner"> <div class="MsoNormal s17" dir="rtl"> <span style="font-size: x-large;"><span dir="rtl"></span><b><span class="s18" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>43 - وَعَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - تَوَضَّأَ. فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ، عَلَى الْعِمَامَةِ وَالْخُفَّيْنِ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ</span></b></span></div> <div class="MsoNormal"> <br /></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">43. Dari al Mughirah bin Syu’bah , bahwa Nabi  berwudhu, lalu mengusap jambul, serta bagian atas sorban dan kedua khuf (sepatu). (HR. Muslim)</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">[Shahih Muslim 274]<o:p></o:p></span></b></div> <div class="MsoNormal s4" dir="rtl" style="text-align: center;"> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span class="s47" lang="AR-SA">ـــــــــــــــــــــــــــــ</span></b><b><span class="s6" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></b></span></div> </div> <div class="MsoNormal s8" style="text-align: center;"> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span class="s48" dir="rtl" lang="AR-SA">[سبل السلام]</span></b><span class="s19" dir="rtl" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></span></div> </div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Biografi Perawi</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Al Mughirah dijuluki juga dengan Abu Abdullah dan Abu Isa. Masuk Islam pada waktu perang Khandaq dan datang sebagai muhajir. Yang pertama diikutinya adalah perjanjian Hudaibiyah. Wafat tahun 50 H di Kufah saat menjabat sebagai penguasa di sana dari pihak Muawiyah. Dia adalah putra Syu’bah.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Penjelasan Kalimat</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span class="s21">bahwa Nabi berwudhu, lalu mengusap jambul </span>(dalam <i>Al Qamus</i> kata <i>an Nashiyah</i> dan <i>an nushaah</i> guntingan rambut<span class="s21">), serta bagian atas sorban dan kedua khuf (sepatu). </span>(beliau mengusap keduanya)</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tafsir Hadits</span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></b></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hadits di atas adalah dalil tidak diperbolehkannya membatasi hanya mengusap jambul. Zaid bin Ali  dan Abu Hanifah berkata, ‘Boleh hanya mengusap jambul’. Dan Ibnu Qayyim berkata, ‘Tidak ada satu hadits pun berasal dari Rasulullah  yang menjelaskan bahwa beliau hanya mengusap sebagian rambut kepala. Jika mengusap jambul, beliau menyempurnakannya dengan mengusap di atas sorbat.’ Sebagaimana dalam hadits Al Mughirah ini.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Disebutkan oleh Ad Daruquthni bahwa ia meriwayatkannya dari 60 orang. Dan jumhur tidak mengatakan adanya pembatasan hanya dengan mengusap di atas sorban.</span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ibnu Qayyim berkata, ‘Sesungguhnya beliau terkadang mengusap atas kepalanya dan terkadang atas sorbannya, dan pada waktu lain ia mengusap jambul dan atas sorban.’ Mengusap kedua khuf akan disebutkan dalam bab tersendiri, demikian pula mengusap sorban.</span><br /> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">=============</span><br /> <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span> <br /> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Fawaid hadits:</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">1. Hadits ini tidak menunjukkan bolehnya hanya mengusap ubun-ubun saja, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap ubun-ubun ketika beliau memakai sorban.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">2. Ibnu Qayyim berkata: “tidak shahih Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya mengusap sebagian kepalanya saja.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">3. Bolehnya mengusap sorban.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">4. Bolehnya mengusap dua khuff.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue; font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">5. Wajibnya mengusap seluruh kepala bila tidak mengenakan sorban, sebagaimana dalam hadits yang telah berlalu.</span></div> <br /> <img height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKAAEuN8oxIyq6pazjCGT2Iw73is4ZBAY4XQtGTyZgQ2ai9iZO6fM0cjCpMiy_BCyQ7CvVdNodQv6dJSoyUAUpMIT4pQpmgAQjqA_8uPaJqMwqKsDEM63QTnmUEG86hregF3uwWJlb9yQ/s200/subulussalam.jpg" style="text-align: center;" width="200" /></div> </div> </div> </div> </div> </div> </div>

Subulus Salam Syarah Bulughul Maram No.0041-43

41 - وَعَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يُعْجِبُهُ التَّيَمُّ...

Read more »